Kontras dengan sejarah pahit, popularitas "Belanda Depok" yang membuat banyak orang (termasuk saya) berasumsi macam-macam tentang akulturasi Belanda ke dalam kehidupan masyarakat Depok, menurut Yano, hal itu hanya olok-olok.
"Setelah saya telusuri, rupanya julukan "Belanda Depok" itu adalah olok-olok anak muda, karena jaman itu orang Depok bicara bahasa Belanda yang tidak dimengerti oleh sebagian besar warga Depok" cerita Yano, ketika kami mengunjungi rumahnya.
Nama Depok sendiri ada beberapa versi. Salah satunya adalah "De Erste Protestante Organisatie van Kristenen" (jemaat Kristen yang taat, hal 26). Ada juga yang mengatakan nama Depok berasal dari kerinduan warga Depok yang tinggal dan menjadi warga Belanda setelah peristiwa kelam di Depok sekitar tahun 1950. (hal 27-28). Ah, kadang sejarah memang punya banyak versi.
Menjelajahi Depok Lama yang baru saja kami akrabi dalam waktu sangat singkat itu, tetapi sudah lebih jauh daripada sekedar melintasi Jalan Margonda Raya, membuat sebuah angan-angan muncul.
Terbayang jika Depok Lama ini menjadi rute baru para penjelajah sejarah. Atau, sekedar jalan kaki menikmati bangunan arsitektur, mencicipi kuliner Depok Lama seperti Perkedel Bakar, Dodol, Huzaren Sla dan lain-lain yang saat ini belum tersedia di pusat-pusat kuliner di Depok.
Dalam benak, terbayang rute, informasi yang dapat disajikan, lalu pada akhirnya mendorong ekonomi sekaligus melestarikan budaya dan sejarah.
Impian yang sama ternyata dimiliki lebih dulu oleh Yano. Bahkan lebih jauh, ia ingin Depok juga bisa dikenal lewat agrowisata, karena hasil kebun seperti jambu, mangga dan lain sebagainya.
Beliau masih punya banyak impian lain untuk Depok. Kata-kata beliau yang terus terngiang-ngiang meski kami sudah lama meninggalkan rumahnya adalah "Sekarang giliran generasi muda merawat sejarah lewat berbagai kegiatan. Saya ingin sekali Depok bisa jadi tujuan wisata sejarah, kuliner dan agrowisata".
Yano telah melakukan bagiannya dengan meletakkan sekeping puzzle besar untuk mendokumentasikan sejarah Depok. Sekarang giliran kita untuk meletakkan kepingan puzzle berikutnya untuk mewujudkan impian itu.