Mohon tunggu...
Diella Dachlan
Diella Dachlan Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan

When the message gets across, it can change the world

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Suatu Masa di Depok Lama

10 Oktober 2016   14:58 Diperbarui: 11 Oktober 2016   02:50 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja GBIP Immanuel di Jalan Pemuda yang dibangun pada tahun 1700-an. (Foto: Diella Dachlan)

Paling berkesan ketika mengunjungi Gereja GBIP Immanuel di Jalan Pemuda yang dibangun pada tahun 1700-an. Meskipun sayang sekali tak sempat masuk ke dalam karena ibadah Minggu sedang berlangsung.

Kami sempat berbincang singkat dengan Pak Rompas ketika mengunjungi gereja Minahasa. Pak Rompas yang asli Manado, tinggal di Depok sejak tahun 1989.

Juga sempat masuk ke RM Khasanti 16 di jalan Pemuda. Restoran ini mempertahankan bentuk asli rumah gaya kolonial.

Paling berkesan kedua yaitu ketika mengunjungi Jembatan Panus yang dibangun untuk melintasi Sungai Ciliwung pada masa kolonial lalu.

Meski dibangun oleh insinyur Belanda bernama Andre Laurens tahun 1917 (di badan jembatan tulisan ini bisa terlihat), yang menarik bagi saya adalah nama Panus sendiri malah mengacu pada warga samping jembatan pada masa itu yang bernama Stevanus Leander (hal 4). Mengapa jadi Panus? bagi warga Depok, sepertinya "Panus" lebih mudah diucapkan daripada nama londo sang warga samping jembatan.

Disini kami menuruni jalan lumayan curam nan licin untuk melihat situasi bawah jembatan. Selain pengukur ketinggian air untuk Sungai Ciliwung, kami juga menemukan pancuran yang dicurigai sebagai mata air. Dan tentu saja, hal paling menyebalkan untuk ditemukan adalah aneka sampah di pinggir hingga ikut mengalun mengarungi Ciliwung.

Makam tua di Jalan Kamboja. Ada yang menampung hingga 10 jenazah! (Foto: Diella Dachlan)
Makam tua di Jalan Kamboja. Ada yang menampung hingga 10 jenazah! (Foto: Diella Dachlan)
Kami juga mengunjungi makam di Jalan Kamboja. Makam itu dikelola oleh Yayasan Chastelein untuk keturunan 12 marga Depok (hal 150). Menarik mengamati bangunan-bangunan makam dengan nama-nama Belanda. Banyak makam untuk dua bahkan sepuluh orang. Seperti makam keluarga Van der Capellen (hal 151).

Sejarah Pahit hingga Olok-Olok Belanda Depok

Belajar banyak dari Yano Jonathans tentang sejarah Depok (Foto: Diella Dachlan)
Belajar banyak dari Yano Jonathans tentang sejarah Depok (Foto: Diella Dachlan)
Dari awal Indra Pratama dan Daan sempat menyinggung-nyinggung soal Gedoran Depok.

Yano Jonathans pun enggan mengangkat peristiwa ini dalam bukunya, meski orang tuanya mengalami langsung kejadian kelam dimana Depok saat itu dicekam perampokan dan pembunuhan.

"Saya coba menggali dari beberapa orang, tetapi semua tampaknya enggan mengenang peristiwa buruk itu. Orang tua saya pun menghindari berbicara tentang itu. Seperti masih trauma". kata Yano, kelahiran Bandung tahun 1951.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun