Mohon tunggu...
Diefani Khatyara
Diefani Khatyara Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RADEN MAS SAHID SURAKARTA

Semoga bermanfaat guyss

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam di Indonesia Secara Luas

29 Maret 2023   21:46 Diperbarui: 29 Maret 2023   22:20 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pencatatan perkawinan juga sangat penting dalam konteks agama, khususnya Islam. Hal ini karena dalam Islam, perkawinan adalah ibadah yang harus dilakukan dengan kesadaran dan kesepakatan dari kedua belah pihak, serta harus dilakukan secara sah dan tercatat. Pencatatan perkawinan juga penting dalam menjaga hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh pasangan suami istri dalam agama Islam.

C. Yuridis

Pencatatan perkawinan memiliki dampak yang sangat signifikan dalam hal yuridis. Dengan adanya pencatatan perkawinan, pasangan suami istri dapat memperoleh hak-hak yang terkait dengan status perkawinan mereka, seperti hak warisan, hak asuransi, dan sebagainya. Selain itu, pencatatan perkawinan juga penting dalam melindungi pasangan suami istri secara hukum, terutama dalam hal perceraian.

Jika pernikahan tidak dicatatkan, maka akan ada dampak negatif yang signifikan. Secara sosiologis, keluarga tidak dapat mengakses hak-hak yang seharusnya mereka miliki. Dalam konteks agama, pernikahan yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah dan dapat menimbulkan masalah hukum dan sosial dalam masyarakat. 

Dari segi yuridis, pasangan suami istri tidak dapat memperoleh hak-hak yang seharusnya mereka miliki sebagai pasangan suami istri yang sah secara hukum, dan ini dapat menimbulkan masalah dalam hal hak warisan, hak asuransi, dan sebagainya. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan sangat penting untuk menjaga keutuhan keluarga, memperkuat hubungan antar anggota keluarga, dan melindungi hak-hak pasangan suami istri secara hukum

4) Menurut mazhab Syafi'i, perkawinan wanita hamil adalah sah jika terdapat persetujuan dari kedua belah pihak, serta harus memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan seperti saksi-saksi yang memadai, mahar, wali, dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam KHI. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, perkawinan wanita hamil tidak dapat dilakukan kecuali jika kehamilan tersebut telah diketahui sejak sebelum akad nikah dilakukan. Jika kehamilan tersebut baru diketahui setelah akad nikah dilakukan, maka perkawinan tersebut dianggap batal.

Pendapat ulama lainnya seperti mazhab Maliki dan Hambali juga memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai perkawinan wanita hamil. Namun secara umum, mereka juga setuju bahwa perkawinan wanita hamil adalah sah jika memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan.Dalam KHI sendiri, tidak terdapat ketentuan yang secara khusus membahas mengenai perkawinan wanita hamil. Namun, dalam pasal 11 KHI disebutkan bahwa calon pengantin perempuan harus memenuhi syarat-syarat seperti wali nikah, mahar, dan saksi-saksi yang memadai.

5) Untuk menghindari perceraian, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:

A.Komunikasi yang baik antara pasangan. 

B. Menjaga hubungan yang harmonis dan saling mendukung. 

C. Berkomitmen untuk saling memperbaiki diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun