Mohon tunggu...
Didot Mpu Diantoro
Didot Mpu Diantoro Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Komunikasi

Aktif di dunia periklanan dan komunikasi pemasaran sejak tahun 1996, mendirikan perusahaan periklanan sendiri sejak tahun 2001. Terlibat sebagai panitia dalam beberapa event olahraga berskala nasional maupun internasional sejak tahun 2008. Aktif sebagai konsultan komunikasi dan pembuat konten media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karma

25 Mei 2024   04:06 Diperbarui: 25 Mei 2024   04:16 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah seminggu ini ia selalu harus berangkat sangat pagi untuk menghindari pertemuan dengan pemilik rumah yang secara semena-mena menaikkan harga kontrakan hingga dua kali lipat, sementara ia belum siap untuk itu.

Pesan singkat itu hanya menjadi jeda sebelum Agung menerima telpon yang akhirnya memampatkan ruang di otaknya yang sudah penuh sesak akibat runtunan persoalan-persoalan beberapa minggu terakhir ini.

Semuanya melesak di hari ini. Kelelahan berkunjung ke beberapa tempat seharian tadi untuk mencoba mencari jalan keluar pun masih belum lepas. Kalau saja beberapa persoalan hari itu dicatat dan diberi nomor urut, wacana di telpon tadi akan menempati urutan ke delapan belas untuk hari ini saja. Mulai dari persoalan naiknya uang kontrakan yang tidak bisa ditawar, sementara ia belum sempat melirik tempat lain yang lebih murah, tuntutan pembayaran dari supplier yang harus ditundanya kesekian kali, tenggat waktu pekerjaan yang tidak bisa dipenuhi karena kekurangan modal, semua memang menyangkut sejumlah nilai nominal.

Agung merasa kepalanya seperti disungkupi asap hitam. Selarik ingatan segera memberikannya secercah harapan. Ia harus menelpon seseorang.

"Pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan pang ..."

Plek. Segera ditekannya tombol merah di sebelah kanan ponsel cdma-nya. Tidak dibiarkannya suara wanita yang berbicara itu menyelesaikan kalimatnya.

"Lengkap sudah untuk hari ini," gumamnya pelan sambil berpasrah untuk disergap rasa putus asa.

-----

"Lebih baik kamu gunakan uang itu untuk uang muka rumah dan sekaligus cicilan tiga bulan pertama. Setidaknya ada nafaslah buat mempersiapkan hal-hal lain dengan tenang dan mengumpulkan uang buat cicilan bulan-bulan berikutnya. Toh, di hitungan tadi kan sudah termasuk biaya hidup untuk lima bulan ke depan plus kebutuhan sekolah Rani." Usulan itu disampaikan Darma, pamannya yang usianya terpaut tujuh tahun lebih muda, tiga bulan yang lalu.

Secara usia, Agung memang lebih tua, tapi dari silsilah keluarga, Darma adalah adik sepupu ayahnya. Darma memang jauh lebih muda, tapi soal perhitungan dan perencanaan keuangan, posisinya sebagai aktuaris senior di sebuah perusahaan asuransi asing ternama, jelas menunjukkan kapasitasnya. Toh, setelah kepepet seperti ini, Agung masih berusaha menyangkal bahwa pilihannya bukan suatu kesalahan; meskipun Darma sudah berusaha mengingatkannya beberapa kali akan kemungkinan seperti ini.

Godaan nilai keuntungan yang besar dari proyek pembangunan hotel di tepi pantai penyeberangan Ketapang yang ia tangani memang sangat menarik. Di atas kertas, dalam hitungan pesimis pun, ia masih akan menerima keuntungan hampir dua ratus persen serta investasi jangka panjang dalam bentuk saham.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun