Mohon tunggu...
Didot Mpu Diantoro
Didot Mpu Diantoro Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Komunikasi

Aktif di dunia periklanan dan komunikasi pemasaran sejak tahun 1996, mendirikan perusahaan periklanan sendiri sejak tahun 2001. Terlibat sebagai panitia dalam beberapa event olahraga berskala nasional maupun internasional sejak tahun 2008. Aktif sebagai konsultan komunikasi dan pembuat konten media sosial.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karma

25 Mei 2024   04:06 Diperbarui: 25 Mei 2024   04:16 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

KARMA

"Hallo, sapunapi gatrane? Sampun sue ten wenten gatra. Kapan bli bisa mulih ke Kadewatan?"

"Waduh, ampura, tiang ten bisa jawab sekarang ...."

Pertanyaan sederhana itu tidak bisa segera dijawabnya. Ia masih harus berkelit beberapa jurus kata sebelum menemukan ketenangan untuk bisa menjawab dengan jawaban diplomatis.

Ketika terdengar suara telpon ditutup di sana, Agung seperti merasa ada nada sesal dan kesal yang menular dan mengiris-iris perasaannya.

Meskipun berusaha keras untuk tidak peduli, tetap saja perasaan itu mengganggu. Sekelompok bentuk kekhawatiran berbeda rupa dan asal berpusar di ketika yang sama. Pikirannya pun segera terlonjak terbang melayang, melompat-lompat dan hinggap sesaaat di beberapa kenangan kejadian tanpa keteraturan. Begitu saja melompat, lepas tanpa kendali. Saling salip antara satu pikiran dengan pikiran lainnya.

Agung merebahkan kepalanya ke sandaran kursi. Bergerak malas, tapi seperti bermata, tangannya meraup bungkus rokok yang ternyata hanya tinggal beberapa batang.

Agak diremasnya bungkusan rokok tersebut. Bukan untuk meyakinkan bahwa memang isinya tinggal tiga batang, tapi lebih sebagai upaya berbagi keresahan dari otak ke tangan. Dengan tangan kirinya ia menghampirkan bungkus rokok yang kini sudah lecek ke mulutnya yang setengah terbuka.

Pangkal batang rokok yang agak menyembul keluar dari sobekan atas bungkus rokok kretek itu disambarnya dengan gerakan begitu malas, hanya sedikit lebih cepat dari gerakan seekor lemur yang mencari mangsa serangga di malam hari. Tangan kanannya menjambak-jambak rambut yang sebagian di antaranya sudah menampilkan warna putih.

Sama seperti tadi, berupaya membagi keresahan yang mengungkung otaknya ke bagian-bagian tubuh lainnya. Letik api yang menjulur dari lobang korek gas itu pun seolah turut tertulari kegelisahan pemiliknya. Beberapa kali surut gas dan mati, sebelum akhirnya dengan agak terpaksa membakar ujung rokok yang dihisap Agung.

"Pak Amir tadi ke rumah lagi. Nanyain uang kontrak. Sudah tiga bulan nunggak. Aku bilang ayah lagi keluar kota. Ada kemungkinan hari ini? " Begitu pesan singkat yang diterimanya tadi sore dari sang istri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun