Mau melihat dan belajar tentang keberagaman budaya? Datang saja ke Kampung Nusantara. Mau melihat dan belajar miniatur ber-Bhinneka Tunggal Ika? Datang-lah ke Kampung Nusantara. Atau, mau belajar soal toleransi? Datang-lah ke Kampung Nusantara.
Kampung Nusantara berada di Dusun Cikubang Desa Cipta Karya Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran Jawa Barat. Kampung Nusantara ini tidak berbeda seperti laiknya perkampungan lainnya dengan mayoritas warganya bekerja sebagai petani. Ada kurang lebih 35 kepala keluarga yang mendiami Kampung Nusantara ini. Â
Keberadaan Kampung Nusantara menjadi istimewa karena terjadi interaksi multikultur dengan keberagaman budaya yang ada. Interaksi yang terjalin antara warga asli setempat dengan para pendatang.
Para pendatang ini adalah murid-murid Kelas Multikultur di SMK Bakti Karya yang berlokasi di kawasan tersebut. Â Memang, Kelas Multikultur SMK Bakti Karya menjadi cikal bakal berdirinya Kampung Nusantara.
Adalah Ai Nurhidayat inisiator Kampung Nusantara yang sekaligus  Ketua Yayasan Dana Bakti Karya (YDBK), Ai Nurhidayat, selaku pengelola SMK Bakti Karya. Kelas Multikultur sendiri mulai direalisasikan di sekolah kejuruan tersebut sekitar tahun 2015 lalu. Salah satu tujuannya adalah memberikan akses pendidikan merata hingga ke seluruh wilayah Indonesia.
Seluruh peserta didik di Kelas Multikultur ini memperoleh beasiswa penuh hingga tamat pendidikannya. Mereka tak perlu merogoh kocek untuk kebutuhan biaya transportasi dari daerah asal, biaya pendidikan hingga biaya hidup selama pendidikan. Semuanya ditanggung sepenuhnya oleh YDBK.
Ternyata animo peminat Kelas Multikultur ini sangat luar biasa. Dari tahun 2015 hingga 2019, rata-rata setiap tahun Kelas Multikultur ini memiliki 41 murid yang berasal dari 28 suku dari 18 propinsi hingga 21 provinsi. Pendek kata murid Kelas Nusantara ini berasal dari Sabang sampai Merauke.
"Untuk tahun 2020 ini, karena pandemi Covid-19, murid-muridnya berasal dari berbagai suku di 9 provinsi saja seperti Papua, Papua Barat, NTT, dan Jawa Barat. Hampir sepertiganya yang diterima tidak jadi bergabung karena pandemi Covid-19," tutur Ai Nurhidayat saat berbincang-bincang dengan penulis.
Menariknya, semua murid di Kelas Multikultur tidak hanya memperoleh materi pendidikan multimedia di dalam kelas saja. Berbagai kegiatan  di luar kelas harus diikuti  yang membuat mereka akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan warga di sekitar sekolah dan asrama.
Misalnya, bersama-sama warga ikut berkebun. Kemudian, dilibatkan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh warga seperti bergotong royong mempersiapkan HUT Kemerdekaan RI.
Kehadiran anak-anak dari beragam latar belakang suku dan budaya itu ternyata memberikan nilai-nilai berharga bagi warga setempat. Interaksi yang terbangun menjadikan warga bisa tahu dan belajar tentang keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia secara efektif dan efisien.