[6/10 10.57] D_DHIDHIN: manfaat bagi umat Islam. Untuk itu ia berinisiatif untuk mengadakan pembaharuan pemikiran dengan berpikiran ilmiah untuk menghadapi dominasi barat. Gerakan pemikiran di atas dilanjutkan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo dari Mesir. Mereka secara tegas menolak kembali kepada tradisi-tradisi pada masa lalu yang dibarengi kesediaan mereka untuk mengadopsi ilmu pengetahuan Barat.
Menurut Azyumardi Azra, Pada awalnya pandangan-pandangan keagamaan yang menjadi visi pemikiran Al-Faruqi terletak pada dua hal yaitu Arabisme dan Islam. Dalam studinya tentang Arab, ia menyusun sebuah tulisan terdiri dari 4 jilid yaitu : “on Arabism: Urubah and Religion” pada perjalanan berikutnya ia lebih memfokuskan kepada studi tentang Islam melalui diskursus ilmiah dan akademis serta gerakan advokasi politik dalam melihat pentingnya Islam.
Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an lebih gencar mempresentasikan Islam sebagai agama nalar dan ilmiah, maju dan par execellent. Ia menjadi seorang aktivis Islam yang menempatkan Islam sebagai acuan utama, yaitu sebagai ideologi yang lengkap dan menyeluruh. Dalam pandangan Al-Faruqi, salah satu kesalahan fatal umat Islam adalah menganggap ilmu itu terbelah dua, yaitu ilmu-ilmu sekuler (profane) dan ilmu-ilmu agama Islam. Ide Islamisasi ilmu pengetahuan yang dicetuskan Al-Faruqi dituangkan dalam risalah berjudul The Islamization of Knowledge yang diterbitkan oleh IIIT. Ide tersebut menjadi terkenal ketika seminar pertama mengenai Islamisasi Ilmu pengetahuan dilaksanakan di Islamabad, Pakistan pada Januari 1982.
Al-Faruqi berusaha mengingatkan dunia Islam akan suatu konflik antara ilmu pengetahuan dalam pandangan Barat dan Islam, yaitu dengan merencanakan suatu yang dapat menghindari terjadinya konflik tersebut, serta menggalakkan kembali pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan. Tokoh lain yang menggagas Islamisasi Ilmu adalah Syed Muhammad Naquib al-Attas. Ia lahir tanggal 5 september 1931 di Bogor, Jawa Barat. Pendidikannya dijalani dari Sekolah Dasar Johor Malaysia, setelah itu pada masa pendudukan Jepang ia kembali ke Jawa dan meneruskan pendidikannya di Madrasah Al Urwat al Wustha, Sukabumi.
Kegiatan intelektual Al-Attas di mulai di universitas Malaya pada pertengahan 1960-an dan telah dapat membangkitkan kesadaran baru akan pentingnya peranan Islam dalam sejarah, nasionalisme dan kebudayaan melayu. Ia telah berhasil menumbuhkan kesadaran baru tentang peranan Islam kepada mahasiswa dan masyarakat umum. Disamping itu ia mengkritisi berbagaidisiplin ilmu filsafat, kebudayaan dan politik yang telah terbaratkan. Ide-ide itu terlukiskan dalam karya-karyanya yang antara lain The origin of the Malaya Syair (1968), Prelimenary Statement on the Islamization of the malayIndonesian Archepelago (1969) dalam hal ini Al-Attas bukan berarti antipati terhadap pemikiran barat. Dalam pengembangan disiplin-disiplin keilmuan tidak
[6/10 10.57] D_DHIDHIN: hanya didasarkan kepada ajaran- ajaran Islam, tetapi harus di analisis dengan filsafat Yunani dan Yahudi-kristen serta tradisi-tradisi klasik abad pertengahan.
Konsep Dasar Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Dalam buku Webster New World College Dictionary, mendefinisikan kata “Islamisasi”, sebagai to bring within Islam.5Sedangkan makna yang luas adalah menunjuk pada proses mengislamkan, dalam konteks yang umum yakni berupa manusia, bukan saja ilmu pengetahuan atau obyek lainnya.6Istilah Islamisasi juga berarti memberi muatan Islam pada sesuatu.7Sedangkan menurut terminologinya Islamisasi adalah memberi dasar-dasar dan tujuan Islam yang diturunkan oleh Islam.8 Menurut Al-Attas Islamisasi merupakan pembebasan manusia dari segenap tradisi yang bersifat magis, sekuler yang membelenggu pikiran dan perilakunya.9Sedangkan pengertian ilmu dan pengetahuan itu sendiri di kalangan para ahli masih terdapat berbagai pendapat yang berbeda-beda dalam mendefinisikan
Al-Faruqi mendefinisikan Islamisasi Ilmu Pengetahuan berarti upaya
integrasi wawasan pengetahuan yang harus ditempuh sebagai awal proses
integrasi kehidupan kaum muslimin. Pengintegrasian baru tesebut selanjutnya dimasukan dimasukkan ke dalam keutuhan warisan Islam dengan melakukan eliminasi, reinterpretasi dan adaptasi terhadap komponen-komponenya sebagai sebuah world view of Islam ( pandangan hidup Islam) dan menetapkan nilainilainya, serta adanya relevansi yang eksak antara Islam dengan filsafat, dan metode dan obyek-obyeknya.10