Mohon tunggu...
Didik Wiratno
Didik Wiratno Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jurnalis

Tukang mancing suka naik gunung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahayanya Kata Jimat "Demi Perlindungan Hak Masyarakat"

6 Agustus 2024   15:41 Diperbarui: 6 Agustus 2024   15:45 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto cover majalah MATRA (foto. pribadi)

Menukil kata-kata Prof Dr H Yulius SH MH Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung dalam wawancara di majalah MATRA edisi Mei 2024 dalam konteks kasus BLBI, beliau mengatakan putusan peradilan tata usaha negara selayaknya tidak hanya berfokus pada perlindungan hak perseorangan para obligor, tetapi juga pada perlindungan hak-hak masyarakat yang dijelmakan oleh peraturan, keputusan dan tindakan satgas BLBI.

Yulius menambahkan apabila aspek prosedural dan hukum acara secara nyata menjadi penghambat tegaknya keadilan substantif, maka aspek prosedural dan hukum acara itu dapat ditabrak dan dikesampingkan.

Menurutnya gagasan ini tentu tidak boleh dilakukan serampangan dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati, didasarkan pada hati yang tulus dan jiwa yang bersih demi mewujudkan keadilan dan hukum itu sendiri.

Tindakan itu, dapat dilakukan apabila tercukupi dua syarat: pertama, terjadinya kebuntuan hukum. Kedua, ada kepentingan masyarakat banyak dan kepentingan lingkungan yang bersifat memaksa.

Tentu tidak ada yang salah dengan pernyataan beliau di ranah publik, tetapi bisa fatal  ketika salah dalam penetapkan orang atau indinvidu sebagai obligor atau penanggung hutang. Kemudian mengabaikan hak individu orang tersebut dengan kata-kata sakti demi melindungi hak masyarakat.

Dalam Furum Diskusi Grup (FGD) bersama Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI (Satgas BLBI) yang digelar Rabu-Kamis (26-27/7/2022) di Bandung, Jawa Barat, Yulius yang menjabat sebagai Ketua Kamar Tata Usaha Negara ini, berpesan kepada jajaran Peradilan Tata Usaha Negara.

Menurutnya dalam menguji prosedur, Pengadilan bersifat corrective justice yang artinya putusan Peradilan TUN bersifat koreksi administratif, dengan demikian Pengadilan tidak boleh mencari-cari kesalahan Tergugat, kalaupun ditemukan kesalahan kecil yang tidak bersifat substansi yang tidak signifikan tidak perlu untuk dilakukan pembatalan terhadap keputusan atau tindakan Pemerintah, melainkan cukup dilakukan koreksi administratif saja.

Dalam pandangan penulis, ini bisa menjadi kontradiktif dengan rasa keadilan masyarakat yang sedang menggugat pemerintah karena pemerintah tidaklah selalu benar. Pada prinsipnya peradilan harus tetap adil, baik terhadap individu, masyarakat maupun pemerintah demi kebenaran yang diakui bersama.

Pernyataan publik Ketua Kamar Tata Usaha Negara ini dikemudian hari terimplementasikan dalam perkara kasasi TUN dimana beliau sebagai hakim ketua yang mengadili.

Sebelumnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan perkara 428/B/2022/PTUN.JKT antara Andri Tedjadharman melawan Ketua Panitia Urusan Piutang Negara Cabang (PUPN) DKI Jakarta. Dalam putusannya majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat dan membatalkan surat keputusan PUPN serta mewajibkan tergugat mencabut SK dimakasud dalam perkara.

Kemudian putusan di tingkat banding PT TUN perkara 202/B/2023/PT.TUN.JKT pun menguatkan putusan PTUN Jakarta nomor 428/G/2022/PTUN JKT.

Namun di tingkat kasasi TUN dimana Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H sebagai Ketua Majelis,  putusan berbalik mengabulkan PUPN sebagi pemohon kasasi dengan amar putusan Kabul kasasi, batal putusan judex facti.

Apakah ini ada korelasinya dengan Forum Discussion Group antara Satgas BLBI dengan jajaran Peradilan Tata Usaha Negara ?

Perlu diketahui saat ini Satgas BLBI melalui KPKNL Jakarta telah melakukan penyitaan penyitaan terhadap aset pribadi dan keluarga Andri Tedjadharma yang secara sepihak dituduh sebagai penanggung hutang tanpa ada penetapan pengadilan.

Sebutan penanggung hutang juga disebarluaskan oleh Satgas BLBI melalui media massa. Merasa nama baiknya dicemarkan atas tuduhan tersebut, Andri Tedjadharma melayangkan somasi ke sejumlah media massa seperti, kompas.id, detik.com, kontan.co.id, hingga tempo.co yang akhirnya memuat hak jawabnya pada 5 Juli 2024.

Dalam hak jawabnya Andri menegaskan bahwa yang terjadi sebenarnya adalah Bank Indonesia telah membuat perjanjian jual beli promes dengan jaminan dengan akte No. 46 tanggal 9 Januari 1998 dengan Bank Centris Internasional.

Itu bukan perjanjian utang apalagi Bank Indonesia tidak membayarkan dengan cara memindahbukukan ke rekening Bank Centris Internasional No. 523.551.0016, seperti yang tertulis pada Akta tersebut.

Jadi menurut Andri ,dirinya  bukanlah Obligor BLBI yang selama ini di-framing di media. Bahkan pasal 3 di Akta No. 46 disebutkan bahwa Bank Indonesia tidak boleh menagih masalah Bank Centris Internasional karena sudah ada jaminan tanah seluas 452 hektare milik PT. Varia IndoPermai, tetapi terbukti Bank Indonesia menjual ke BPPN dengan Akta No. 39 tahun 1999 tanpa sepengetahuan kami.

Karena itulah saat ini Andri Tedjadharma menggugat Kemenkeu dan Bank Indonesia atas Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara No. 171/Pdt.G/2024/PN.JKT.PST yang sekarang sudah memasuki persidangan yang keduabelas.

Kembali ke pernyataan Prof Dr H Yulius SH MH, Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung apabila aspek prosedural dan hukum acara secara nyata menjadi penghambat tegaknya keadilan substantif, maka aspek prosedural dan hukum acara itu dapat ditabrak dan dikesampingkan.

Apa yang dimaksud beliau dengan penghambat tegaknya keadilan substantive sehingga aspek procedural dan hukum acara itu dapat ditabrak dan dikesampingkan.?

Dalam mengadili kasus kasasi TUN gugatan Andri Tedjadharma terhadapap PUPN yang sedang menuntut keadilan demi mempertahankan hak-haknya yang telah dilanggar, apakah ini juga dimaksud penghambat tegaknya keadilan substantive?

Putusan Yang Mulia Majelis Hakim tentu didasarkan pada hati yang tulus dan jiwa yang bersih demi mewujudkan keadilan dan hukum itu sendiri. Tapi bagaimana mungkin hati yang tulus dan jiwa yang bersih bisa menyakiti dan menzolimi warga  masyarakat yang sedang mencari keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun