Kemudian putusan di tingkat banding PT TUN perkara 202/B/2023/PT.TUN.JKT pun menguatkan putusan PTUN Jakarta nomor 428/G/2022/PTUN JKT.
Namun di tingkat kasasi TUN dimana Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H sebagai Ketua Majelis, Â putusan berbalik mengabulkan PUPN sebagi pemohon kasasi dengan amar putusan Kabul kasasi, batal putusan judex facti.
Apakah ini ada korelasinya dengan Forum Discussion Group antara Satgas BLBI dengan jajaran Peradilan Tata Usaha Negara ?
Perlu diketahui saat ini Satgas BLBI melalui KPKNL Jakarta telah melakukan penyitaan penyitaan terhadap aset pribadi dan keluarga Andri Tedjadharma yang secara sepihak dituduh sebagai penanggung hutang tanpa ada penetapan pengadilan.
Sebutan penanggung hutang juga disebarluaskan oleh Satgas BLBI melalui media massa. Merasa nama baiknya dicemarkan atas tuduhan tersebut, Andri Tedjadharma melayangkan somasi ke sejumlah media massa seperti, kompas.id, detik.com, kontan.co.id, hingga tempo.co yang akhirnya memuat hak jawabnya pada 5 Juli 2024.
Dalam hak jawabnya Andri menegaskan bahwa yang terjadi sebenarnya adalah Bank Indonesia telah membuat perjanjian jual beli promes dengan jaminan dengan akte No. 46 tanggal 9 Januari 1998 dengan Bank Centris Internasional.
Itu bukan perjanjian utang apalagi Bank Indonesia tidak membayarkan dengan cara memindahbukukan ke rekening Bank Centris Internasional No. 523.551.0016, seperti yang tertulis pada Akta tersebut.
Jadi menurut Andri ,dirinya  bukanlah Obligor BLBI yang selama ini di-framing di media. Bahkan pasal 3 di Akta No. 46 disebutkan bahwa Bank Indonesia tidak boleh menagih masalah Bank Centris Internasional karena sudah ada jaminan tanah seluas 452 hektare milik PT. Varia IndoPermai, tetapi terbukti Bank Indonesia menjual ke BPPN dengan Akta No. 39 tahun 1999 tanpa sepengetahuan kami.
Karena itulah saat ini Andri Tedjadharma menggugat Kemenkeu dan Bank Indonesia atas Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan perkara No. 171/Pdt.G/2024/PN.JKT.PST yang sekarang sudah memasuki persidangan yang keduabelas.
Kembali ke pernyataan Prof Dr H Yulius SH MH, Ketua Kamar TUN Mahkamah Agung apabila aspek prosedural dan hukum acara secara nyata menjadi penghambat tegaknya keadilan substantif, maka aspek prosedural dan hukum acara itu dapat ditabrak dan dikesampingkan.
Apa yang dimaksud beliau dengan penghambat tegaknya keadilan substantive sehingga aspek procedural dan hukum acara itu dapat ditabrak dan dikesampingkan.?