Mohon tunggu...
DIDIK FADILAH
DIDIK FADILAH Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan Ekonomi

Buku gudangna elmu, koncina kadaek maca.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar di Tahun 90-an vs Sekarang: Perpustakaan Fisik atau Digital?

19 Oktober 2024   05:00 Diperbarui: 19 Oktober 2024   07:37 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar sebagai Ilustrasi dihasilkan oleh Microsoft Copilot

Ketika saya mengingat masa sekolah dulu di tahun 90-an, salah satu kenangan yang paling berkesan adalah perjalanan ke perpustakaan kota. Jujur saja, waktu itu saya selalu merasa bahwa untuk cari bahan bacaan adalah sesuatu yang butuh perjuangan banget, hehe. Menambah ilmu pengetahuan tidak bisa dilakukan secara instan. Buku-buku yang diperlukan, terutama buku referensi atau buku pelajaran yang tidak ada di rumah, hanya bisa didapatkan di perpustakaan. Dan bicara soal perpustakaan, rasanya tidak semua sekolah punya perpustakaan yang lengkap. Jadi, saya sering harus ke perpustakaan umum di kota Sukabumi.

Nah, bagi kamu yang termasuk generasi z, mungkin ini kedengarannya seperti cerita dari zaman batu. Tapi memang seperti itu dulu. Untuk mendapatkan informasi yang valid dan bisa dipercaya, satu-satunya pilihan adalah buku. Dan buku itu... ada di perpustakaan.

Bayangkan! saya masih duduk di bangku SMP, punya tugas besar dari guru untuk mencari informasi tentang sejarah atau pelajaran lainnya. Tugas yang bukan sekadar mengisi soal-soal di buku paket, tapi benar-benar harus mencari sumber tambahan. Di masa itu, kalau nggak punya ensiklopedia di rumah, jujur saja, mahal banget untuk dibeli, pilihan satu-satunya adalah pergi ke perpustakaan umum. Tapi masalahnya, perpustakaan umum ini nggak dekat dari rumah.

Waktu itu, saya harus naik angkot. Sampai di perpustakaan, langkah pertama adalah mencari di katalog manual. Cari berdasarkan judul buku atau nama pengarang, lalu catat nomornya. Setelah itu, baru deh menelusuri rak-rak buku yang tinggi dan panjang.

Kadang, tantangan lainnya adalah menemukan buku yang kita cari sudah dipinjam orang lain. Wah, itu bikin frustasi! Apalagi kalau tugasnya sudah mepet deadline. Jadi harus berkeliling lagi mencari buku alternatif. Tapi ada satu hal yang nggak bisa dipungkiri, meskipun ribet, proses ini sebenarnya mendidik saya untuk sabar dan telaten dalam mencari informasi.

Setelah dapat bukunya, perjuangan belum selesai. Buku-buku di perpustakaan biasanya nggak boleh dibawa pulang begitu saja. Ada batas waktu peminjaman, dan beberapa buku referensi penting malah cuma boleh dibaca di tempat. Jadi saya sering duduk berjam-jam di ruang baca yang sunyi, mencatat hal-hal penting dengan pulpen dan kertas, kadang karena terlalu banyak halaman yang penting, saya memfotokopinya. Pulang membawa hasil fotokopi dan catatan-catatan tangan yang penuh coretan, untuk disusun ulang di rumah.

Dunia Ilmu Pengetahuan Sekarang: Cukup Dalam Genggaman

Sekarang, situasinya benar-benar beda. Perpustakaan yang dulu terasa jauh dan penuh perjuangan, kini seakan ada di genggaman tangan, dalam bentuk aplikasi. Salah satunya yang paling saya sering pakai adalah iPusnas. Aplikasi ini seperti perpustakaan digital yang menawarkan ribuan buku, dari berbagai genre, mulai dari fiksi, non-fiksi, buku pelajaran, sampai referensi akademik.

Bayangkan betapa praktisnya! Kalau dulu saya harus naik angkot atau bersepeda, sekarang cukup buka aplikasi iPusnas di ponsel. Cari buku yang saya butuhkan hanya dengan mengetik judulnya di kolom pencarian, dan dalam hitungan detik, buku itu sudah bisa saya baca. Nggak perlu khawatir soal waktu, nggak perlu perjalanan fisik ke perpustakaan, dan yang paling penting, saya nggak perlu repot membawa pulang buku-buku berat.

Dulu, kalau saya ingin membaca buku ensiklopedia, saya harus mencari di rak-rak yang besar dan berat. Sekarang? Tinggal cari di aplikasi, tinggal klik, Informasi ada di sana, siap dibaca kapan saja dan di mana saja.

Apa yang Berubah?

Jelas banyak yang berubah. Teknologi telah mengubah cara kita mengakses ilmu pengetahuan. Kalau dulu, akses buku sangat terbatas, sekarang seakan tak ada batasan lagi. iPusnas hanyalah satu contoh dari banyaknya perpustakaan digital dan aplikasi baca lainnya. Kita punya akses ke buku-buku yang mungkin dulu tidak pernah terpikirkan. Bahkan, beberapa buku yang sudah langka pun bisa ditemukan di platform digital ini.

Selain itu, adanya teknologi ini memungkinkan kita untuk multitasking. Saya bisa membaca buku sambil menunggu antrian di bank, atau bahkan di perjalanan. Dulu? Waktu untuk membaca hanya ada kalau saya duduk di meja belajar atau di perpustakaan. Kini, ruang dan waktu bukan lagi hambatan untuk menambah ilmu.

Apa yang Hilang?

Namun, meski begitu, ada sesuatu yang hilang. Dulu, saya merasa ada nilai tersendiri dalam perjuangan mencari informasi. Melangkah ke perpustakaan, mencari buku fisik di antara ribuan buku lainnya, membaca di tempat yang sunyi, dan mencatat informasi secara manual, semua itu membuat ilmu yang saya dapat terasa lebih berharga. Mungkin karena prosesnya yang lama dan penuh usaha, hasilnya terasa lebih "melekat."

Sekarang, dengan segala kemudahannya, kadang kita jadi kurang menghargai ilmu yang didapat. Buku mudah diakses, tapi apakah kita benar-benar membacanya dengan sungguh-sungguh? Atau jangan-jangan kita hanya membuka halaman-halaman tertentu tanpa betul-betul memahaminya? Distraksi dari ponsel juga jadi tantangan tersendiri. Akses ke perpustakaan digital di ponsel sama mudahnya dengan akses ke media sosial atau video-video lucu di internet. Dan kadang, kita jadi tergoda untuk meninggalkan bacaan dan beralih ke hiburan.

Tantangan Baru di Era Digital

Kalau dulu tantangan terbesar adalah akses ke buku, sekarang tantangannya adalah fokus dan konsistensi. Di era digital ini, kita harus lebih pintar dalam mengelola waktu dan perhatian. Ilmu pengetahuan mungkin ada di ujung jari kita, tapi memanfaatkannya dengan baik membutuhkan disiplin yang sama besarnya. Apalagi dengan berbagai distraksi yang ada, rasanya mudah sekali untuk terdistraksi dan akhirnya hanya membaca sepintas lalu tanpa benar-benar mencerna informasi.

Namun, di sisi positifnya, teknologi seperti iPusnas juga membawa peluang besar. Buku-buku yang dulu sulit ditemukan, sekarang bisa diakses siapa saja. Mereka yang tinggal jauh dari perpustakaan fisik kini bisa merasakan kemudahan yang sama. Proses belajar pun jadi lebih inklusif dan bisa menjangkau lebih banyak orang.

Menjembatani Perpustakaan Fisik dan Digital

Meskipun saya merindukan suasana perpustakaan fisik dan proses "berburu" buku, saya tetap bersyukur dengan kehadiran perpustakaan digital seperti iPusnas. Bagaimanapun, teknologi ini sangat memudahkan saya untuk terus belajar, bahkan di usia dewasa. Kombinasi perpustakaan fisik dan digital adalah jalan terbaik untuk memanfaatkan kedua dunia ini. Kadang, ketika saya rindu suasana perpustakaan yang tenang, saya masih berkunjung ke perpustakaan fisik untuk membaca di tempat. Tapi ketika waktu tidak memungkinkan, saya dengan senang hati membuka aplikas di ponsel saya.

Perpustakaan fisik maupun digital, keduanya adalah alat untuk satu tujuan yang sama: menambah ilmu pengetahuan. Dan meskipun cara kita mengaksesnya berubah, semangat untuk terus belajar harus tetap ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun