Dia menegaskan, "kalo ada yang punya layangannya banyak di rumah dan dia tidak pernah keliahatan beli di warung, yang jelas, pasti bukan orang sembarangan".
Bagi yang tidak punya kemampuan membuat layangan dan juga tidak punya uang untuk beli, wajib punya kekuatan untuk berlari. Megat langlayangan ialah menunggu layangan terputus dari pemain yang kalah yang sedang ngadu layangan. Jika ada layangan yang putus, maka teman saya langsung lari mengejar, menangkapnya.
Main egrang, kami sebut jajangkungan atau jangkung yang berarti tinggi. Terbuat dari dua pasang tongkat bambu dengan pijakan kaki. Cara mainnya dengan cara berkompetisi lari, beradu cepat. Atau lomba menjatuhkan lawan dengan menggunakan kaki bambu.
Hobi kami yang lainya ialah membuat ketapel, bahasa sundanya bandring, dibuat dari ranting pohon. Ranting bentuknya mirip huruf Y, Kami ukir, dipasang tali dan karet. Gunanya bukan untuk menembak burung melainkan hanya untuk pamer saja, digantungkan di leher, dibawa kemana-mana, kami merasa punya senjata. Pernah suatu hari, ada buah punya tetangga yang terkenal pelit, sudah kelihatan matang di pohonnnya, saatnya senjata kami digunakan. Itulah salah satu kenakalan yang tersembunyi anak laki-laki.
Membuat mainan pesawat terbang. Kertas dilipat sedemikian rupa mirip pesawat terbang, sebelum diterbangkan harus didekatkan ke mulut terlebih dahulu untuk diberi napas "hah". Entahlah, memang harus begitu? itu menjadi pertanyaan yang belum ketemu jawabannya sampai sekarang.
Permainan anak perempuan waktu itu adalah main lompat tinggi dengan cara melewati karet gelang dibuat menyambung panjang seperti tali. Dua Orang memegang kedua ujungnya. Tinggi yang akan dilewati mulai dari lutut sampai atas kepala. Meski anak-anak perempuan ini pakai rok tapi mereka bisa lompat begitu tinggi.
Main gambar, biasanya ini permainan anak laki-laki. Cara mainnya seperti main kartu, dikocok, barang siapa yang mengambil tumpukan kartu tersebut dengan angka paling besar, dialah yang menang, atau cara lainnya dengan melemparkan gambar yang dimainkan tersebut ke atas, barangsiapa yang gambar itu jatuh ke bawah dengan posisi gambarnya menghadap ke atas, maka dialah yang menang. Saya sering kali menang,pulang dengan hati senang tapi sebaliknya umi marah karena gambar bertumpuk dan berserakan tidak karuan.
Kalau diperhatikan di bagian belakang gambar ini ternyata berisi edukasi, yaitu ada gambar tanda-tanda rambu lalu lintas diantaranya huruf S , huruf P, gambar panah dan lainnya. Tentunya saya sudah hapal di luar kepala dan seharusnya tidak pernah masuk ke dalam daftar pelanggar di jalan raya. Sebagai pengendara mestinya disiplin dan punya kesadaran tinggi untuk mematuhi bukan karena ada polisi yang mengawasi.
Begitulah kisah yang diceritakan dari pengalaman hidup tahun 90an. Itu hanya sebagian, kalau semua, waktunya pasti tidak cukup.
Dan sepertinya tak kan pernah ada habisnya diceritakan, kalau tidak dihabiskan.
Ini adalah tulisan saya asli, dengan sadar diketik sendiri tanpa paksaan, tekanan ataupun bantuan dari pihak manapun, khusus untuk dibaca sendiri tetapi jika ada yang ingin ikut baca, silahkan, saya ijinkan.