"Tapi suratan nasib, kita sendirilah yang menulisnya."
"Karena itu Asih ingin memulai dengan lembar baru yang lebih bersih lagi, Bu."
Ibu menghela nafas. Sejenak menatapku.
"Pergilah, kalau kau merasa harus pergi. Ibu hanya mohon kau mau mengerti bahwa Ibu kini semakin tua. Ibu semakin letih, Asih."
Aku tak mampu lagi berkata. Hanya mata yang berkaca-kaca. Menahan nyeri yang menyentak-nyentak di benak.
Tirta kini telah tiada. Setahun yang lalu, sebuah kecelakaan telah merenggut nyawanya, saat ia hendak ke rumah sakit mengantar Eno, istrinya.
Mendung berarak. Hujan pecah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H