Istrinya pun hanya bisa menangis. Ia mengakui semua kekeliruannya. Termasuk mengabarkan pesan palsu tersebut. Ia mengaku bahwa ia pun telah mencintai Max sejak di Kasablanka. Ia berpikir mengikuti Max di tempat yang jauh tersebut akan tidak terlacak lagi oleh pihak Jerman. Namun ternyata mereka berhasil menemukannya dan dengan ancaman terhadap Anna, bayi mereka, istrinya itu pun kembali aktif dengan menjadi mata-mata.
Max telah sangat mencintai istrinya. Ia tidak ingin membunuh istrinya. Namun, jika SOE mengetahui ia tidak membunuh istrinya, maka ia pun akan juga dibunuh.
Max akhirnya berusaha membawa kabur istrinya, dengan terlebih dahulu mengambil bayi mereka dan menghabisi pengasuh bayi yang memang adalah kaki tangan Jerman. Max pun menghabisi si pedagang emas.Â
Max membawa istri dan anaknya ke lapangan AU, bermaksud pergi dengan sebuah pesawat. Namun, belum lagi Max dapat memanaskan mesin pesawatnya, atasannya, Frank, beserta beberapa petuga SOE datang menghampiri. Max pun berusaha mengelak.
Tiba-tiba istrinya, yang masih menunggu di dalam mobil, keluar. Ia datang menghampiri Max. Dan setelah kembali mengucap bahwa ia sangat mencintai Max, ia pun meletupkan peluru dari pistol yang ditinggalkan Max di dalam mobil, menembus dagu dan kepalanya.
"Love doesn't die with death. Love is like liquid; when it pours out, it seeps into others' lives."
Ya, meski kemudian takdir akhirnya memisahkan Max dengan istrinya, namun cinta tulus yang telah diberikan oleh istrinya kepadanya, tidaklah pernah berakhir. Cinta yang justeru terus menguatkannya dalam menjalani hidup dan membesarkan buah hati mereka, Anna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H