“Ngg..... ntar ya Nan, ntar kita sambung lagi!”
Salma buru-buru memutus telephone dengan sahabatnya. Pak Bintang melampaikan tangan memberi isyarat memanggil dirinya. Ia tak peduli apa kata Afnan nanti. Gadis itu lebih takut jika dosennya marah. Urusannya dengan nilai. Jika yang marah Afnan, urusannya gampang. Dipuji cantik saja pasti luluh marahnya.
Dengan menata nafas, meredakan detak jantung, Salma berjalan meninggalkan kursi taman yang berada di kompleks depan ruangan dosen. Satu langkahnya mendekat ke arah Pak Bintang, dosen muda yang ganteng.
“Salma ... ayo masuk. Bapak ada perlu sedikit.” kata laki-laki itu sambil mendahului masuk ruangan.
“Iya Pak...”
Salma masuk ruangan yang lumayan luas. Ada tiga sekat untuk empat dosen, dengan satu sofa untuk menerima tamu empat dosen tersebut. Ruangan lain demikian pula.
Satu dosen yang ada di ruang sekatan sebelah keluar melewati Pak Bintang dan Salma. Laki-laki itu mengagguk ke arah rekannya.
“Mau ke mana Pak?” tanya Pak Bintang.
“Konsul ke Purek Tiga, untuk acara bakti mahasiswa.”
“Ooo.. silakan.”
“Calon asisten nih?”