“Jangan pacaran dulu Vi.” adalah sebuah pesan yang sangat indah. Hanya kedewasaan yang mengucapkanlah yang sanggup mengatakan itu di atas semua kepentingan. Vi berfikir bahwa Haryo adalah sosok calon laki-laki yang ideal. Pesannya sangat sederhana, namun sangat dalam. Haryo hanya menginginkan ia berkonsentrasi dalam mengejar cita-cita.
“Kak Haryooo .... seandainya Kakak tahu,Vi mencintai Kakak.....” gumam gadis itu di depan cermin. Bibir gadis itu bergetar. Matanya terasa panas. Seperempat sekon kemudian air mata gadis itu meleleh menuruni pipi. Perlahan Vi menyeka dengan punggung tangannya.
***
Hingga sekarang Vi duduk di kelas XII, perpisahan dengan Haryo menginjak masa sekitar dua tahunan. Waktu selama itu tak ada kontak dengan Haryo. Hanya sesekali. Di tengah kenangan dulu pernah bersama, Vi semakin sadar bahwa perjuangan untuk menembus Akpol Semarang bukanlah gurauan. Ini adalah sebagian dari hidup yang sesungguhnya. Cita-cita harus diformat dari sekarang. Nasehat Haryo dulu sekarang ia rasakan kebenarannya. Betapa ringan beban dirinya tanpa mempunyai sahabat lebih yang oleh Haryo disebut sebagai pacar. Pretasi harian bagus. Kadang-kadang ia ingin mengucapkan terima kasih kepada pemuda itu, tetapi selalu urung. Iapun tak ingin mengganggu Haryo yang kini telah menjadi mahasiswa Undip.
April 2017.
Usai mengikuti UN jiwa Vi terasa ringan. Plong. Tak ada beban. Prestasi periodik semesteran selalu bagus. Fisik semakin kuat dengan berolah raga. Gadis itu kini tinggal menanti gong terakhir : Hasil UN 2017. Mudah-mudahan melewati passing-grade untuk pendaftaran keAkpol, begitu doanya setiap saat.
Akhir bulan mendadak Vi berbunga-bunga hatinya ketika keluarganya berencana mengadakan perjalan ke Jawa melewati Semarang. Iseng-iseng ia katakan kepada keluarganya ingin menengok calon kampusnya. Dan paling menyenangkan baginya adalah Haryo. Dua tahun terakhir hubungan dengan Haryo hampir tak ada. Namun kali ini bagi Vi, nama Haryo seakan hidup lagi.
Sore itu Vi menelpon Haryo.
“Kakaaak..... kangen nih!”