Mohon tunggu...
Didie Yusat
Didie Yusat Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang wiraswasta

Menulis adalah mengisi waktu terbaik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sedikit tentang Reuni SMPP 10/SMA 8

18 Januari 2019   16:01 Diperbarui: 18 Januari 2019   16:09 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Solidaritas dan kebersamaan masih terasa kental tak redup dimakan waktu. Acara yang sedianya dihelat mulai pukul 13.00 pada hari Sabtu tersebut juga akhirnya molor. Sedikit menyedihkan ketika salah seorang teman harus masuk Rumah Sakit karena mengalami kecelakaan. Bersyukur tiga hari kemudian setelah kita kembali pada aktifitas masing-masing mendapatkan kabar yang melegakan. Alhamdulilah.

Kekompakan angkatan juga ditunjukkan pada acara puncak, dimana angkatan 85 meraih penghargaan dari kekompakan yel-yel angkatan dan booth "Kompak 85" yang paling ramai dikunjungi karena ada "jasa konsultasi" membaca garis tangan. 

Boleh percaya boleh tidak nyatanya banyak yang berminat untuk mendatangi. Salah seorang teman yang berpakaian lurik lengkap dengan iket jawa dan akik di semua jarinya mampu menghipnotis orang untuk rela mengantri. Ini bukan praktek perdukunan, tapi sesuatu yang memang bisa dipelajari, kata Timur Kuntoyo "si bintang booth" hari itu dengan meyakinkan.  

Waktu 34 tahun memang bukanlah waktu yang sebentar. Sejenak kita mengenang masa-masa SMA untuk sekedar mengenang bahwa kita pernah muda. Semoga teman-teman semua, baik yang hadir maupun yang belum berkesempatan hadir diberikan kesehatan, umur dan rejeki yang barokah. Insya Allah kita tetap diberikan rasa kebersamaan untuk terus menyambung tali silaturahmi.

Pada Sabtu siang itu sejenak saya mencoba untuk mengenang sekolah tercinta ini:

Tiga puluh empat tahun
begitu cepatnya waktu berlalu
kami datang lagi, untuk menebus rindu akan ruang kelas itu,
tentang pintu-pintu tua dengan warna abu
dipapan tulis itu
rumus matematika, pelajaran bahasa hingga agama silih berganti
menggoreskan ribuan angka dan aksara
dipapan tulis itu
menjadi saksi bisu betapa gigih dan ikhlasnya ibu bapak guru,
 mewariskan ilmu dengan derai-derai keringatnya
hari ini sebagian dari mereka, juga sebagian dari kawan kita
tak lagi bersama kita
tapi kami yakin mereka sangat bahagia
bahkan tertawa mengenang kenakalan kita
bersama-sama dengan kami semua yang hari ini hadir disini
kebandelan kami, kenakalan kami telah disisipkan dalam ruang nostalgi
tak ada kesal, hanya terlintas menjadi kenangan tak terlupakan
sudut-sudut sekolah sebagian masih seperti waktu itu
dibangku panjang itu
pernah kugumamkan ribuan kata
tentang cinta, tentang cita-cita
dibangku taman itu
pernah kusampaikan keluh sedihku kepada langit biru
 juga kepada awan yang tebal menghitam
dibalik jendela kelas itu, pernah kuceritakan tentang dia kepadamu
dan jendela-jendelapun tersenyum
lalu berbisik perlahan kepada angin
hingga ibu penjual es bertopi diseberang itu terbahak kepada sebongkah es batu
hingga Pak Tua dari Aceh disebelahnya tertawa renyah bersama rindang dedaunan
hingga wangi semerbak masakan kantin mbok bon pun menembus dinding-dinding kelas
Ya Tuhan,
betapa persahabatan ini terlalu manis dan abadi untuk dikenang.......

Klaten, Januari 2019
Salam "Kompak 85"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun