Mohon tunggu...
Dicky CahyaGobel
Dicky CahyaGobel Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Mencari tahu dalam ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Abadi di Bawah Langit Perayaan

30 Desember 2020   10:02 Diperbarui: 30 Desember 2020   18:42 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada seorang atau lelaki satu pun yang mau menghampiri ; mungkin merasa enggan. Berat hati kalau ada yang berprasangka negatif, bila macam-macam pada gadis itu. Atau mungkin sudah sibuk dengan pasangan mereka masing-masing. Sementara aku, Selalu merutuki diriku.

Sadar akan hal itu, bagaimana kedua kaki ini melangkah menghampirinya? Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang terjadi, seolah terhipnotis ; dibawa ke dalam ruang yang berbeda. Padahal tujuanku sedari awal adalah melihat kelengahan dari orang lain dan meraup keuntungan dari sana.

Mencoba memeberanikan diri berdiri disampingnya, menerka-nerka barangkali ada bunyi yang akan keluar dari bibir yang mulai kaku itu. Berdiri disana, sekitar satu atau dua jam lamanya, sampai hujan reda. Pandangan kami tertuju pada sebuah genangan air yang memantulkan cahaya bulan dan perlahan keluar dari balik awan.

Tanpa sadar, kami menjadi pusat perhatian orang-orang yang lalu lalang setelah menepi sebentar menghindari hujan tadi.

Akhirnya hujan benar-benar reda. Berniat mencari tempat lain, yang menawarkan kenyamanan seperti orang-orang di sekitar lakukan. Sebelum berpaling dan mengayunkan langkah, tiba-tiba gadis itu bersuara. Memecah keheningan yang sedari tadi dirasakan sanubari.

"Apa kesanmu di tahun ini ?"

Aku menoleh. Menatap gadis itu heran, sementara dia masih saja fokus pada genangan air tepat di depannya itu.

"Soal kesan di tahun ini? Yah ... campur aduk. Ada hal baik namun banyak juga yang memilukan bila diingat." Ucapku membalasnya.

Udara lembab berganti menjadi hangat. Makin larut orang-orang bertambah banyak. Namun seperti dua mahluk bodoh yang tidak memeperdulikan itu, kami melanjutkan pembicaraan.

Saat itu dia membuat gerakan memutar tubuh, mengahadap ke arahku. Nampaknya akan serius.

"lalu apa gerangan membawamu kemari?" dengan intonasi yang sayup-sayup diucapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun