Setiap literatur dievaluasi untuk menentukan kualitasnya dan kecocokannya dengan topik penelitia, literatur yang memenuhi kriteria dipilih untuk dianalisis lebih lanjut.Â
Data dari literatur yang dipilih dianalisis untuk menemukan pola, tema, dan hubungan Takwiim Al-Ummah dengan pembentukan masyarakat madani. Pembacaan menyeluruh, penulisan catatan, dan pengorganisasian informasi untuk analisis yang sesuai adalah semua bagian dari proses ini.Â
Hasil dan Pembahasan
Takwiim Al-Ummah dan Masyarakat Madani
Takwiim Al-Ummah berarti upaya untuk mengubah atau merevitalisasi masyarakat agar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dalam berbagai aspek kehidupan, seperti sosial, politik, ekonomi, dan pendidikan. Pemikir Islam seperti Muhammad Abduh, Rashid Rida, Sayyid Qutb, dan Muhammad Iqbal telah memperdebatkan dan memperkuat ide ini. Mereka semua menekankan bahwa masyarakat Islam harus kembali ke nilai-nilai agama untuk membuat tatanan sosial yang inklusif dan berkeadilan.Â
Namun, ahli-ahli seperti Dr. Azyumardi Azra, Djohan Effendi, Nurcholish Madjid, dan M. Quraish Shihab menggambarkan Masyarakat Madani sebagai entitas demokratis di mana lembaga-lembaga sosial yang mandiri dan efektif sangat penting untuk keberhasilan. Secara umum, kedua gagasan ini bertujuan untuk membangun masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai moral tinggi, seperti keadilan, partisipasi aktif, dan kesadaran hukum. Namun, mereka mungkin berbeda dalam cara mereka menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, Takwiim Al-Ummah menekankan aspek pembaruan dan kesesuaian dengan ajaran Islam, dan "Masyarakat Madani" menekankan pada tata kelola sosial yang otonom dan inklusif untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bersama.
Secara umum, kedua gagasan ini bertujuan untuk membangun masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai moral tinggi, seperti keadilan, partisipasi aktif, dan kesadaran hukum. Namun, mereka mungkin berbeda dalam cara mereka menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, Takwiim Al-Ummah menekankan aspek pembaruan dan kesesuaian dengan ajaran Islam, dan "Masyarakat Madani" menekankan pada tata kelola sosial yang otonom dan inklusif untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bersama.
Karakteristik Masyarakat Madani
Sebagai model ideal untuk pembangunan sosial, masyarakat Madani memiliki banyak ciri. Pertama, masyarakat ini mengizinkan semua orang dan kelompok untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, atau latar belakang lainnya. Hal ini mendorong pembentukan masyarakat yang beragam tetapi bersatu, di mana setiap anggota masyarakat dapat merasa dihargai dan memiliki suara yang didengar.Â
Nurcholish Madjid membuat kontribusi yang signifikan melalui karya-karyanya yang membahas toleransi dan pluralisme dalam Islam serta relevansinya untuk Indonesia kontemporer. Buku-buku seperti "Islam Agama Kemanusiaan" dan "Pluralisme, Toleransi, dan Demokrasi" berpendapat bahwa Indonesia memiliki kapasitas untuk mengembangkan model masyarakat madani yang inklusif dan harmonis karena keanekaragaman agama dan budayanya.
Selain itu, buku Ahmad Syafii Maarif "Islam, Toleransi, dan Kebebasan: Pemikiran Modern tentang Pluralisme Agama" membahas pentingnya membangun masyarakat yang menghargai pluralitas dan mendukung keadilan sosial. Syafii Maarif menekankan bahwa, untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan dalam era globalisasi, masyarakat Madani harus berakar pada demokrasi dan kebebasan sipil.