Namun, ada variabel kedua. Dimana muslim turut serta harus melakukan ibadah terhadap sesama manusia (habluminannas). Semisal berzakat, bershadaqah, berinfaq, gotong royong, saling membantu, sampai segala bentuk ibadah terkecil, semisal membuang duri dari jalanan. Apakah bisa dikatakan sempurna keimanan manusia tanpa ber-ihsan atau memuliakan sesamanya?
Ini yang dimaksud berbagi itu bukan saja hanya kewajiban yang selalu menghantui muslimin. Tetapi berbagi adalah kebiasaan muslimin. Meski saya bukan ahli agama, jauh-jauhnya kiyayi atau alim ulama, saya berani menegaskan, dianggap tidak beriman seorang muslim, jika tetangganya masih ada yang kekurangan makanan pokok. Jika masih terjadi hal yang memalukan ini, berarti keislamannya belum sempurna. Dikemanakan makna berzakat?
Jangan dulu berbicara siapa yang akan masuk surga bersama Rasul. Dan berdebat serta saling mengklaim sebagai satu-satunya golongan Rasulullah dari 70 golongan yang akan diterima peribadatannya. Maaf-maaf, di depan hidung sendiri, istilahnya, luka mendalam tidak terlihat. Apakah Rasulullah sang penyempurna akhlak sudi mengajak umatnya yang seperti ini masuk ke dalam Surga Allah?
Saya sedih. Dan jujur, melihat realitas dan kondisi manusia selaku mahluk yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi, menapikkan hal-hal terkecil. Yang sebetulnya berdampak besar pada kondisi peradaban dan kemajuan Islam. Saya jadi beranggapan subjektif, dan bahkan distruktif dalam bersikap. Jangan-jangan muslim sudah berani meninggalkan tugas dan agenda besar dari Islam. Nauzubillah, selaku generasi penerus, saya tidak menginginkan hal ini benar-benar terjadi.
Harus kepada siapa saya mengadukan kegalauan ini. Adanya nilai-nilai kefitrahan manusia, sebagai sesuatu yang membuat manusia bukan hanya memiliki beberapa potensi kebeperilakuan. Melainkan sifat dari suatu keseluruhan susunan, sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia.
Saya memandang sederhana, dengan fitrah atau kesucian manusia ini, membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (hanief) (QS 30:30). Manusia juga memiliki hati nurani, sebagai pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Inilah tujuan hidup manusia yang hakiki. Ialah menuju pada kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu Allah SWT (QS 51:56, QS 3:156).
Tidak ada alasan lain. Islam seharusnya membawa kesejahteraan bagi ummatnya. Karena segala bentuk ajaran, sistem, kepercayaan dan tuntunan-tuntunan hidup sudah lengkap dibahas dalam setiap bab dan subbab materi-materi ajaran Islam. Ini kemauan dan maksud saya, seharusnya berbagi bukan lagi menjadi konsepsi teoritis semata, tetapi berbagi adalah kebiasaan muslimin!
“Mari kita berbagi untuk membangun negeri yang sejahtera dan Islami”
Salam Cinta @dickyzulkifly93