Mereka mungkin kesulitan dalam menyampaikan pesan dengan jelas, mendengarkan dengan empati, atau memberikan umpan balik yang konstruktif kepada bawahan mereka.
Kekurangan ini seringkali bisa menyebabkan kebingungan, ketegangan, atau bahkan konflik di antara tim kerja.
Selain itu, atasan yang merasa tidak mampu mengekspresikan kebutuhan atau harapan mereka secara jelas kepada bawahan mereka bisa merasa frustrasi.
Mereka mungkin merasa kalau komunikasi mereka tidak efektif dalam mempengaruhi hasil kerja tim atau kalau bawahan mereka tidak memahami apa yang diinginkan dari mereka, yang pada gilirannya bisa memicu respons emosional seperti kemarahan atau kekecewaan.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi atasan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi mereka melalui pelatihan dan pengembangan diri.
Mereka bisa belajar cara menyampaikan pesan dengan lebih jelas dan persuasif, meningkatkan kemampuan mendengarkan aktif, dan memahami gaya komunikasi yang efektif untuk berbagai situasi.
Selain itu, menciptakan budaya komunikasi yang terbuka dan inklusif di tempat kerja bisa membantu atasan dan bawahan merasa lebih nyaman dalam berbagi gagasan, masalah, dan kebutuhan mereka.
Dengan begitu, atasan bisa memperbaiki hubungan dengan bawahan mereka, meningkatkan produktivitas tim, dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis secara keseluruhan.
Stres dan Tekanan
Lingkungan kerja yang kompetitif dan tekanan untuk mencapai target seringkali menjadi pemicu utama stres bagi para atasan.
Dalam upaya untuk memenuhi ekspektasi perusahaan dan mencapai tujuan yang ditetapkan, atasan seringkali merasa tertekan dan cemas akan hasil kerja tim mereka.
Ketika stres mulai mengambil alih, kemampuan mereka untuk merespons secara proporsional terhadap masalah kecil menurun.