Seorang anak akan melihat orang tuanya, seorang karyawan, bekerja dari pagi sampai sore, kadang sampai malam. Begitu setiap hari bahkan kadang harus bekerja juga di akhir pekan.
Saat si anak beranjak dewasa, sang ayah pun mulai memasuki usia pensiun dan lebih sering berada di rumah.
Secara tidak sadar, dalam pikiran si anak, fase berkarir ya seperti itu. Lulus kuliah, kerja, naik jabatan, kemudian pensiun.
Si anak melihat pensiun sebagai bagian dari proses berkarir yang tidak terpisahkan. Sebagai ujung dari proses yang harus dijalani. Dan sang ayah pun mungkin mendapatkan pemikiran yang sama dari orang tuanya dulu.
Kata mereka, "Cari kerja yang bisa dapat uang pensiun bulanan. Jadi nanti tidak membebani orang lain."
Dan itu tertanam dalam kepala si anak. Pola karir yang sama selama turun temurun.
Tapi, melihat perkembangan teknologi saat ini, sepertinya sekarang semakin banyak anak muda yang semakin sukses finansial. Jadi, untuk ke depannya, sepertinya akan lebih banyak orang yang akan pensiun di usia muda. Atau, malah terus berkarya sepanjang hayat.
Pensiun dini adalah sebuah pola pikir
Pensiun dipandang sebagai sebuah pola pikir ini terbagi dua, yaitu pola pikir positif (optimis) dan negatif (pesimis).
Sebagian orang mempunyai pola pikir postif mengenai pensiun yang dengannya akan membuat mereka merasa lebih punya otonomi, lebih punya kuasa atas diri mereka sendiri tanpa perlu terikat aturan-aturan kantor.
Terlebih kalau mereka pensiun dengan sukarela, bukan karena di PHK misalnya, di usia muda. Mereka cenderung akan merasa lebih bahagia. Lebih bersyukur.
Mereka berpikir kalau mereka akan punya lebih banyak waktu untuk mempelajari hal-hal baru dan menikmati waktu bebas mereka.