Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Logical Fallacy dalam Memahami "Sexual Harassment"

29 Juni 2020   01:05 Diperbarui: 29 Juni 2020   01:36 1130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: VectorStock.com

Kasus kekerasan seksual yang dialami anak-anak dan remaja sudah sering terjadi. Sebagian besar kasus ini dialami perempuan, sekalipun tidak menutup kemungkinan laki-laki juga bisa (sering) menjadi korban tapi tidak disadari. Setiap orang dapat menjadi pelaku tanpa mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan.

Salah satu kasus yang bagi saya sangat memprihatinkan adalah pemerkosaan terhadap remaja perempuan di Tanggerang Selatan oleh 7 orang pemuda termasuk kekasihnya. Pada akhirnya, korban pun harus meregang nyawa setelah sebelumnya sakit dan harus masuk ke rumah sakit jiwa untuk direhabilitasi.

Sungguh kasihan melihat kasus pemerkosaan ini dan saya berharap, para pelaku bisa mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.

Persoalan seksual, kemudian melahirkan beragam istilah yang dikenal dikalangan luas seperti pemerkosaan, pencabulan (sexual abuse), serangan seksual (sexual assault), dan yang paling familiar adalah 'pelecehan seksual' (sexual harassment).

Banyak dari kita tentu tidak terlalu memahami secara pasti beberapa perilaku menyimpang ini. Sehingga penting bagi kita untuk bisa secara konsisten dan akurat menggunakan istilah-istilah tersebut supaya tidak salah kaprah.

Berikut penjelasan singkat dari masing-masing istilah seperti yang dikutip dari The Conversation, 21 Januari 2020 agar kita tidak salah dalam memahami dan mengatasi persoalan tersebut:

  • Pencabulan (sexual abuse): Pencabulan dapat mencakup banyak hal yang berbeda, dari menyentuh korban secara seksual, memaksa korban menyentuh pelaku secara seksual, hingga memaksa korban melihat organ tubuh seksual atau kegiatan seksual. Pencabulan pada anak-anak adalah tindakan kriminal.

  • Pemerkosaan : Definisi pemerkosaan yang paling sederhana, yaitu tindakan penetrasi (walau sedikit) terhadap vagina atau anus dengan organ tubuh atau objek apa pun, atau penetrasi oral dengan organ seks seseorang, tanpa persetujuan korban.

    Seseorang dapat melakukan penetrasi seorang korban yang tidak mampu memberikan persetujuan karena dia mabuk, tidak sadar, tidur, atau memiliki keterbatasan mental atau fisik; atau dapat mengancam atau menggunakan kekuatan fisik atau senjata terhadap korban.

    Definisi ini dinilai netral dalam gender, artinya korban bisa mencakup siapa saja. Kalau dibaca lebih lanjut, definisi ini tidak seperti bayangan sebagian besar orang terkait pemerkosaan -- umumnya dilakukan oleh orang asing dengan paksaan. Definisi ini tidak menyebut apa pun terkait hubungan korban dan pelaku.

  • Serangan Seksual (sexual assault) : Istilah pemerkosaan dan serangan seksual sering digunakan bersamaan dan bergantian, sehingga kadang menimbulkan kebingungan dan sulit dibedakan.

    Definisi pemerkosaan itu spesifik, tapi istilah serangan seksual dapat digunakan untuk menggambarkan beberapa tindakan kejahatan yang sifatnya seksual, mulai dari menyentuh dan mencium, menggesek, meraba atau memaksa korban menyentuh pelaku secara seksual. Namun serangan seksual beririsan dengan pemerkosaan karena istilah itu mencakup pemerkosaan.

    Peneliti bidang sosial dan perilaku sering menggunakan istilah 'kekerasan seksual'. Istilah ini jauh lebih luas dari pada serangan seksual. Kekerasan seksual mencakup tindakan yang secara hukum tidak termasuk kriminal tapi membahayakan dan menimbulkan trauma.

    Kekerasan seksual mencakup penggunaan janji palsu, tekanan terus-menerus, kata-kata yang melukai, maupun ancaman terhadap reputasi seseorang untuk memaksa adanya tindakan seksual. Istilah ini juga mencakup tindakan non-sentuhan seperti catcall dan siulan, yang dapat membuat 'perempuan' atau 'laki-laki' merasa diobjektifikasi dan dirugikan.

    Kekerasan/serangan seksual mencakup penyebaran gambar-gambar tidak senonoh secara elektronis tanpa persetujuan, mempertunjukkan alat kelamin atau secara sembunyi-sembunyi melihat orang lain sedang telanjang atau melakukan hubungan seks.

  • Pelecehan Seksual (sexual harassment): Pelecehan seksual adalah istilah yang lebih luas dibanding serangan seksual, istilah ini mencakup tiga kategori perilaku yang tidak dibolehkan.

    Pertama, pemaksaan seksual - secara legal disebut 'pelecehan quid pro quo" - yang mengacu pada upaya implisit atau eksplisit membuat suatu kondisi terkait pekerjaan bergantung pada perilaku seksual.

    Skenario klasik 'tidur dengan saya atau kamu dipecat' adalah contoh pemaksaan seksual. Perilaku ini adalah bentuk yang paling umum dikenali sebagai pelecehan seksual, akan tetapi juga yang paling jarang.

    Kedua, dan lebih sering terjadi, adalah perhatian seksual yang tidak diinginkan: sentuhan, pelukan, elusan, ciuman yang tidak diinginkan, tekanan terus-menerus untuk melakukan kencan atau tindakan seksual. Patut dicatat bawah pendekatan romantis atau seksual dapat bervariasi dalam lingkungan kerja, tidak semuanya adalah pelecehan.

    Perhatian seksual yang tidak diinginkan bisa mencakup serangan seksual dan bahkan pemerkosaan, jika seorang atasan memaksa mencium atau meraba seorang resepsionis tanpa persetujuan, maka ini adalah contoh perhatian seksual yang tidak diinginkan sekaligus serangan seksual.

    Ketiga, yang paling sering terjadi adalah pelecehan gender: tindakan yang merendahkan orang lain terkait gender, namun tidak melibatkan ketertarikan seksual. Pelecehan gender bisa termasuk istilah dan gambar seksual yang kasar, misalnya komentar merendahkan terkait tubuh atau kegiatan seksual, grafiti yang merendahkan perempuan atau laki-laki.

    Seringnya, perilaku ini sepenuhnya seksis, misalnya komentar bahwa seorang perempuan tidak pantas memimpin atau laki-laki tidak bisa mengurus anak. Tindakan semacam ini termasuk pelecehan 'seksual' karena berdasarkan seks (jenis kelamin), bukan karena terkait seksualitas.

Dari penjelasan singkat di atas, saya mengambil istilah pelecehan seksual (sexual harassment) untuk mengarahkan kita pada pemahaman yang lebih spesifik dalam upaya mengatasi persoalan seksualitas yang tak kunjung usai. Berangkat dari perbedaan makna tentang pelecehan seksual, maka kita sudah bisa menilai sendiri apa yang selama ini terjadi, baik pada anak-anak, remaja, atau orang dewasa.

Bahwasannya, banyak dari perilaku kita yang mungkin tidak kita sadari ternyata adalah suatu tindakan pelecehan (kekerasan) seksual. Sadar atau tidak, banyak perilaku dan tutur kata yang sudah/bahkan sering kita buat pada orang lain, tetapi dianggap sebagai hal yang lumrah dan biasa-biasa saja.

Inilah kesalahan yang tidak kita sadari dan cukup berbahaya kalau dibiarkan terus. Saya yakin, jika ini disepelehkan niscaya kejahatan atau kekerasan seksual akan terus lahir dan menjadi sulit teratasi.

Titik salahnya adalah kita tidak memiliki pemahaman yang cukup terkait beragam istilah seperti yang sudah dijelaskan di atas sehingga perilaku kita (yang mungkin sudah melecehkan) tidak disadari sebagai suatu pelecehan. Padahal nyatanya tidak demikian.

Dengan adanya pemahaman yang baik dan benar, maka setiap kita tentu akan mulai berhati-hati dalam berperilaku dan bertutur kata kepada siapa saja.

Sekali lagi, kita tidak boleh menunggu sampai ada korban yang sudah parah barulah dikategorikan sebagai kekerasan atau pelecehan seksual. Tapi dengan pemahaman singkat terhadap beragam istilah di atas, kita bisa belajar untuk mewas diri dan mulai menilai segala bentuk perilaku atau tutur kata, apakah sudah mulai mengarah pada kekerasan atau pelecehan seksual atau tidak.

Di sini, saya tidak membedakan jenis kelamin, karena baik itu laki-laki maupun perempuan, (anak-anak, remaja, dewasa, maupun lansia), siapa saja, bisa menjadi korban dan/atau pelaku pelecehan seksual.

Memang banyak kasus pelecehan seksual terjadi pada perempuan, sehingga paradigma berpikir kita sudah terkonstruksi, bahwa kalau berbicara tentang pelecehan seksual, itu berarti korbannya adalah perempuan atau anak-anak atau remaja puteri. Padahal, sadar atau tidak, kalau berkaca pada penjelasan singkat tentang sexual harassment di atas, maka laki-laki pun bisa menjadi korban pelecehan seksual.

Ini yang kadang tidak kita sadari secara tepat. Dengan begitu, kalau kita berani mengatakan 'say no to sexual harassment', saya yakin, perilaku, sikap, dan tutur kata kita akan dijaga dan terarah secara baik.

Jika setiap kita memahami hal ini dengan bijak, maka pelecehan seksual dalam bentuk apapun terhadap orang lain, baik terhadap laki-laki, perempuan, anak-anak, remaja, orang dewasa, atau lansia, pasti akan berkurang.

Karena itu, jangan terlambat kita bergerak memberantas segala bentuk pelecehan seksual sehingga kasus-kasus lainnya bisa teratasi. Pribadi kita manusia, sangat berarti dan berharga. Tidak ada suatu apapun yang bisa menggantikan atau membayar keutuhan diri (pribadi) kita.

Sesama, haruslah dipandang sebagai 'aku' yang lain, sehingga tindakan, perilaku, dan tutur kata kita tidak merendahkan atau melecehkan eksistensinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun