Pertama, siswa tidak dipandang sebagai individu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
Kedua, belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
Ketiga, pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
Keempat, pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
Kelima, kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan menjadi saling terkait satu-sama lainnya bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis. Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai "botol-botol kecil" yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler, mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut :
Pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
Kedua, memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
Ketiga, memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
Keempat, memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,