Dari pengamatan itu, Piaget berpendapat bahwa setip makhluk hidup perlu beradaptasi dengan lingkungan fisik disekitarnya agar bisa tetap hidup. Bagi Piaget, pikiran dan tubuh mendapat aturan main yang sama. Maka bagi Piaget perkembangan pikiran manusia juga sama dengan perkembangan biologis yaitu perlu beradaptasi dan mengorgganisasi lingkungan sekitar. Karena itu, teori adaptasi kognitif ala Piaget seperti orgenisme yang beradaptasi ke dalam lingkungannya.Â
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme terletak pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan[1].
Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme Piaget adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak yang lebih mutakhir dari kalangan konstruktivistik, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan Asimilasi dan Akomodasi sesuai dengan Skema yang dimilikinya. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran.
Sedangkan, Akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan baru itu[2].
Lebih jauh, Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.
Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak, dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya adalah siswa harus memiliki ketrampilan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi secara tepat.
Dalam sudut pandang/perspektif konstruktivis personal disoroti bagaimana seorang anak pelan-pelan membentuk skema berupa jalinan konsep yang ada dalam pikiran, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Ia lebih menekankan bagaimana individu sendiri mengkonstruksi pengetahuan hasil dari berinteraksi dengan pengalaman dan obyek yang dihadapi, dan bagaimana seorang anak mengadakan abstraksi, baik secara sederhana maupun secara refleksi, dalam membentuk pengetahuan[3].
Menjadikan siswa yang terampil dalam memecahkan masalah bukan hanya menjadikan mereka terampil berpikir matematika, namun juga melatih mereka menghadapi tantangan hidup dengan percaya diri melalui kemampuan menyelesaikan masalah. Kemampuan dan keterampilan berpikir yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah matematika supaya dapat dialihkan pada bidang lain dalam kehidupan.
Implikasi Teori Konstruktivisme Dalam KBM
Sadar atau tidak, prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan kita saat ini. Secara umum, prinsip-prinsip itu berperan sebagai referensi dan alat refleksi trehadap praktek, pembaharuan dan rencana-rencana pendidikan dewasa ini, khususnya di Negara kita. ada beberapa prinsip yang sering diambil dari konstruktivisme dalam proses Belajar Mengajar antara lain :
- Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri yang aktif
- Tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa itu sendiri
- Mengajar adalah membantu siswa untuk belajar
- Yang paling ditekankan adalah proses belajar dan bukan hasiil belajar
- Â Kurikulum menekankan banyak partisipasi siswa
- Peran guru hanya sebagai fasilitator
Prinsip umum di atas, membawa implikasi yang jelas dalam proses belajar mengajar, khususnya dalam diri pendidik dan peserta didik. Berkaitan dengan peserta didik dan lingkungan belajarnya, menurut pandangan konstruktivisme, Tytler (Hamzah 2001:6) mengajukan karakteristik sebagai berikut :