Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahaya Bullying di Seminari

24 April 2020   20:00 Diperbarui: 24 April 2020   20:11 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bullying fisik meliputi perilaku yang menyerang fisik, bullying verbal meliputi perkataan yang merendahkan korban, sedangkan bullying psikologis meliputi semua perilaku yang menyerang korban secara psikologis yang dapat berbentuk nonverbal, tidak langsung, atau intimidasi dalam kelompok sosial yang berdampak pada psikis korban.

Perilaku bullying (perundungan) banyak terjadi di lingkungan sekolah dan dilakukan oleh para siswa (remaja). Dampak yang diakibatkan oleh tindakan ini pun sangat luas cakupannya. Remaja (siswa) yang menjadi korban bullying lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik secara fisik maupun mental.

Adapun masalah yang mungkin diderita siswa yang menjadi korban bullying, antara lain munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan, takut, keluhan kesehatan fisik seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah/asrama, serta penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.

Perilaku bullying ini ternyata tidak saja terjadi di sekolah umum, melainkan sudah merambat ke sekolah berasrama (Seminari). Beberapa hari yang lalu, kita dihebohkan dengan kasus 'bullying fisik' (intimidasi/penindasan fisik -- memaksa makan kotoran manusia) dari kakak kelas XII terhadap adik kelas VII di Seminari Bunda Segala Bangsa-Maumere. Kasus ini kemudian diangkat menjadi berita utama dari sejumlah media cetak dan media online.

Pos Kupang, tanggal 26 dan 27 Februari 2020, membeberkan bahwa persoalan ini terungkap setelah salah seorang siswa kelas VII melaporkan kejadian tersebut kepada Pembina Seminari (para Pastor dan Frater TOP). Atas laporan ini, para Pembina kemudian memanggil semua siswa kelas XII dan mengadakan pertemuan antara pihak sekolah (Seminari) dengan orang tua siswa.

Kasus ini menggemparkan khalayak umum, karena tidak disangka, di Seminari sebagai salah satu tempat persemaian benih panggilan khusus menjadi Pastor Katolik, ternyata bisa terjadi hal yang sangat tidak manusiawi.

Bahwasannya perilaku yang ditampakkan oleh para siswa (kelas XII) tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Persitiwa ini kemudian disorot oleh banyak perspektif dan pendekatan guna mencari cara terbaik untuk menyelesaikannya. Beragam ide dan usulan dilancarkan ke pihak Seminari agar segera menuntaskan persoalan tersebut.

Salah satu usul yang sangat saya setujui adalah membawa persoalan ini ke ranah hukum, sebab tindakan tersebut termasuk dalam tindak kekerasan, sehingga para 'pelaku' perlu dihukum secara adil dan setimpal dengan perbuatan yang mereka lakukan.

Hal ini dimaksudkan agar menimbulkan efek jera pada para pelaku. Memang pihak Seminari sudah melakukan pertemuan dengan orang tua siswa untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan. Akan tetapi, tidak cukup hanya dengan meminta maaf dan menyesali peristiwa keji tersebut, karena perilaku bullying memiliki pengaruh buruk bagi perkembangan siswa (remaja) di Seminari, secara khusus dalam ranah psikis dan mentalnya.

Dalam kondisi inilah, dibutuhkan penanganan yang serius melalui pendampingan psikologis. Lantas, bagaimana pendekatan psikologis yang bisa dilakukan untuk mengatasinya?

Penanganan psikologis sejatinya tidak hanya ditujukan untuk korban bullying. Pelaku bullying juga perlu mendapat penanganan khusus agar tidak mengulangi tindakan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun