Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bahaya Bullying di Seminari

24 April 2020   20:00 Diperbarui: 24 April 2020   20:11 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, seorang remaja berusaha melepaskan diri dari lingkungan orang tua dengan maksud untuk menemukan jati diri mereka. Inilah yang dikatakan Erick Erikson sebagai proses mencari ego-identity (Crocetti, 2017).

Dalam pencarian identitas diri, remaja mengalami proses perubahan, baik karena pengalaman maupun usia. Kekhasan dan keunikan sifat remaja juga nampak dalam diri para siswa Seminari (Seminaris). Sebagai remaja, Seminaris mulai mengenal lingkungan yang lebih luas.

Sosialisasi yang dialami Seminaris mulai bertambah luas ketika mereka berinteraksi dengan teman sebayanya. Hal ini membuat keterampilan sosial Seminaris makin meningkat karena selalu ada bersama dalam satu asrama. Jika nilai-nilai positif yang didapat dari rumah dan di Seminari terserap dengan baik, maka keterampilan sosial yang dimiliki Seminaris bisa lebih baik.

Sebaliknya, apabila sosialisasi nilai-nilai yang ditanamkan keluarga dan lembaga Seminari kurang terserap, maka bisa jadi perkembangan perilaku prososialnya terhambat.

Akibatnya, remaja (Seminaris) mulai menunjukkan gejala-gejala patologis seperti kenakalan, dan perilaku-perilaku beresiko lain, salah satunya adalah bullying.

Saat ini, bullying merupakan istilah yang tidak asing bagi kita. Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis, sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008).

Dalam bahasa Indonesia, kata ini sedikit sulit ditemukan, karena belum terlalu familiar. Akan tetapi, kata bullying dapat dipadankan dengan kata perundungan, intimidasi atau penindasan.

Menurut Ken Rigby, (2008) bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi atau tindakan, yang menyebabkan seseorang menderita (baik secara verbal, fisik maupun psikis).

Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, dan biasanya berulang.

Pelaku bullying bisa seseorang, bisa juga sekelompok orang, dan ia/mereka mempersepsikan dirinya memiliki power (kekuasaan) untuk melakukan apa saja terhadap korbannya. Korban juga mempersepsikan dirinya sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya dan selalu merasa terancan.

Terdapat beberapa bentuk perilaku yang dikategorikan sebagai bentuk bullying diantaranya bullying fisik, bullying verbal, dan bullying psikologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun