Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Nisan di Tribun Stadion Kanjuruhan

3 Oktober 2022   14:34 Diperbarui: 4 Oktober 2022   20:16 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi Pertiwi menangis, 1 Oktober 2022 jadi hari gelap bagi sepakbola dan kemanusiaan. Kajuruhan, stadion kebanggaan warga Malang jadi cawan kematian untuk suporternya sendiri.

Awalnya semua tampak sama, Aremania dan Aremanita menunggu dimulainya laga bertajuk derbi Jawa Timur antara Arema dan Persebaya. Salah satu laga panas sarat gengsi, sampai aparat kepolisian tak memberi izin bagi suporter Persebaya, Bonek, datang ke stadion.

Lautan biru memadati stadion berkapasitas 38 ribu penonton ini. Tua, muda, pria, wanita, hingga anak datang, jadi saksi sejarah kembalinya derby panas ini setelah lama tak berlangsung akibat pandemi.

Banyak dari mereka datang bersama orang terkasih maupun keluarganya demi satu tujuan, membela lambang Singa Mengepal di dadanya. Penonton riuh melihat pemain andalannya telah memasuki lapangan.

Seperti biasa Aremania melantunkan chantsnya dengan koreografi luar biasa. Namun pertandingan baru berjalan 8 menit, tim tamu sudah mencetak angka melalui kaki Silvio Junior yang menerima umpan Marselino Ferdinand.

Stadion yang tadinya bergemuruh terdiam sejenak melihat tamparan keras ini. Arema yang tahu nilai pertandingan ini, meningkatkan agresifitasnya, tapi Persebaya tampil lebih tenang setelah mendapatkan gol tersebut.

Momentum gol cepat ini dimanfaatkan oleh Persebaya untuk bermain lebih lepas. Gol kedua untuk keunggulan tim tamu tiba pada menit ke 32, melalui tendangan bebas yang diberikan oleh Hugo Vidal, Leo Lelis berasil menanduknya dan menjadi gol.

Menit ke 40 Kanjuruhan bergemuruh, salah satu idolanya Abel Camara berhasil memperpendek ketinggalan memanfaatkan tendangan pojok Adam Alis. Pada menit akhir babak pertama bek Persebaya, Alta Ballah menyentuh bola di kotak penalti, Arema mendapat tendangan 12 pas yang mampu dikonfersi menjadi gol oleh Camara. Skor sama kuat 2-2 bertahan hingga turun minum.

Pada babak kedua, jalannya pertandingan masih sama. Kedua tim ngotot memenangkan laga. Namun dewi fortuna berpihak pada Persebaya, melalui gol pada menit ke 51. Memanfaatkan umpan terukur Ferdinan, Sho Yamamoto menusuk ke sisi kanan pertahanan Arema dan melepaskan sepakan keras ke gawang, skor jadi 3-2.

Seantero stadion kembali tertunduk lesu melihat papan skor. Namun mereka yakin klub kesayangannya mampu memenangkan pertandingan ini. Teriakan semangat terus terdengar untuk menyuntikkan motivasi kepada pemain.

Semenjak itu kedua tim mengganti strateginya. Kali ini Arema tampil lebih menekan, sementara Persebaya terlihat menunggu untuk melancarkan serangan balik mematikan. Namun tak ada gol tercipta hingga peluit panjang dibunyikan.

Pemain Persebaya tak sampai hati merayakan kemenangan besar ini. Mereka yang takut akan teror dan cerita rivalitas kedua tim dalam sejarah perjalanan Liga Indonesia, memilih berlari kembali ke ruang ganti.

Nisan di Tribun Stadion Kanjuruhan (jakarta.tribunnews.com)
Nisan di Tribun Stadion Kanjuruhan (jakarta.tribunnews.com)

Pelatih Arema, Javier Roca terlihat mengunjungi tribun penonton sambil menunjukan gestur permintaan maaf atas hasil mengecewakan tersebut. Satu suporter mulai masuk ke lapangan, diikuti beberapa diantaranya.

Penonton mulai ramai menghampiri para pemain Arema, di sanalah petaka dimulai. Masa yang mulai tak terkontrol memaksa aparat mengambil langkah keras. Mereka menggunakan tameng dan tongkat untuk memaksa fan kembali ke tribun.

Terlihat gerombolan tersebut langsung berlari ke segala arah, buyar seperti gas air mata yang akhirnya ditembakkan aparat ke tribun. Asapnya yang menusuk mata membuat banyak penonton merayap menembus kepekatannya.

Sementara beberapa penonton yang ada di tribun meneriakan kekesalan dan meminta menghentikan perbuatan ini. Mereka berlari menuju pintu keluar stadion menghindari kepungan gas. Namun apa daya pintu stadion tak kunjung dibuka.

Penonton yang terjebak di pintu keluar tak mampu melakukan apa-apa. Mereka berdesakan, terhimpit, dan tak tahu kemana harus pergi. Banyak pria berteriak untuk membuka pintu, sedangkan wanita menangis.

Beberapa di antara mereka sudah terkulai lemas karena kekurangan oksigen. Dalam waktu dua jam saja, Kanjuruhan jadi tempat pembunuhan masal, tribunnya berganti jadi nisan karena buruknya kedewasaan, manajemen, dan keamanan dalam sepak bola.

Olahraga yang dicintai oleh penduduk Indonesia berubah kegetiran seperti jenis cinta pada novel remaja, berujung patah hati yang teramat. Aparat keamanan yang memiliki citra sebagai pahlawan bagi anak-anak berubah menjadi monster yang menelan ibu, ayah, kawan, bahkan nyawa mereka sendiri.

Padahal FIFA memiliki standar sendiri untuk pengamanan pertandingan. Induk sepakbola dunia itu mengharamkan pembubaran masa menggunakan gas air mata dalam stadion, semua itu bisa dibaca melalui di peraturan FIFA pasal 19, FIFA Stadium Safety and Security Regulations dan dapat diakses semua kalangan.

Nisan di Tribun Stadion Kanjuruhan (jatim.genpi.co)
Nisan di Tribun Stadion Kanjuruhan (jatim.genpi.co)

Sejarah juga mencatat tragedi lain cerita yang sama mengenai amarah suporter dan gas air mata ketika Hearts of Oak menghadapi Assante Kotoko pada 9 Mei 2001 di Stadion Ohene Djan. Tradgedi ini menelan 126 jiwa. Dua risalah tadi dapat dipelajari jika budaya membaca ditingkatkan untuk menambah pemahaman mengenai sepakbola bagi pemangku kebijakan.

Setelah kejadian ini ramai dibicarakan, terkuak fakta baru jika PSSI dan Liga Indonesia Baru sebagai operator, menolak memajukan jadwal pertandingan. Padahal pertandingan besar di malam hari sangat riskan karena pengamanan dalam kondisi gelap membutuhkan lebih banyak perhatian.

Pertandingan Persib melawan Persebaya pada gelaran Piala Presiden, Jumat (17/6/2022) bisa jadi acuan. Penonton yang berdesakan tak mampu diselamatkan pihak keamanan, dua bobotoh tewas dalam peristiwa tersebut. Sejarah dilupakan dan kemanusiaan tak lebih berarti ketimbang hak siar.

Panpel yang inginkan uang membuat semuanya makin runyam. Kapasitas stadion yang mampu menampung 38 ribu penonton, dibebani dengan penjualan 42 ribu tiket, sebuah trik bisnis yang menginjak rivalitas sepakbola terlebih nurani.

Semua angka melayang ke udara tergantikan duka. Dampak psikologis bagi para penonton akan membekas. Orangtua sulit mengizinkan anaknya kembali ke tribun, seorang anak yang datang pada malam itu akan melihat stadion layaknya pemakaman, di masa mendatang mereka mungkin takut kembali ke sepakbola.

Nisan di Tribun Stadion Kanjuruhan (medcom.id)
Nisan di Tribun Stadion Kanjuruhan (medcom.id)

Setidaknya ucapan rasa takut telah terlontar dari Pernyataan Menteri Pemuda dan Olahraga RI, Zainudin Amali. Dia takut kan sanksi FIFA ditengah padatnya kompetisi yang akan digelar di dalam negeri, termasuk Piala Dunia U20.

Padahal dalam sejarahnya, lagi-lagi, tak ada sangsi FIFA yang turun karena buruknya kompetisi dalam negeri. Minimnya pengetahuan pemangku kebijakan dalam mengurusi sepakbola harus dibayar moralitas yang melemah di situasi duka.

Mental para pemain akan terdampak pada laga ini. Setidaknya bagi pemain asing yang baru merasakan kacaunya kompetisi dalam negeri seperti yang digambarkan Abel Camara kepada media Portugal Mais Futebol.

"Kami menampung orang-orang di dalam ruang ganti yang terkena gas air mata, dan meninggal tepat di depan kami. Kami memiliki sekitar tujuh atau delapan orang yang akhirnya meninggal dunia di ruang ganti."

"Ketika semuanya sudah lebih tenang, ada darah, sepatu kets, pakaian di seluruh aula stadion. Ketika kami meninggalkan bus, ada mobil sipil dan polisi yang terbakar," ujarnya.

Suporter yang sudah tersulut amarahnya karena kekalahan makin jengkel dengan perlakuan penegak keamanan. Mereka yang berhasil keluar dengan tenaga lebih banyak, menghancurkan fasilitas keamanan dan mengambil dua nyawa aparat sebagai tumbal.

Sementara suporter yang kelelahan, mencari tempat bersandar. Sementara lainnya, membopong korban yang terkulai tak berdaya. Seorang ayah berteriak, menangis histeris mendapati kematian dua anaknya yang diboyong ke tribun kematian, bersumpah mencari pelaku penembakan.

aksi lilin bonek (trends.tribunnews.com)
aksi lilin bonek (trends.tribunnews.com)

Dunia berduka atas tragedi yang sementara menelan korban jiwa ketiga terbanyak dalam sejarah sepakbola. Bonek yang ingin membuat konvoi penyambutan datangnya para pahlawan setelah mendapat tiga poin, mengurungkan niatnya.

Mereka membubarkan diri setelah mengetahui tragedi yang terjadi. Bonek yang bersinggungan langsung dengan sepakbola lebih paham tentang arti moralitas dan kemanusiaan ketimbang rivalitas, gengsi, dan keuntungan itu sendiri.

Penghormatan tak berheenti di sana, keesokan harinya mereka berkumpul mengenang korban yang berjatuhan. Rivalitas telah tenggelam di bawah batu nisan.

Sekitar 123 Aremania dan Aremanita yang tewas sudah berada di tribun baru dengan nama yang terpatri di tiap kursi. Mereka melantuntan chats tentang persatuan dan kesetiaan pada Arema di dunia indah tanpa rasa sakit, sesak nafas, dan kepungan gas air mata.

"Bersatu dalam jiwa bersatu dalam nyawa janji sumpah setia Arema selamanya,"  bunyi chants berjudul 'Arema Selamanya'.

Kini, tak perlu lagi mencari siapa yang salah sebab kursi stadion telah berganti nisan. Sudah terlambat untuk membaca semua risalah untuk menyelamatkan nama-nama korban yang tertera pada batu nisan.

Sepakbola jadi wisata baru diakhir pekan untuk para korban, sebuah perjalanan menuju keharibaan. Mereka terus bernyanyi, menabuh gendang, sambil menunggu kedatangan keluarganya dan saudara Aremania serta  Aremanita lain di sisiNya.

Panjang umur kemanusiaan, panjang umur persaudaraan. Salam satu jiwa, Aremania.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun