Para suami turut dilibatkan dalam ekosistem keuangan sebagai pencari bahan baku serta pendistribusian kerajinan. Kegiatan para lelaki bahkan diberi upah oleh mereka.
"Di Nabire masyarakat di sana menggunakan kulit kayu, ini beneran dianyam bukan dipilin. Keterampilan sudah ada turun temurun, bukan sesuatu yang dipaksakan. Kedua bahan baku sudah ada. Kita juga melestarikan pohonnya. Jadi kami melihat menganyam bukan hanya melestarikan budaya tapi insentif ekonomi, " Ujarnya.
Secara tersirat pergeseran nilai dan kebudayaan di Indonesia tak tercipta hanya dari westernisasi tapi juga kealpaan masyarakat untuk mengenal lebih dekat budayanya sendiri. Globalisasi yang terjadi harusnya dipakai sebagai panggung bergengsi menampilkan keunikan bangsa pada dunia.
Melalui jangkauan teknologi yang makin lumrah digunakan masyarakat awam khususnya anak muda, kita bisa jadi agen perubahan dalam memperkenalkan budaya lokal. Nilainya yang beraneka ragam dari berbagai suku, menjadi modal mengenal identitas bangsa yang bernafaskan Bhinneka Tunggal Ika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H