Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Manchester United dan Pemain ke 13 Bernama Dewi Fortuna

24 Oktober 2021   13:25 Diperbarui: 24 Oktober 2021   13:27 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.vbetnews.com

Tiap pertandingan di 3 musim belakangan jadi ujian bagi para fan Manchester United. Mereka tak kuasa menenangkan jantungnya yang berdetak kencang mengetahui waktu peniupan peluit pertama tanda pertandingan dimulai makin dekat. 

Mungkin pelatih United, Ole Gunnar Solskjaer dan dewan direksi yang ada dibalik layar Manchester United, memang bertujuan melakukannya. Bukan karena rentetan kemenangan, tarian indah para pemain, maupun taktik tak masuk akal yang dihadirkan pelatih untuk merengkuh kemenangan seperti era Sir Alex Ferguson, tapi kebalikannya. 

Bisakah permainan bagus ditampilkan, mampukah para pemain bekerja sebagai tim, adakah taktik baru untuk membongkar pertahanan lawan, serta hasil pertandingan. Kalah, seri, atau menang. Begitulah kegundahan fan MU saat ini. United yang dulu miliki filosofi menyerang bak orang kesetanan kini layaknya pesakitan. 

Pertandingan terakhir menjadi bukti bagaimana debar jantung para fan MU dipermainkan oleh pemain dan stafnya sendiri. Aura frustasi, marah, dan tak percaya terpancar dari sorot mata para penonton di tribun yang menatap dingin para pemain MU. 

Tatapan mereka amat gamblang sampai para pemain yang berjalan menuju ruang ganti dengan mudah menafsirkannya. Balasan paling umum para pemain MU untuk menjawab sorot mata tajam fan di tribun hanyalah tertunduk lesu. 

Bertanding di Old Trafford pada (21/10/2021) United sudah tertinggal 0-2 dari tamunya asal Italia, Atalanta. Beruntung babak kedua berjalan lebih baik, sang pelatih Ole Gunnar Solskjaer berani bermain lebih menyerang dengan memasukan nama seperti Paul Pogba dan Edison Cavani untuk menambah dimensi serangan. 

Beruntung keputusan ole kali ini tepat. Dewi Fortuna memihak tuan rumah pada malam itu, Setan Merah berhasil membalikan keadaan menjadi 3-2 berkat gol dari Marcus Rashford, Harry Maguire, dan Cristiano Ronaldo. Tatapan disertai sorakan kekecewaan, makian, hingga seruan Ole out yang tadinya menggema kala tim berjalan ke lorong ganti di tengah babak pertama, berubah menjadi pujian dan nyanyian merdu para penonton untuk beberapa pemain dan sang pelatih. 

Menonton pertandingan MU di bawah kepemimpinan Ole layaknya menyaksikan film dongeng anak yang menampilkan banyak keberuntungan dan keajaiban. Setan Merah tidak kesetanan lagi dalam bermain. Beberapa individu kurang mempuni menjalani perannya dalam tim. Minimnya variasi serangan dan taktik dari sang pelatih menambah berat perjalanan mereka merebut trofi di akhir musim. 

Thomas Alva Edison pernah berkata "Unfortunately, there seems to be far more opportunity out there than ability. We should remember that good fortune often happens when opportunity meets with preparation"

"Sayangnya, tampaknya ada lebih banyak peluang di luar sana dari pada kemampuan. Kita harus ingat bahwa nasib baik sering terjadi ketika kesempatan bertemu dengan persiapan."

Perkataan ini jelas sekali diucapkan oleh sang penemu. Sebagai lakon dalam kehidupan, manusia hanya bisa memberi yang terbaik sambil menunggu kesempatan datang. Tujuannya ketika saat itu tiba, kita mampu memanfaatkannya menjadi nasib baik. 

Namun yang terjadi di MU tidaklah menggambarkan hal itu. Walau pemain hebat datang, kejayaan United tak kunjung membentang. Sang pelatih juga tak belajar dari berbagai kesalahannya dalam merancang strategi dan meramu komposisi pemain. 

Kondisi ini makin diperparah dengan dewan direksi klub yang masih membiarkan kondisi tersebut terjadi walau desakan memecat Ole sudah menggema selama ia menukangi tim. Para pembesar Setan Merah merasa perjalanan sang pelatih mirip dengan Ferguson sebelum jadi pelatih legenda Red Devil. Babak belur di awal dan mendapat untung besar di akhir. Mereka harusnya ingat perjalanan seseorang tidaklah sama, apalagi sekarang banyak pelatih top dunia sedang menganggur. 

Kegagalan taktik MU tidak hanya masalah membobol gawang lawan apalagi ketika menghadapi tim dengan garis pertahanan rendah. Setan Merah juga kewalahan dalam menjaga gawangnya tetap aman. 

Beberapa kali gawang MU harus kebobolan dengan cara sederhana. Kesalahan sendiri yang dibuat oleh pemain di garis pertahanan menambah bencana bagi United. Mereka seakan lupa cara bertahan walau telah memiliki deretan nama besar di sana. 

Para fan dan pandit sepak bola kerap menyalahkan beberapa individu dalam skuat, kita lupa bila sepak bola adalah permainan kolektif yang dimainkan oleh 11 orang. Kolektifitas ini yang tidak ada dalam tim Setan Merah, ketika menjaga pertahanan maupun menyerang. 

Pada pertandingan Liga Champions tersebut, ada analisis sederhana yang bisa menggambarkan minimnya etos kerja The Red Devil sebagai sebuah tim solid. Tak ada satupun pemain yang memperhatikan overlap Davide Zappacosta sehingga leluasa mengirimkan umpan terukur ke Mario Pasalic dan berbuah goal pertama. 

Kesatuan sebagai tim dalam menyerang sama buruknya. Ole merupakan tipikal pelatih yang memberi kebebasan pemainnya untuk berkreasi memecah kebuntuan. Apalagi materi lini tengah United mendukung hal ini dengan kehadiran Paul Pogba dan Bruno Fernandes.

Namun kebebasan yang berlebihan, tidak bijaksana diterapkan bagi Setan Merah. Para pemain menjadi terlalu bebas bergerak sehingga pola serangan United tidak jelas. Kemistri antar pemain yang belum terbangun menyebabkan disorganisasi dalam membangun serangan terjadi. Kadang kala barisan serangan United terlihat menumpuk di satu titik atau membentuk pola sejajar di depan garis pertahanan lawan. 

Tak jarang lini tengah atau overlap dari lini belakang kebingungan mencari teman yang bebas di barisan penyerangan. Akhirnya serangan MU mudah dipatahkan dan berbuah jadi ancaman bagi lini belakang melalui skema serangan balik lawan. 

Kolektifitas permainan yang kini amat dijunjung tinggi oleh tim elit modern tidak terlihat. Ole sangat senang memanfaatkan keterampilan individu pemain dalam mengolah bola dan menciptakan peluang. Sayang para pemain belum dewasa memanfaatkan hal tersebut. Kebanyakan dari mereka menjadi egois ketika memegang bola. 

Setelah pertandingan mendebarkan itu usai, Solskjaer melalui situs resmi klub berujar "Kami memiliki pemain yang berlari dan pemain dengan kualitas memainkan umpan terakhir. Kemudian kami tertinggal 0-2 dari dua peluang," ungkap Solskjaer.

"Sulit dan saya hampir tidak mengerti bagaimana itu terjadi. Bang, bang, kami tertinggal 0-2 tetapi kami terus tetap percaya dan itu kuncinya."

Di atas kertas materi pemain United jauh diatas Atalanta tapi ketinggalan 2 goal di babak pertama sepertinya sukar diterima. Mantan pemain legendaris itu membeberkan bahwa timmya menang dengan rasa percaya diri mampu memenangkan laga. Namun seperti kata Thomas Alfa Edison tadi, nasib baik tidak datang begitu saja. 

Setidaknya jika MU mampu membenahi kekurangan tim, mereka tidak perlu kebobolan 2 goal di babak pertama. Sehingga fan tak perlu menikmati senam jantung ketika menyaksikan tim idolanya berlaga pada malam itu. 

Hasil pertandingan dalam sepak bola memang tak ada yang pasti, kita hanya berspekulasi. Namun kemenangan bisa dipastikan datang melalui kerja keras seluruh elemen, sisi taktikal tim, aspek pemain, sambil menunggu keberuntungan dan keajaiban itu datang bukan hanya bargantung pada dua hal terakhir seperti yang sering dialami MU di bawah asuhan Ole. 

Klub sebesar United tak seharusnya mengarungi arus kompetisi hanya bermodalkan kepercayaan diri, keberuntungan, dan keajaiban. Akhir pekan nanti (24/10/2021) MU akan menghadapi lawan berat yakni Liverpool dalam ajang Liga Inggris di kandang sendiri. 

Masihkah mereka bermain dengan Dewi Fortuna sebagai pemain ke 13 atau sang dewi keberuntungan lelah menaungi klub bebal yang tak mau belajar dari kesalahan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun