Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mempersoalkan Keberpihakan Media, Sama Saja Bertanya Kapan Kiamat Tiba!

10 Oktober 2016   17:28 Diperbarui: 10 Oktober 2016   19:36 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: mesaenimerosis.blogspot.com

Admin Kompasiana juga begitu. Mereka memiliki pasangan calon dukungannya. Seobjektifnya seorang manusia, pastilah dia bisa memihak, karena mereka punya otak dan hati nurani yang menentukan pilihannya. Pilihan dalam memilih artikel pilihan maupun headline pun begitu dalam memilih pasangan calon. Sedikit banyak sikapnya sebagai seorang masyarakat biasa yang memiliki hak suaranya sendiri pasti mempengaruhi tulisan maupun penilaiannya untuk sebuah artikel yang masuk.

Jadi, keberpihakan dalam sebuah artikel maupun berita lumrah adanya. Pada dasarnya manusia hidup dalam pusaran keberpihakan dalam memilih dan memilah. Apalagi dalam sistem demokrasi. Keberpihakan itu nyata adanya dan tak bisa ditampik. Anda sebagai orang tua maupun pelajar adalah orang yang berpihak.

Orangtua akan bekerja untuk memberi nafkah pada anaknya. Bahkan, penjahat saja sering menjadikan keluarga untuk memotivasinya dalam melakukan aksi kejahatan. Pelajar juga begitu, mereka punya motif apapun untuk mencapai kelulusan. Baik untuk orangtuanya atau mendapatkan iming-iming yang di berikan orangtuanya maupun kesadaran bahwa pendidikan itu amat penting.

Sumber Gambar: mesaenimerosis.blogspot.com
Sumber Gambar: mesaenimerosis.blogspot.com
Layaknya hari kiamat, kita sebagai manusia hanya bisa menerkanya tanpa bisa mendeteksi adanya keberpihakan itu sendiri. Keberpihakan hanya dapat diketahui oleh manusia itu sendiri dan Tuhan.

Namun keberpihakan itu ada dua, keberpihakan untuk diri sendiri maupun untuk kepentingan banyak orang. Tergantung bagaimana manusia itu menyikapinya, dalam hal ini admin Kompasiana. Apakah keberpihakannya mengganjar sebuah artikel sebagai pilihan maupun headline. Itu semua hanya Tuhan dan dia yang tau.

Saya ingin menulis kutipan tulisan dari Bapak Jakob Oetama dalam bukunya Pers Indonesia Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus. Kutipan ini saya rasa asyik sebagai pengingat untuk kita menyikapi ketidak tulusan yang terjadi dalam pemberitaan media massa, dalam hal ini produk pers.

Karena hal terbaik untuk menyikapi keberpihakan adalah dengan membaca, belajar, dan terus meng-update informasi. Paling penting di antara itu semua adalah jangan hanya mempercayai satu produk pers saja, namun lihatlah produk lain dari bermacam gaya pembahasan dan isu yang di hembuskan.

Berikut kutipan dari Bapak Jacob

"Kemerdekaan pers sebagai bagian termasuk perangkat demokrasi tidak menghapuskan ketidak tulusan. Tetapi ketidak tulusan lebih mudah dideteksi dalam masyarakat yang terbuka. Lagi-lagi orang harus belajar hidup dan berkomunikasi dalam kondisi baru"

KA Pasar Minggu - Palmerah

Jakarta, 5 Oktober 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun