Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Suporter, Propagandis yang Humanis

24 Agustus 2016   22:01 Diperbarui: 25 Agustus 2016   10:46 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggapan bahwa sepakbola melulu soal uang, mungkin benar adanya jika kita melihat fakta yang ada di Eropa kini. Sepak bola selalu menghadirkan angka fantastis dalam memanjakan para pemainnya.

Tengok saja Manchester United, klub kaya raya asal Inggris tersebut berani menebus Paul Pogba berumur 23 tahun dengan harga fantastis yaitu sekitar 1,6 T rupiah. Angka tersebut menobatkan Pogba sebagai pemain termahal dunia yang sebelumnya dipegang oleh Gareth Bale ketika dibeli Real Madrid dari Tottenham.

Tapi anggapan itu salah jika menengok ke suporter, apa suporter itu melulu datang ke stadion karena alasan uang? Tidak! Sehingga saya katakan diatas bahwa sepakbola tidak selalu berbicara soal uang. Suporter merupakan bagian integral dari sepak bola. Mungkin bagi para pemilik klub, suporter merupakan investasi terbesarnya. Dengan adanya suporter yang datang ke lapangan maka mereka mendapatkan pemasukan dari tiket masuk. Suporter juga berkontribusi besar dalam penjualan merchandise dan jersey.

Bagi para pemain, suporter merupakan penyemangat mereka selain keluarga tentunya. Saking pentingnya peran suporter yang satu ini, suporter dijuluki sebagai pemain ke dua belas. Bahkan ada beberapa klub yang tidak memberikan nomor punggung 12 ke pemainnya, karena nomor tersebut dikhususkan untuk suporter, seperti Klub Ibu Kota, Persija Jakarta.

Seorang suporter mampu menjadi propagandis –merujuk penamaan seorang yang melakukan propaganda— dengan yel-yel, koreografi, ataupun poster dan banner yang mereka bawa ke stadion. Atas loyalitasnya, tak jarang para pemain memberikan penghormatan tinggi bagi suporter yang selalu mendukungnya.

Contohnya banyak, tidak usah bicara pemain bola Eropa yang pemberitaannya selalu di gembar-gemborkan oleh media di Indonesia, tengok saja Persija. Ketika seorang suporternya meregang nyawa akibat keberutalan oknum kepolisian, para pemain yang diwakili oleh pengurus klub dan beberapa pemain seperti Ismed Sofyan dan Ramdani Lestaluhu datang ke rumah duka.

Sumber Gambar: kabaranmedia.com
Sumber Gambar: kabaranmedia.com
Walau kedatangannya tak bisa mengembalikan nyawa mendiang Fahreza, tapi mereka mencoba membalas loyalitas salah satu suporternya dengan menyemangati keluarga yang ditinggalkan. Sama seperti Fahreza menyemangati para pemain Persija dilapangan walaupun Persija terus dirundung masalah internal.

Meskipun kasus tewasnya seorang The Jak Mania, sebutan untuk suporter Persija, menjadi misteri karena hingga kini belum ada yang dijadikan tersangka, tapi itulah sepak bola yang tidak melulu berbicara soal uang.

Apakah Anda pernah merasakan getaran hati yang begitu nyata selain melihat kelahiran jabang bayi atau saat melakukan prosesi berhaji bagi Kaum Muslimin? Saya rasa Anda harus datang ke stadion. Tak usah datang ke stadion Eropa yang memiliki kapasitas bejubel dan tidak semua orang mempunyai kesempatan berkunjung ke Eropa, datang lah ke "Kandang Kita Sendiri" Gelora Bung Karno dan menikmati sensasi lautan merahnya.

Gelora Bung Karno merupakan stadion yang resmi digunakan tanggal 24 Agustus 1962. Stadion ini dulunya berkapasitas 100.000 kursi penonton tapi sekarang menyusut menjadi 80.000. Bayangkan saja ribuan suara yang bernyanyi dalam satu nada, sangat mengharukan Bung!

Nikmatilah setiap moment menjadi suporter, mulai dari sulitnya mendapatkan tiket, berjalan kaki menuju stadion, berkutak dengan pengamanan yang ketat, kucing-kucingan dengan aparat jika ingin memasukan banner yang provokatif kedalam stadion, hingga akhirnya Anda menangis karena merasakan getaran ketika menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Bernyanyi lagu kebangsaan dengan puluhan ribu orang bukan main rasanya.

Pengalaman itu pernah saya alami sendiri. Memasuki kompleks olahraga GBK sangat sulit ketika ada event sepak bola, karena puluhan ribu masuk menuju satu titik. Parkiran dimanapun penuh dan macet mengular disekitaran kompleks olah raga di bilangan Senayan itu.

Beruntung pada waktu itu saya dan 12 orang rekan saya sudah membeli tiket dari seorang rekan yang kenal dengan penjual tiketnya sehingga kami dengan mudah memesan tiket pertandingan timnas U-19 tapi saya tidak ingat siapa lawannya.

Kami semua berjalan menyusuri pohon-pohon di kompleks stadion sepak bola Gelora Bung Karno menuju pintu masuk stadion, sambil melihat-lihat barang-barang yang dijajakan oleh penjual di sisi jalanan. Sesekali kami memperhatikan angka yang tertera di pintu masuk lorong stadion karena kami ingin masuk di tribun 19-20.

Sumber Gambar: Detik
Sumber Gambar: Detik
Banner dengan panjang 7 meter dengan lebar 1,5 meter dengan tulisan "We Still Here Indonesia" harus kami simpan hati-hati karena aparat alergi terhadap banner. Termasuk banner kecil yang ada di tangan saya, jika Anda melifat foto yang dijepret oleh fotografer detik.

Semuanya sudah kami persiapkan dengan rapih sehingga semuanya lolos termasuk gagang yang berada di kedua sisi banner kecil bertuliskan "Kami Rindu Juara" itu sangat dilarang, termasuk juga smoke bomb di tangan rekan saya yang berwarna oranye. Semuanya sudah kami perhitungkan, korek karena kami semua perokok, kami sisipkan di bawah kaki, banner kami sisipkan ke dalam sela gerbang menuju tribun, bagaimana dengan gagang dan smoke bomb? Masukan saja ke celana.

Beruntung lah saya saat itu membawa jaket, karena baju yang saya kenakan ini merupakan baju yang sangat menyindir aparat. Baju berwarna hitam dengan logo A.C.A.B merupakan simbol saya yang sudah muak dengan arogansi dan kesewenang-wenangan aparat yang terjadi. Tidak hanya dalam kerusuhan dan membubarkan masa, tetapi ketika berada di jalanan. Terkadang ada oknum yang mau di suap dan bertingkah ugal-ugalan dengan memasuki Busway.

Ketika masuk, atribut tadi langsung kami jembreng untuk memberikan tambahan motivasi ke pemain. Kemudian datanglah para pemain yang akan melakoni laga. Sebelumnya mereka akan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Lagu yang selalu membuat kami berdua belas menitihkan air mata. Ada semacam irama dan tak bisa digambarkan dengan sebuah kata indah sekalipun.

Atribut yang kami bawa merupakan cara propaganda yang kami lakukan untuk menambah semangat para pemain dilapangan. Saya yang mengenakan celana abu-abu dan sepatu abu-abu di foto itu berdiri diatas besi pembatas.

Hal itu merupakan sebuah anugerah sekaligus masalah. Tak jarang polisi harus menurunkan kami, tapi saya tak ingin melewatkan kesempatan tersebut. Berdiri diatas pembatas itu mengasikan.

Karena saya bisa mempersatukan satu sektor tribun dengan keinginan saya, mengajak mereka bernyanyi dan membuat koreo ombak misalnya. Semua itu saya lakukan untuk menyemangati pemain, bukan karena uang, tapi karena saya suporter dan memberikan semangat dengan pendekatan yang humanis.

Biasanya, apa yang dibawa kedalam stadion merupakan cara propaganda dengan keresahan hati yang mendera. Banner kecil yang bertuliskan "Kami Rindu Juara" merupakan representasi dari prestasi Tim Nasional Indonesia yang minim prestasi.

Beda di Indonesia, beda pula keresahan di belahan dunia yang lain. Tengoklah sahabat holigan dari Klub Celtic, Skotlandia, mereka melakukan propaganda menuntut kebebasan Palestina dari Zionis Israel ketika klubnya bersua dengan wakil Israel, Hapoel Be'er Sheva. Aksi tersebut bukan aksi yang pertama dilakukan oleh fans Celtic, pasalnya pada bulan Juli 2014, mereka juga mengibarkan bendera Palestine ketika klubnya menghadapi wakil israel lainnya, KR Reykjavik.

Itu adalah propaganda yang humanis dengan membentangkan bendera Palestina tanpa ada kekerasan sedikitpun. Mereka melakukan ini semata-mata untuk memberikan dukungan moril untuk warga palestina yang merasakan dampak dari perang kedua negara tersebut.

Bukan hanya suporter, bintang asal Portugal, Cristiano Ronaldo merupakan pemain yang selalu mendukung warga Palestina. Dia rela menjual penghargaan pemain dunia terbaiknya untuk dilelang dan semua hasil lelang tersebut diperuntukan untuk pengungsi Palestina.

Seperti yang dikatan oleh Zen R.S dalam bukunya berjudul “Simulakra Sepakbola” Sepak bola tidak bisa lagi dinikmati secara utuh karena keutuhan sepakbola terdapat di stadion tempat berlangsungnya pertandingan. Sementara para penonton di rumah menikmati apa yang disebut “simulakra”. Simulakra adalah medium tempat simulasi itu disebarkan. Contoh terbaiknya adalah sepak bola Eropa.

Sepak bola Eropa disebarkan melalui media TV maupun internet, TV dan internet adalah bentuk simularka karena TV yang menyebarkan simulasi pertandingan. Simulasi itu sendiri adalah gambar yang diambil oleh para juru camera di lapangan. Hipperealitas adalah simulasi lebih lanjut, karena Hipperealitas mampu menampilkan sesuatu yang detil, seperti rumput yang berterbangan akibat tersapu oleh pul pemain, teriakan De Gea ketika memerintahkan barisan pertahanannya menjaga lawan, maupun adegan jenaka Pelatih Jerman, Joachim Loew saat menggaruk kemaluan di tempat duduk pemain.

Sumber Gambar: @indiebookcorner
Sumber Gambar: @indiebookcorner
Simularka dan Hipperealitas membentuk sebuah tatanan baru dalam sepak bola, yaitu semakin memberikan situasi yang detil kepada sosok pemain di lapangan. Dari sana tercipta keasikan tersendiri dalam menonton sepak bola.

Keasikan tersebut membuat mata para penonton sepak bola di rumah tak bisa berpaling memandangi layar TV ataupun perangkat streaming seperti komputer, laptop, maupun telephone pintar. Sehingga memunculkan gairah menonton sepak bola semakin tinggi.

Dengan kemajuan teknologi tersebut, pecinta sepak bola akan semakin banyak merujuk sifat utama dari media massa yaitu tersebar tanpa batasan ruang dan waktu di waktu yang bersamaan. Tak ayal bila seorang petinggi organisasi menonton setiap laga tim yang dia idolakan.

Dari kemajuan teknologi di bidang sepak bola membuat makna propaganda yang humanis olah suporter mampu di tangkap semua mata yang menonton pertandingan termasuk pemimpin sebuah organisasi yang di kritik atau didukungnya.

Maka propaganda itu mampu ditangkap dan diimplementasikan nantinya oleh para pemangku kebijakan atau organisasi yang di kritik maupun didukung oleh para suporter. Semoga, pesan pada banner kecl yang saya pegang, serta gerakan membebaskan Negara Palestina dari panjajahan oleh zionis Israel bisa ditindak lanjuti oleh para pemangku kebijakan.

Semoga keasikan menonton sepak bola semakin berkobar seperti kata Zen dalam bukunya “Jika pornografi mulai dianggap lebih sensual dari seks, maka bisakah tayangan sepak bola kini dianggap lebih sporty dari sepak bola itu sendiri?”.

Tak lupa saya ucapkan dirgahayu untuk Stadion Utama Gelora Bung Karno semoga namamu tetap besar seperti nama tokoh yang kau sandang...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun