Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Suporter, Propagandis yang Humanis

24 Agustus 2016   22:01 Diperbarui: 25 Agustus 2016   10:46 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beda di Indonesia, beda pula keresahan di belahan dunia yang lain. Tengoklah sahabat holigan dari Klub Celtic, Skotlandia, mereka melakukan propaganda menuntut kebebasan Palestina dari Zionis Israel ketika klubnya bersua dengan wakil Israel, Hapoel Be'er Sheva. Aksi tersebut bukan aksi yang pertama dilakukan oleh fans Celtic, pasalnya pada bulan Juli 2014, mereka juga mengibarkan bendera Palestine ketika klubnya menghadapi wakil israel lainnya, KR Reykjavik.

Itu adalah propaganda yang humanis dengan membentangkan bendera Palestina tanpa ada kekerasan sedikitpun. Mereka melakukan ini semata-mata untuk memberikan dukungan moril untuk warga palestina yang merasakan dampak dari perang kedua negara tersebut.

Bukan hanya suporter, bintang asal Portugal, Cristiano Ronaldo merupakan pemain yang selalu mendukung warga Palestina. Dia rela menjual penghargaan pemain dunia terbaiknya untuk dilelang dan semua hasil lelang tersebut diperuntukan untuk pengungsi Palestina.

Seperti yang dikatan oleh Zen R.S dalam bukunya berjudul “Simulakra Sepakbola” Sepak bola tidak bisa lagi dinikmati secara utuh karena keutuhan sepakbola terdapat di stadion tempat berlangsungnya pertandingan. Sementara para penonton di rumah menikmati apa yang disebut “simulakra”. Simulakra adalah medium tempat simulasi itu disebarkan. Contoh terbaiknya adalah sepak bola Eropa.

Sepak bola Eropa disebarkan melalui media TV maupun internet, TV dan internet adalah bentuk simularka karena TV yang menyebarkan simulasi pertandingan. Simulasi itu sendiri adalah gambar yang diambil oleh para juru camera di lapangan. Hipperealitas adalah simulasi lebih lanjut, karena Hipperealitas mampu menampilkan sesuatu yang detil, seperti rumput yang berterbangan akibat tersapu oleh pul pemain, teriakan De Gea ketika memerintahkan barisan pertahanannya menjaga lawan, maupun adegan jenaka Pelatih Jerman, Joachim Loew saat menggaruk kemaluan di tempat duduk pemain.

Sumber Gambar: @indiebookcorner
Sumber Gambar: @indiebookcorner
Simularka dan Hipperealitas membentuk sebuah tatanan baru dalam sepak bola, yaitu semakin memberikan situasi yang detil kepada sosok pemain di lapangan. Dari sana tercipta keasikan tersendiri dalam menonton sepak bola.

Keasikan tersebut membuat mata para penonton sepak bola di rumah tak bisa berpaling memandangi layar TV ataupun perangkat streaming seperti komputer, laptop, maupun telephone pintar. Sehingga memunculkan gairah menonton sepak bola semakin tinggi.

Dengan kemajuan teknologi tersebut, pecinta sepak bola akan semakin banyak merujuk sifat utama dari media massa yaitu tersebar tanpa batasan ruang dan waktu di waktu yang bersamaan. Tak ayal bila seorang petinggi organisasi menonton setiap laga tim yang dia idolakan.

Dari kemajuan teknologi di bidang sepak bola membuat makna propaganda yang humanis olah suporter mampu di tangkap semua mata yang menonton pertandingan termasuk pemimpin sebuah organisasi yang di kritik atau didukungnya.

Maka propaganda itu mampu ditangkap dan diimplementasikan nantinya oleh para pemangku kebijakan atau organisasi yang di kritik maupun didukung oleh para suporter. Semoga, pesan pada banner kecl yang saya pegang, serta gerakan membebaskan Negara Palestina dari panjajahan oleh zionis Israel bisa ditindak lanjuti oleh para pemangku kebijakan.

Semoga keasikan menonton sepak bola semakin berkobar seperti kata Zen dalam bukunya “Jika pornografi mulai dianggap lebih sensual dari seks, maka bisakah tayangan sepak bola kini dianggap lebih sporty dari sepak bola itu sendiri?”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun