Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Eksotisme Gereja Merah Probolinggo di Usia ke-157

20 Oktober 2019   06:25 Diperbarui: 20 Oktober 2019   18:06 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Itu pak, sebelah kanan," katanya terdengar antusias, sambil kaki terus mengayuh.

10-5dab5eef097f3617b83b15b4.jpg
10-5dab5eef097f3617b83b15b4.jpg
Mataku menyusuri gelap dini hari. Memincingkan pandang. Dan samar terlihat Gereja Merah. Agak menjorok ke dalam pada halaman yang cukup luas. Sepertinya ada pohon yang cukup besar di depannya.

Setelah check-in di penginapan, alarm kuaktifkan dua kali. Pada pukul 05.45 dan pukul 06.00. Untuk memastikan pagi tidak berlalu begitu saja, bahkan oleh serangan kantuk setelah perjalanan selama 8,5 jam dari Kota Yogyakarta. Rasanya tidak sabar menanti pagi, dan mengunjungi gadis molek di balik pagar pembatas.

Munari kujumpai di simpang Jalan Diponegoro paginya, di dekat sekolah berasrama. Munari adalah pengayuh becak yang lain. Berusia sekitar 60 tahun dan masih nampak sehat. Ia mencari penumpang mulai dari pukul 06 sampai siang pukul 12-an. Munari kuminta membantu mengantar ke Gereja Merah.

Dokpri
Dokpri
Menyusuri ruas Jalan Diponegoro, kami berpapasan dengan barisan anak-anak yang dibimbing guru dan seorang biarawati. Sepertinya mereka berjalan-jalan bersama menyusuri jalan di Kota Probolinggo yang terasa lengang. Dari atas becak kuanggukkan kepala pada biarawati yang tersenyum ramah.

Setelah Munari memarkir becak, lalu kudekati gerbang Gereja Merah. Meminta ijin untuk mengambil foto pada penjaga yang terlihat sedang menanam bunga di tanah dekat pagar.

"Bapak dari mana?" tanya penjaga gereja yang belakangan kuketahui bernama Marhaen Tololio setelah berkenalan.

Waktu belum menunjukkan pukul 07.00 pagi. Kesempatan yang bagus untuk mengambil foto. Nanti, pada siangnya, Gereja Merah akan sudah kukunjungi lagi.

Nunik, petugas sekretariat Gereja menyambut ramah. Setelah mengisi buku tamu lalu kumohon ijin untuk boleh memasuki ruang gereja.

"Baik, pak. Sebentar dibantu kuncinya. Bapak nanti boleh masuk melalui pintu ruang pastori," kata Nunik.

Ruang pastori adalah ruang khusus untuk pendeta dan petugas lain bersiap sebelum ibadah. Tidak lama Marhaen datang sambil menunjukkan sebuah kunci besar. Kunci pintu ruang pastori. Kalau dihitung kunci itu sudah berusia 157 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun