Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Filsuf Sir Didi Kempot

7 September 2019   22:12 Diperbarui: 9 September 2019   17:12 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian ini mirip seperti lagu lain tentang Sri, yang pamit hanya untuk membeli terasi di warung sebelah tetapi tidak kunjung tiba kembali. Lalu hanya teriakan sendu merayu: Ndang balio, Sri! Lekaslah pulang, Sri!

Begitulah. Dalam seretan definisi kaya-miskin dalam ekonomi modern, toh sebenarnya tidak ada yang berubah di dunia ini. Bila menengok Suku Badui Dalam, misalnya, mereka terasa lebih kaya dari belahan dunia kapitalistik. Baik penjajahan kepada para pekerja, atau penjajahan industri kepada para buruhnya yang dalam situasi tertentu disetarakan dengan mesin produksi.

Dan lalu narasi Sir Didi seperti persembunyian yang ugahari dalam tekanan ekonomi modern yang hanya berhasil membuat definisi kemiskinan menjadi terus menguat. Maka, dalam narasi-narasi Sir Didi, hal yang dulu tidak mungkin sekarang menjadi mungkin. Yang dulu jatuh cinta dulu baru patah hati, sekarang dapat patah hati dulu dan jatuh cinta kemudian.

Sungguh, Sir Didi adalah seorang filsuf!

| Magelang | 7 September 2019 | 10.01 |

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun