Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Petani Setelah Bekerja Keras, Kemana THR Diusahakan?

2 Juli 2016   11:17 Diperbarui: 2 Juli 2016   20:30 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin Berisi, Semakin Merunduk

Pada buku penuntun kehidupan tertulis, barang siapa yang sudah siap membajak sawah dan menengok ke belakang ia tidak layak memikul tanggung-jawab itu. Membajak sawah harus dilakukan dengan sangat fokus. Sekali tidak berkonsentrasi maka hasil membajak tidak akan baik. Bahkan dikatakan bila sudah memegang bajak, maka tidak boleh ada pikiran lain yang dipikirkan kecuali hanya membajak sawah, bila tidak ingin hasil membajaknya menjadi tidak beraturan. Bajak

Kesungguhan menjadi kata kunci dalam bertani. Hasil panen adalah keluaran dari keseluruhan proses yang dilakukan. Seperti dalam pertandingan sepakbola, konsentrasi yang dilakukan mulai dari menit awal sampai pada menit akhir. Gagal berkonsentrasi pada menit akhir dapat berakibat gawang kebobolan dan tidak dapat membalas karena tidak ada kesempatan. Gatot, gagal-total. Kerja-keras yang sia-sia. Malas menjaga dari serangan burung pipit dapat menghilangkan kesempatan memiliki panenan yang ditunggu.

Seluruh kerja keras dan kesungguhan yang menghadirkan pengalaman-pengalaman meneguhkan kemudian dirangkum menjadi “Ilmu Padi’. Semakin berisi semakin menunduk. Sebuah catatan perjalanan berproses. Sebuah peneguhan dalam menjalani sesuatu. Bahwa setelah seluruh kerja keras dan konsentrasi panjang tentap harus rendah hari. Tidak boleh jumawa, dan besar kepala. Gundhul Pacul

Harga Komoditi, Pertaruhan Tanpa Jaminan

Tentu kami hanya salah satu dari jutaan keluarga petani. Yang setelah bekerja keras di sawah dan huma, kemudian mempertaruhkan kerja-keras kami dengan ketidak-menentuan harga komoditi. Yang ketika panenan dimiliki, harga komoditi biasanya terjun bebas ke dasar jurang. Petani masih saja belum berhasil menentukan nasibnya sendiri. Wadah koperasi yang digadang dapat menjadi basis yang kuat bagi terbentuknya daya-tawar untuk menghargai kerja-keras semakin kurang menggema Koperasi. Sering kalah dengan para tengkulak dan spekulan.

Beberapa waktu yang lalu, sering petani tomat membiarkan tomat yang sudah dipanen dibiarkan busuk karena harga jual yang sangat tidak pantas. Untuk mengembalikan modal kerja saja tidak mencukupi. Kerja keras yang sudah dilakukan dengan peluh yang terkucur menjadi nyaris tanpa makna.

www.pupukkaltim.com
www.pupukkaltim.com
Pemerintah (baca: Departemen Pertanian) yang diharapkan menjadi katalisator dan regulator pertanian seringkali hanya menjadi petugas administrasi dan agen-distributor pupuk bersubsidi. Tahap penentuan harga jual yang diharapkan menjadi puncak proses perjalanan kerap-kali malah menjadi ironi yang mengiris hati. Duduk-diam-merenungi tanpa mengetahui apa yang dapat diperbuat. Ruang berpendapat tidak ada. Pendengar keluhan entah ada di mana.

Jalan Panjang

Sebagai anak yang terlahir di keluarga petani dan menghabiskan masa kecil di pematang sawah, tidak dapat untuk tidak terpikir tentang situasi para petani ketika berita tentang THR mengemuka pada setiap menjelang puasa dan Idul Fitri. Ketika harga kebutuhan membumbung. Ketika kaum pekerja di perkotaan yang sebagian sudah mapan sedang sibuk mempersiapkan kepulangan ke kampung halaman. Sementara dengan mobil sewaan supaya cukup mentereng. Sementara dengan pakaian dan dandanan yang mencolok. Sementara sudah menyiapkan perhiasan yang akan dipakai di kampung halaman.

Mungkin sebagian petani masih memakai sarung yang dipakai pada lebaran tahun lalu. Mungkin sempat membelikan anak-anaknya baju baru, sementara dirinya cukup dengan pakaian yang tersimpan di sudut lemari di petak kamar tidurnya. Situasi sudah berubah. Bila dulu menyiapkan kue-kue lebaran sesuai kemampuan asal tidak berhutang, sekarang kalau bisa berhutang dulu. Penyelesian dipikirkan kemudian. Bila para pekerja di perkotaan sudah mengantongi sejumlah THR, mungkin para petani harus tetap puas dengan semua yang diusahakan. Meskipun hasil penjualan tidak sesuai dengan yang direncanakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun