Di tengah bising teriakan dan hiruk-pikuk tentang Tunjangan Hari Raya (THR) oleh kaum pekerja di sektor industri dan jasa, kenaikan harga kebutuhan yang terus membumbung- meninggi hampir tidak ada kendali pada setiap menjelang puasa dan hari raya Idul Fitri dan keriuhan arus mudik kaum urban perkotaan, para petani seperti tidak memiliki ruang bersuara. Bahkan untuk sekedar berkeluh-kesah. Boro-boro mengharapkan dapat THR. Adakah yang merasa harus bertanggung-jawab memberikan THR kepada para petani?
‘Ngetung Mangsa’
Bila berharap untuk dapat memiliki panenan menjelang hari perayaan, para petani harus menghitung mundur jadwal tanam supaya panenan ‘jatuh’ pada saat yang diharapkan. Dengan memperhitungkan jenis dan kualitas bibit yang akan ditanam, cara penyiapan/pengolahan media tanam, lama masa tanam, mengira-hitungkan gangguan-gangguan/hama yang mungkin muncul selama masa tanam dan perawatan-pemupukan tanamanan yang tepat para petani melakukan proses panjang menyongsong masa panen tiba.
Penanggalan seperti ini juga dikenal oleh suku-suku bangsa lainnya di Indonesia, seperti etnik Sunda dan etnik Bali (di Bali dikenal sebagai Kerta Masa). Beberapa tradisi Eropamengenal pula penanggalan pertanian yang serupa, seperti misalnya pada etnik Jerman yang mengenal Bauernkalendar atau "penanggalan untuk petani". sebagai keperluan penelitian dan menandai pada tahun sebuah mangsa menggunakan angka tahun yang dimulai sejak 560 SM diambil dari Kelahiran Sang Buddha sebagai penghormatan bagi agama yang pernah berkembang luas di Nusantara, sehingga pada tanggal 30 Januari 2015 M adalah 39 Kapitu 2575 Mangsa.
Informasi tentang pranantamangsa secara cukup lengkap dapat diunduh di Pranata Mangsa
Ketika masih berusia sekitar lima tahunan, saya masih cukup ingat, Bapak sering menggendong dengan kain jarik di halaman pada waktu malam. Dalam dekapan tangannya yang kuat, Bapak sering bercerita tentang musim. Kalau cuaca cukup cerah pada malam hari, sering dibawa ke wetan ndeso untuk melihat lava dari Gunung Merapi yang bergulir turun menyusuri lerengnya yang terjal. Paling sering adalah menggendong di halaman rumah sambil diceritakan tentang rasi bintang. Dan kemudian dilanjutkan tentang tanda-tanda bila dihubungkan dengan pola tanam.
Kami juga mengenal ‘srigati’ untuk melakukan pola tanam tertentu. Salah satunya dengan mengamati hewan ‘kemonggo’, sejenis laba-laba yang cukup besar. Bila kepalanya menghadap ke atas, itu adalah saat untuk menanam palawija  Palawija yang buahnya muncul di permukaan, seperti jagung. Pada saat 'kemonggo' kepalanya menghadap ke bawah atau ke tanah, itu adalah penanda untuk menanam palawija yang buahnya berada di dalam tanah, seperti misalnya ubi-jalar.
Begitulah. Saya mempunyai masa kecil yang hebat. Hidup secara nyata dan riil. Menghidupi hidup kami. Merencanakan semuanya, supaya pada saat dibutuhkan kami mempunyai cukup persediaan. Simbah Kakung Kromodimedjo adalah petani yang hebat sehingga kami selalu memiliki cukup persediaan untuk kebutuhan hidup kami. Ada sayuran, palawija, beras atau buah-buah dari kebun seperti pisang dan sirsak. Simbah Putri kami adalah seorang ibu yang sangat luar-biasa. Sangat telaten menyiapkan minyak kelapa yang dibuat sendiri, sudah menyiap-buatkankan kue-kue lebaran pada saat seperti ini. Saya berutang pengalaman hidup yang amat berharga kepada mereka. Mengalami pembelajaran yang tidak hanya bertumpu pada buku-buku teks tetapi juga dari pengalaman-pengalaman yang sangat meneguh-kuatkan.