"Kenapa, buat siapa?" tanyaku sekenanya.
"Buat ayah," jawabnya santai.Â
Seketika itu langit runtuh menimpa tubuhku. Badanku remuk tetapi sayangnya aku tidak mati. Jadi, semua kesakitan itu sangat terasa di setiap persendianku. Aku ambruk, luluh lantak seketika. Sakit teramat sakit. Aku menangis tanpa air mata.Â
Telefon kuputus tanpa mengucapkan apa-apa, sayup-sayup kudengar penjelasannya yang mengutif hadis bahwa lelaki tidak boleh terlalu lama membujang. Ingin rasanya kumaki, bahwa Danar adalah lelaki bajingan paling bajingan dan tidak berperasaan. Namun kekuatanku sudah habis, bahkan untuk bicara sepatah kata pun aku sudah tidak bisa lagi.Â
Sekarang, di depan mataku, Danar sudah berdampingan dengan perempuan yang dijak taaruf sejak sidang perceraian kami belum selesai. Kalau saja tidak ada wabah covid melanda tahu 2019, maka pernikahan mereka sepertinya tidak harus ditunda. Melepasku beberapa hari Danar mungkin akan langsung melaksanakan resepsi pertikahannya lebih cepat lagi.Â
Aku akui, Wina memang cantik. Â Tutur katanya juga begitu lembut. Dalam hati kecilku berdoa, semoga Wina tidak perlu merasakan apa yang kurasakan dulu. Dimaki, diusir dan dijatuhi kata talak berkali-kali. Untuk kemudian Danar kembali memohon agar aku memaafkannya.Â
"Ayah, jangan ucapkan itu lagi ketika marah. Karena jika sudah lebih dari tiga kali, maka kita tidak akan lagi bisa bersama," ucapku waktu itu.Â
Kuliah di perguruan tinggi islam negeri dan mengikuti kajian rutin membuat aku sedikit banyak paham tentang hukum dan fiqih rumah tangga.Â
Aku bahagia ketika akhirnya Danar hijrah dan mendalami agama. Namun seiring dengan itu, kesadarannya akan kesalahan semakin dalam.
"Aku dulu mengira kalau cerai itu hanya terjadi di pengadilan. Aku sungguh salah, telah begitu mudah mengucapkan kata itu berkali-kali. Jadi, demi ridho Allah, aku akan menceraikanmu sekarang juga," ucapnya di hari sabtu saat aku sedang menyetrika baju-bajunya.Â
Aku yang semula memiliki suasana hati yang bahagia di akhir pekan karena bisa menikmati hari libur bersama mendadak gagu, kaku dan ah entahlah apa itu namanya. Entah, menangispun rasanya sudah tidak bisa saat itu.