Langkahku perlahan menjadi lebih ringan. Bacaan ayat-ayat yang diibacakan membuat benda lembab di kakiku perlahan melepaskan cengkramannya.Â
"Mbak..." gumamku pada Mbak Nida, yang berdiri lebih dekat denganku.Â
"Nina....! di be la kang mu...." Mbak Isah menunjuk sesuatu di belakangku.Â
Aku memberanikan diri menoleh ke belakang. Sesosok mahluk tinggi besar menyerupai kucing berwarna cokelat kehitaman berdiri tegak di belakangku. Taringnya begitu tajam. Sorot matanya mengancam.Â
Aku berlari seketika mengikuti langkah Mbak Nida dan Mbak Isah. Kugerakan kaki secepat mungkin. Sesekali menoleh ke belakang. Mahluk itu tidak lagi mengikuti.Â
Lorong-lorong antara mushola dan pintu masuk kampus dari belakang seolah terlalu panjang untuk kami lalui. Pintu hijau yang membatasi lorong dengan kampus sudah terlihat, ada sedikit perasaan lega, bahwa kami akan segera bertemu teman-teman lain yang masih ada di posko pengemasan barang bantuan.Â
Namun tiba-tiba, Bug! tubuhku menabrak sesuatu. Hangat, seperti manusia. Aku terjatuh, terpental agak jauh. begitu kuat hantaman tubuhku pada sosok itu. Aku sangat berharap  Mbak Nida dan Mbak Isah segera menolongku. Namun ketika aku menoleh ke belakang, keduanya malah menahan langkah. Menjauh dariku. Mata mereka tertuju pada mahluk yang kutabrak tadi.
"Nina, awas!" teriak mereka histeris.
Aku mencoba memberanikan diri, menatap sosok mahluk itu. Nunik berdiri tegak di hadapanku. Tubuhnya lebih tinggi dari biasanya. Kain kerudungnya berkelebat terkena angin kencang. Sorot matanya tajam, memandangiku tanpa melepaskanku penuh ancaman.
Aku mencoba mengenalinya kembali, betulkan sosok itu adalah Nunik. Kuamati lamat-lamat, kaki Nunik melayang sekitar satu meter dari pijakan.
Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang aku lihat.