Keadaaan Yang Mendesak Integritas dan Etika Dalam AkuntansiÂ
Salah satu keadaan yang mendesak integritas dan etika sehingga dapat mempengaruhi dalam bisnis akuntansi adalah ketika adanya konflik kepentingan. sebagai seorang akuntan hal ini dapat mengancam integritas dan etika seorang akuntan, serta dapat merusak kepercayaan pemangku kepentingan terhadap profesi akuntansi. Seperti yang kita tahu bahwa kasus-kasus kecurangan audit di Indonesia menunjukkan betapa pentingnya menjaga integritas dalam profesi akuntan. Peningkatan pengawasan dan penegakan standar etika profesi menjadi sangat penting untuk mencegah terjadinya kecurangan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan yang terus-menerus tentang etika profesi bagi akuntan juga sangat diperlukan. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap akuntan memahami pentingnya integritas dan mampu mengatasi dilema etika yang mungkin dihadapi dalam pekerjaan mereka. Seorang akuntan yang berintegritas tidak hanya menjaga reputasi diri mereka sendiri, tetapi juga menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Mereka yang memegang teguh prinsip integritas akan mampu memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan dunia bisnis dan keuangan. Sebaliknya, akuntan yang terlibat dalam kecurangan akan merusak reputasi profesi dan dapat membawa dampak negatif yang luas bagi perekonomian. Cara mengatasi keadaan-keadaan yang mendesak bagi seorang akuntan yaitu dengan mematuhi kode etik dan standar profesi yang berlaku. Kode etik dan standar profesi bisa diartikan sebagai tanggung jawab seorang akuntan dalam mempertahankan integritas dan ketika dalam bisnis akuntansi. Seorang akuntan memiliki kemampuan untuk berani menolak tekanan dalam memenuhi target keuangan, dimana seorang akuntan harus berani memiliki keberanian untuk mengambil tindakan secara netral dan obyektif dalam menghadapi konflik-konflik kepentingan.
Peran Seorang Akuntan Dalam Pelaksanaan Konsep Triple Battom Line 3P (Profit, People dan Plannet)
Di era globalisasi, perusahaan di Indonesia melaksanakan kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan khusus dan tujuan umum yang ditetapkan perusahaan. Tentunya untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan berbagai aktivitas, baik langsung maupun tidak langsung, tidak hanya di dalam perusahaan tetapi juga dengan pemangku kepentingan eksternal. Oleh karena itu, seluruh perusahaan yang berasal dari lingkunan pada akhirnya akan dikonsumsi oleh lingkungan hidup, tidak hanya memikul tanggung jawab ekonomi, tetapi juga perlu melakukan kegiatan operasional yang berinteraksi langsung atau tidak langsung dengan lingkungan hidup. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) ini adalah sebuah prinsip dunia usaha terus bertindak etis dan bekerja secara sah untuk meningkatkan perekonomian untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat luas dan meningkatkan kualitas masyarakat dan nyawa sesorang. Keberlanjutan perusahaan diyakini dapat terjamin ketika perusahaan juga mempertimbangkan dimensi relevan lainnya seperti pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan hidup, yang mana hal ini sangat terkait erat dengan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, ketiga dimensi disebut konsep triple battom line (3P). Dengan kata lain, People (masyarakat), Planet (lingkungan), dan Profit (keuntungan) menjadi satu kesatuan. Dimana People (masyarakat) dimana perusahaan bertanggung jawab memberikan dampak dan manfaat positif bagi kehidupan masyarakat lainnya. Planet (lingkungan) dimana suatu perusahaan dalam menjalankan aktivitas produksinya sangat memperhatikan aspek lingkungan agar masyarakat yang tinggal disekitar perusahaan tidak merasa dirugikan. Dan Profit ( keuntungan) suatu perusahaan perlu menekan waktu produksi, meminimalisir biaya pengeluaran yang tidak perlu dan membangun kerja sama yang baik dengan stakeholder perusahaan. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H