Dengan demikian sudah tentu bahwa wilayah ini menjadi wilayah yang sangat dinamis dan berkembang dengan sangat cepat akibat dari interaksi antara masyarakat dari berbagai wilayah. Interaksi antara masyarakat Timur Tengah dengan Nusantara sebenarnya dapat kita lihat dari banyaknya para pedagang yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan penting di Nusantara, diantaranya ialah pelabuhan Malaka yang berada di antara Pulau Sumatera dengan Semenanjung Malaya; pelabuhan Barus, pelabuhan Tapanuli, pelabuhan Banten, Sunda Kalapa, Tuban, Gresik, serta Cirebon.Â
Berlabuhnya para pedagang tersebut dikarenakan adanya kepentingan mereka terhadap perniagaan dengan berbagai barang komoditas yang ketika itu laku dipasaran internasional: rempah-rempah, kain, lilin, porselen, madu, dan kayu.
Banyaknya para pedagang dari berbagai wilayah ini kemudian semakin menyemarakkan kondisi pelabuhan-pelabuhan di Nusantara. Menurut Meilink-Roelofsz, bahwa kebangkitan pelabuhan-pelabuhan Sumatera bagian utara berhubungan langsung dengan masuknya Islam. Hal ini menandakan bahwa ketika datangnya masyarakat Timur Tengah ke wilayah Nusantara untuk berniaga dengan penduduk internasional dan secara tidak langsung menyebarkan ajaran Islam kepada para penduduk lokal di wilayah pelabuhan, maka pelabuhan di wilayah ini otomatis sangat ramai dikunjungi oleh berbagai pedagang.
Berbagai pedagang dari berbagai wilayah berdatangan untuk menjual maupun membeli berbagai komoditas. Pedagang Arab, Cina, dan India kemudian berkumpul di wilayah pesisir pelabuhan dengan membawa berbagai komoditas.Â
Kondisi Nusantara yang menjadi titik pelayaran dan perniagaan tentunya tidak dapat dipisahkan dari tiga faktor diantaranya ialah: Pertama, kondisi geografis Nusantara yang terletak sangat strategis diantara dua samudera dan dua benua berhasil menjadi urat nadi bagi perdangangan internasional dan menjadi penentu dalam gerak para pedagang yang kemudian berlabuh dan singgah di berbagai pelabuhan penting di wilayah ini.
Kedua, ialah kondisi angin yang mempengaruhi wilayah ini, dimana wilayah Nusantara merupakan wilayah yang mendapatkan pengaruh angin muson barat dan angin muson timur.Â
Angin ini berhembus secara rutin bergantian setiap tahunnya. Dengan memanfaatkan perubahan angin ini maka pada bulan Oktober kapal-kapal sudah berangkat menuju pusat-pusat perdagangan di Makassar, Gresik, Demak, Banten, sampai ke Malaka dan kota-kota lainnya. Adapun pada Maret perjalanan ke Timur bisa dilakukan dengan menggunakan angin barat.Â
Pada bulan Maret inilah para pedagang dari Arab berlayar ke wilayah Nusantara. Sedangkan dalam bulan Juni sampai dengan Agustus angin di Laut Cina Selatan bertiup kearah utara sehingga memudahkan pelayaran ke wilayah-wialayah sebelah utara Nusantara. Kemudian pada bulan Desember, angin ini sudah berbalik sedemikian rupa sehingga perjalanan kembali ke selatan dapat dilakukan kembali.
Ketiga, faktor  lain yang sangat penting bagi ramainya para pedagang yang kemudian berlabuh di Nusantara ialah kebijakan penguasa tempatan yang relatif bersahabat dengan para pedagang dari berbagai wilayah. Konsisi ini dapat kita lihat dari Pelabuhan Malaka.Â
Dimana dalam peraturan pelabuhan itu disebutkan terdapat empat orang syahbandar. Syahbandar-syahbandar tersebut dipilih dari para saudagar asing itu sendiri. Oleh karena itu para pedagang asing yang berdagang di Malaka menjadi senang karena urusan mereka ditangani oleh pejabat pelabuhan yang berasal dari kalangannya sendiri.
Selain dari faktor diatas juga terdapat sebab lain yang mengakibatkan banyaknya para pedagang yang kemudian berlabuh untuk berniaga di Malaka, ialah karena Malaka memaksa kapal-kapal yang melintasi Selat Malaka untuk singgah di pelabuhannya. Namun demikian penguasa Malaka tersebut memberikan fasilitas-fasilitas yang cukup baik serta dapat dipercaya diantara fasilitasnya ialah berupa pergudangan dan perdagangan. Selain itu ada faktor lain yaitu kebijakan penguasa yang tidak memungut bea eksport terhadap komoditas yang dikeluarkan dari Malaka, baik dari kapal-kapal yang menuju ke barat ataupun ke timur.