Kebudayaan Minangkabau
Padusi Minang
Kebudayaan adalah warisan dari nenek moyang dan leluhur yang tidak tenilai harganya. Budaya daerah merupakan aset berharga bagi kehidupan berbangsa yang merupakan warisan nenek moyang kita. Budaya daerah merupakan hasil karya dan proses kreatif nenek moyang kita terdahulu, sehingga sudah selayaknya kita melestarikannya sebagai wujud penghargaan kepada mereka.
Kebudayaan yang ada memiliki peran dan fungsinya, peran sebagai dasar utama bangsa dan tataran kebudayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena suatu bangsa akan menjadi besar dan kuat pertahanannya jika kebudayaan di Negara tersebut telah menjadi akar kehidupan masyrakatnya.
Nah untuk kebudayaan minangkabau sendiri merupakan kebudayaan yang turun temurun dari nenek moyang orang minangkabau terdahulu sampai sekarang ini, sampai saat zaman kita sebagai generasi muda sekarang.
Minangkabau sendiri memiliki banyak kebudayaan yang khas dan spesial yang tidak dimiliki oleh kebudayaan lainnya, seperti sistem keturunan yang matrilineal, pembagian harta pusaka sampai suku yang diturunkan kepada anak-anak di minangkabau.
Untuk membahas hal di atas, dalam artikel ini akan di uraikan tentang padusi minang.
Di dalam kebudayaan atau adat minangkabau kedudukan perempuan sangat istimewa, perempuan minang sangat dijaga dan dididik untuk senantiasa memiliki sifat dan karakter yang baik, bukan berarti kaum laki-laki tidak dididiknamun perempuan lebih sangat dijaga dari pada laki-lakinya.
Di minagkabau kita sering mendengar istilah bundo kanduang bukan? Apa itu bundo kanduang? Siapa itu bundo kanduang? Seperti apa bundo kanduang? Dan sebagaiannya. Nah untuk menjawab pertanyaan di atas perlu dijelaskan pengertian serta karakteristik bundo kanduang di dalam Minangkabau.
Bundo kanduang (bunda kanduang) merupakan sebuah julukan yang diberikan kepada perempuan yang memimpin suatu keluarga di ruamah gadang.Â
Secara alaminya, bundo kanduang adalah ibu sejati atau ibu kandung namun secara makna bundo kanduang adalah pemimpin wanita di Minangkabau yang mendefenisikan sosok seorang perempuan bijaksana yang membuat adat Mianagkabau masih lestari sampai sekarang.
- Sejarah
Bundo kanduang sendiri berasal dari gelar yang pertama kali disandang oleh Dara Jingga yang merupakan putri dari raja yang dinikahi oleh seorang bangsawan kerajaan Singasari pada waktu ekspedisi pamalayu, namun pernyataan ini kurang memiliki bukti kuat.
Bundo Kanduang pada dasarnya harus memiliki sifat sifat yang antara lain: adil, jujur, cerdas, pandai berbicara, dan paling penting adalah memiliki sifat malu.Â
Jika melihat sifat-sifat tersebut tampak bahwa Bundo Kanduang ini adalah wanita yang sempurna, wanita yang untuk saat ini sangat langka di Minangkabau. Menurut sejarah, dulu pernah dijumpai wanita yang ideal tersebut di ranah Minang. Ia adalah Bundo Kanduang yang pernah tercatat dalam historiografi tradisional Minangkabau, beliau adalah ratu dari kerajaan Pagaruyuang.
Bundo Kanduang pada saat itu mempunyai seorang anak yang bernama Dang Tuanku (Sutan Rumanduang). Ia memerintah Minangkabau secara demokratis bersama Rajo Tigo Selo di lembaga yang bernama Basa nan Ampek Balai.
Pada tahun 1923 Datuk Sangguno Dirajo pernah menulis sebuah kaba (kabar) yang berjudul Hikayat Cindua Mato. Dalam kaba tersebut diceritakan bahwa pada pemerintahan Bundo Kanduang terjadi peperangan besar antara kerajaan Pagaruyuang dan kerajaan Sungai Ngiang. Dalam peperangan tersebut Bundo Kanduang dikabarkan telah menghilang dan mengirap ke langit ke-7 bersama dayang-dayang dan anaknya Dang Tuangku.
Cerita hikayat tersebut bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau dipercayai sebagai peristiwa yang benar-benar terjadi. Di Lunang, Pesisir Selatan masyarakat mempercayai bahwa Bundo Kanduang lari ke daerah tersebut dan menukar namanya menjadi Mande Rubiah agar identitiasnya tak diketahui.
Terlepas dari hikayat tersebut, yang jelas Bundo Kanduang bagi orang Minang adalah sosok wanita yang ideal, wanita yang hanya mungkin ada di dalam angan, karena sifat-sifat baik yang selalu menyertai. Kini, sosok wanita ideal yang pantas disebut Bundo Kanduang tak bisa kita temukan di generasi putri Minangkabau. Limpapeh rumah nan gadang kini sudah hilang seiring kemajuan kehidupan modern.
Menurut cerita sejarah, Bundo Kanduang tersebut adalah seorang ratu yang berkedudukan di Gudam Balai Janggo, Pagaruyung. Ia diperkirakan adalah keponakan dari Datuk Parpatih nan Sabatang dan Datuk Ketemanggungan, anak dari Adityawarman buah perkawinan dengan putri Minangkabau yang bernama Puti Jamilan.
Pada mulanya kata Bundo Kanduang merupakan nama tokoh yang ada dalam kaba (kabar), kemudian digunakan sebagai panggilan terhadap golongan wanita di Minagkabau. Seiring dengan berjalannya waktu Bundo Kanduang memilki arti yang sangat dalam yakninya ibu sejati yang memiliki sifat keibuan dan kepemimpinan.Â
Bundo Kanduang yang merupakan penerus keturunan yang harus bisa menjaga diri, sikap dan dapat memposisikan diri sesuai dengan aturan adat dan agama, harus bisa membandingkan yang baik dan buruk, halal dan haram serta pelanjut keturunan, juga watak dan etika yang harus dijaga.
- Garis Keturunan
Minangkabau berbeda dengan budaya lain, dimana garis keturunan berdasarkan garis keturunan ibu atau matrilineal, missal jika ayah bersuku koto dan ibu bersuku jambak, maka anaknya nanti bersuku jambak, baik anak laki-laki ataupun anak perempuan. Begitu juga dengan seterusnya jika anaknya nanati memiliki anak, maka cucunya atau anak darianaknya tersebut akan bersuku jambak.
Garis keturunan ayah di Minangkabau juga tetap diakui dan dijaga dalam adat, akan tetapi membuat garis keturunan berdasarkan ibu saja. Tujuannya agar nanti jelas deret garis keturunan berdasarkan ibu.Â
Hampir dipastikan tiap suku dalam nagari di Minangkabau mempunyai ranji(silsilah) guna mempertahankan keutuhan kaum serta alur waris dalam adat. Tapi tidak demikian halnya dalam garis keturunan ayah jarang dibuatkan ranji atau silsilah.
Tujuan Membuat Ranji:
- Untuk mengiventaris garis keturunan ibu dalam Badunsanak sepasukua
- Menjelaskan alur waris
- Mempertahankan keutuhan kaum
Ranji dalam kaum harus ada dan dipegang langsung oleh Bundo kanduang. Pada saat saat tertentu jika ada musyawarah kaum ranji harus di perbaharui. Yang lebih penting sekali adalah bagaimana ranji ini juga harus dimiliki oleh paruik paruik lain yang juga sudah berkembang. Sehingga pada saat tertentu jika ada sengketa kaum akan lebih mudah menyelesaikannya.Â
Seringkali terjadi sengketa dalam kaum itu sendiri terutama menyangkut harta pusaka jika ranji dimiliki masing masing paruik, akan sangat mudah menyelesaikan masalah tersebut.
- Tugas pokok Bundo kanduang
- Manuruik Alua jo Patuik (menurut Alur yang jelas/pantas)
- Sebagai Pewaris sisittim kekerabatan matrilineat. Yakni sebagai pewaris garis keturunan ibu dan pusat central komunikasi dalam paruik.
- Sebagai Isteri
- Melestarikan Nilai budaya ABS SBK, karena anak kemenakan dalam kaum berada dalam lingkungan perempuan. Jika terjadi perceraian dalam rumah tangga maka anak anak tetap bersama ibu, bukan dengan ayah, kecuali ada kesepakatan tertentu antara kedua belah pihak.
Nama : Dian Nurul Haq
Bp : 2110722013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H