Malam ini angin terasa sangat dingin, menusuk tajam ke lapisan tubuh paling dalam. Gemercik hujan menemaniku di taman rumah belakang. Nyesss, ku tuangkan dua potong roti ke atas alat bakar, tapi bentuknya lebih seperti alat membuat martabak, ya seperti itu lah.Â
Aku terus membolak-balikan roti itu sampai berwarna emas kecoklatan. Aku olesi selai coklat kesukaanku. Sambil menunggu kedatangan seseorang, aku juga menyiapkan dua gelas cangkir teh hangat dengan madu. Hm ini lezat jika disantap saat hujan seperti ini. Tapi kok yang ditunggu belum juga datang ya?
Tring nada handphone ku berbunyi, aku segera mengambilnya. Oh, rupanya ada pesan.
"Maaf malem ini aku gak jadi ke rumah kamu ya, aku sibuk." Katanya tanpa ada emotikon yang sedang melet ataupun tersenyum berseri-seri. Biasanya dia mengirim pesan dengan emotikon jahil, seperti melet yang berlebihan, emotikon yang menyebalkan, tapi kali ini dia serius.
Akhir-akhir ini dia sering membuat aku kecewa. Berjanji akan menemui nyatanya tidak, berjanji akan makan malam bersama tidak jadi juga, berjanji ingin quality time juga tidak terlaksana. Bisanya saja membuat janji, ribuan janji di obral tanpa satupun ditepati. Dasar ya laki-laki.
Sudah genap sepuluh tahun aku dan dia berteman sejak SMA. Anehnya kita itu tidak satu kelas, hanya berdampingan. Rumah kita juga jauh tidak bersebrangan. Hanya saja kita mengambil satu fakultas yang sama saat kuliah, tapi jurusan kita berbeda.Â
Bahkan tidak sedikit orang yang menganggap bahwa kita ini pacaran. Tidak, kita tidak pacaran kita hanya berteman. Tapi pertemanan ini terlanjur nyaman. Jadi aku rasa, kita teman tapi bukan sekedar teman. Aku ingin menyebutnya sebagai teman dekat.
Begini saja, coba kalian bayangkan. Kita berteman sejak lama, kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bercengkrama. Entah itu soal keluarga, teman, percintaan, masa depan, bahkan halusinasi bisa kita bayangkan. Jalan bersama, menonton, liburan, sudah seperti orang pacaran bukan? Iya sih, tapi tidak.
 Hari ini sebenarnya adalah hari ulang tahunku. Aku berharap dia akan datang membawa hadiah kesukaanku, seperti dulu saat kita masih satu kampus.Â
Tapi sudahlah mungkin dia sibuk dengan pekerjaannya. Lagi-lagi, aku menyantap habis roti bakar itu sendirian, meminum teh madu itu sendirian. Nelangsa bukan? Memang hidup ini terkadang sepi dan terkadang happy.
Saat aku sedang mengetuk-ngetuk jari di meja dengan menatap foto-foto saat dulu aku dan dia masih bercengkrama, aku dikagetkan oleh Ibu.