Lagipula, atas pemberian Sang Kuasa tidak mungkin kita memilih rumah pertama yang lain. Artinya tidak mungkin memilih dan berpindah jiwa dan raga, toh?
2. Rumah fisik (shelter)
Nah tentang rumah yang ini sering menjadi target kepemilikan bagi sebuah keluarga. Tidak jarang juga telah dimiliki untuk sebagian orang sejak lajang dan belum menikah.
Bangunan fisik di atas sebidang tanah. Secara fisik memiliki nilai investasi yang tahun demi tahun meningkat nilainya.
Lebih dari itu rumah fisik memang difungsikan sebagai tempat berlindung, bercengkerama dan bertumbuh bersama keluarga. Bagaimana jika rumahnya masih pinjam?
Ya, tidak masalah. Tidak mengurangi fungsinya selama berproses untuk memperoleh rumah di kemudian hari dengan kepemilikian pribadi.
Rumah seperti sebuah wadah bagi materi-materi pendukung aktivitas manusia sehari-hari. Di dalamnya tersedia ruangan bersekat dengan fungsinya masing-masing.
Biasanya dalam ruangan bersekat tersebut disimpan berbagai furnitur. Peruntukkannya tentunya beragam.
Dalam mendukung kebahagiaan baik jiwa dan raga, furnitur sebaiknya rutin dirawat dan dibebaskan dari debu yang menempel. Semakin banyak furnitur dan benda bertumpuk di dalamnya maka semakin besar peluang debu banyak menempel.
Banyak sumber menyebutkan bahwa memiliki barang-barang sesuai kebutuhan (utamanya jumlah tidak berlebihan) dapat memelihara kesehatan jiwa.
Tidak bingung menyusun dan merawatnya seperti apa. Penulis sependapat bahwa masing-masing barang harus ada “rumah”nya. Jika tidak ditempatkan pada tempatnya maka akan sukar rapi dan kesannya terus berantakan.