Mohon tunggu...
Diannita Harahap
Diannita Harahap Mohon Tunggu... Dosen - Microbiologist

Kepeminatan Biologi. Orang Batak yang lahir di Jayapura Papua dan digariskan takdir mengabdi di Aceh. Selamat datang di blog saya ya.. rumah sederhana, enjoy everyone.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Netralkan Aflatoksin B1 dengan Mikroba

9 Maret 2023   08:55 Diperbarui: 9 Maret 2023   13:25 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kacang tanah terkontaminasi. Sumber : IITA, CC BY-NC

Makananmu adalah akun bankmu. Pilihan makanan yang baik adalah investasi yang baik. -Bethenny Frankel-

Mengenal Aflatoksin B1

Jenis racun ini diproduksi oleh dua spesies jamur mikroskopis yakni Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Pada tahap budidaya, jamur sering hadir menjadi kontaminan. Kontaminasi Aflatoksin B1 ditemukan pada masa sebelum panen dan terbawa hingga pengolahan bahan.

Kehadiran jamur kontaminan pada kacang tanah menghasilkan racun Aflatoksin B1. Toksin ini paling berbahaya dibandingkan tipe racun lainnya. Hal ini dapat dijelaskan karena keberadaan struktur utama cincin furan dan lakton.

Komoditi pertanian yang sering menjadi target pertumbuhan jamur marga Aspergillus seperti serealia, rempah-rempah dan polong-polongan. Banyak diantara kasus yang dilaporkan merugikan jagung dan kacang tanah.

Pada tahun 2018 Indonesian Risk Asassment Center (INARAC) pernah melakukan kajian risiko terhadap Aflatoksin B1. INARAC merupakan pusat riset kajian obat dan makananan BPOM RI.

Tinjauan risiko ini dilakukan oleh pakar secara nasional dengan tahapan identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan dan karakterisasi risiko. Kajian risiko menjadi faktor penting dalam perdagangan internasional, ekspor dan impor.

Ilustrasi rantai pangan kacang tanah dan olahannya.
Ilustrasi rantai pangan kacang tanah dan olahannya.

Seluruh komponen pada rantai pangan berpotensi menjadi sumber kontaminan bagi kehadiran Aflatoksin B1 mulai dari hulu hingga hilir.

Penetralan Aflatoksin dapat dilakukan dengan metode biologi, fisika dan kimia. Secara fisik, adsorpsi dilakukan oleh adsorben. Adsorben magnetik sebagai contoh metode nanoteknologi yang telah diterapkan.

Namun, terdapat kelemahan disana-sini terkait penerapan terbatas, efek detoksifikasi yang tidak terlalu efektif, dan status detoksifikasi yang terbatas.

Aflatoksin juga telah dinetralkan dengan metode kimia menggunakan asam, alkali maupun zat pengoksidasi. Namun kendalanya meninggalkan residu bahan kimia pada makanan, perubahan tekstur dan cita rasa yang mempengaruhi bahan pangan.

Sedangkan metode biologi dalam penetralan racun juga menemukan tantangan seperti sukarnya mengontrol kerja mikroba. Meskipun memiliki kelemahan di sisi lain metode biologi dinilai sebagai metode dengan spesifisitas yang tinggi, produk setelah penetralan yang tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, penetralan berlangsung sepenuhnya dalam kondisi sesuai.

Penghambatan Produksi Aflatoksin B1

Pencegahan kontaminasi jamur dapat dilakukan dengan pengeringan secara cepat (rapid drying) dan praktik penyimpanan yang baik (good storage practice) akan mencegah pembentukan aflatoksin dapat dihindari (IARC, 2002).

Secara biologi Aflatoksin B1 dapat dicegah produksinya dengan mengendalikan pertumbuhan jamur penghasil toksin itu sendiri yaitu A. flavus dan A. parasiticus. Sebab toksin ini diproduksi setelah ada pertumbuhan dan pematangan sel jamur sehingga menghasilkan metabolit sekunder berupa toksin. Fungisida alami disarankan sebagai kompetitor pertumbuhan jamur kontaminan penghasil toksin.

Penyerapan Aflatoksin B1

Kita akan mengulas khusus penetralan racun dengan metode biologi menggunakan mikroba. Penelitian terdahulu mengelompokkan mekanisme penetralan racun aflatoksin B1 dengan tiga mekanisme yaitu adsorpsi, degradasi serta kombinasi keduanya.

Penyerapan Aflatoksin B1 dilakukan oleh dinding sel mikroba. Aflatoksin diikat oleh struktur polisakarida (peptidoglikan dan asam teikoat).

Kelompok bakteri yang telah diketahui perannya mengadsorpsi toksin yaitu kelompok marga Lactobacillus, seperti Lactobacillus kefiri dan L. delbrueckii. Selain itu Bifidobacterium lactis juga diketahui menetralkan racun dengan adsorpsi.

Degradasi Aflatoksin B1

Proses degradasi berlangsung dengan mengubah struktur toksin yaitu cincin furan dan lakton. Penggunaan agen degradasi harus melewati uji tingkat bahaya (toksisitas).

Toksisitas mikroba/enzim mikroba yang akan digunakan merupakan indikator penentu aplikasi metode biologi. Mikroba patogen tidak diperbolehkan sebagai agen detoksifikasi.

Adapun agen yang efektif pada detoksifikasi Aflatoksin B1 diantaranya Bacillus velezensis, B. subtilus, Lysinibacillus fusiformis, Staphylococcus warneri, Escherichia coli, Tetragenococcus halophilus, Pseudomonas aeruginosa, P. putida, Stenotropomonas sp., Burkholderia sp. regangan, Rodococcus eritropolis efektif menurunkan cemaran toksin > 80 %.

Sedangkan jamur Aspergillus niger dan Candida serbaguna CGMCC 3790 dengan efektifitas di atas 50 % berperan dengan mekanisme degradasi.

Mikroba yang diberikan bukan hanya meningkatkan laju degradasi terhadap Aflatoksin, namun lebih dari itu dapat berfungsi sebagai pertahanan epitel usus terhadap toksin jamur dan toksin mikroba patogen lainnya.

Aplikasi di Lapangan

Studi ini dinilai menarik dan mendapat perhatian banyak peneliti, namun pada skala in vivo masih masih sulit dikembangkan terkendala pada aktivitas faktor biologis. Maka dilakukan studi in vitro pada kultur pertumbuhan bakteri.

Ilustrasi kultur cair mikroba untuk merendam kacang tanah terkontaminasi. Sumber : fk.uii.ac.id/mikrobiologi/materi/media
Ilustrasi kultur cair mikroba untuk merendam kacang tanah terkontaminasi. Sumber : fk.uii.ac.id/mikrobiologi/materi/media

Perendaman kacang tanah atau jagung dilakukan pada kultur cair pertumbuhan mikroba agen detoksifikasi. Perendaman dilakukan selama 2 jam. 

Rerata studi menunjukkan > 50-100 % pengurangan cemaran toksin ini bergantung pada agen mikroba yang digunakan. Enzim B. subtilus diperoleh stabil dan tidak beracun pada IC 50,4 mg/mL.

Studi lainnya dengan agen Streptomyces filanthi RL-1-178 dapat menggantikan fungisida kimia sebagai fumigan biologis dan mengontrol produksi AFB1, AFB2, dan AFG2 pada benih kedelai yang disimpan.

Pada kenyataannya di lapangan komoditi tidak hanya berpotensi rusak oleh cemaran satu jenis saja. Adakalanya serealia, polong-polongan dan rempah-rempah dapat mengandung toksin AFB1, AFB2, AFM1, AFG1 sekaligus.

Strategi inovatif yang ditawarkan dapat menggunakan kombinasi beberapa mikroba potensial maupun produk metabolit sekundernya seperti enzim.

Hal ini diuktikan dengan penggunaan 1:1:1 campuran kultur B. subtilus, L. casei dan Candida utilis. Campuran ini dengan perbandingan 3:2 digunakan untuk menurunkan cemaran A. oryzae. Terbukti kandungan Aflatoksin B1 menurun dengan laju degradasi 63,95 %.

Penggunaan mikroba direkomendasikan sebagai fungisida alternatif dalam mengurangi cemaran jamur dan mikotoksin Aflatoksin B1.

Terima kasih sudah membaca.

Referensi

Guan Y., Jia C., Eugenie N., Miao L., Wenda W., Kamil K. 2021. Aflatoxin Detoxification Using Microorganisms and Enzymes. Toxins 13(1):46. https://doi.org/10.3390/toxins13010046

https://inarac.pom.go.id/pages/tentang-inarac diakses 9 Maret 2023

https://riset.pom.go.id/data/laporan/kegiatan/44b92df5fa7d1473314d57c3b7889c91.pdf diakses 8 Maret 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun