Menurut beliau, kondisi ini terkait dengan pembatasan impor logistik P dan K Â serta tidak lagi ada asupan bahan fosfat oleh Ukraina.Â
Hal tersebut mengisyaratkan kepada pemangku kepentingan untuk menggalakkan pabrikasi oleh perusahaan induk untuk badan usaha milik negara dalam bidang pupuk di Indonesia.
4. Â Minim kolaborasi multidisiplin ilmu dalam tim lapangan
Terakhir beliau menjabarkan pentingnya kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu seperti sosial dan ekonomi. Berbagai pendekatan untuk menjangkau ketertarikan dan keberlanjutan penggunaan pupuk hayati. Tidak hanya selama program pendampingan berlangsung saja.
Prof. Reginawanti menyebutkan perlu juga ada perhatian intensif tidak cukup dengan hanya 6 bulan sekali dalam program PKM.Â
Beliau juga menyarankan perlu pendampingan 1-2 tahun atau lebih dalam menilai anemo masyarakat jangka panjang, diharapkan dapat mengubah pola kebiasaan pemaikaian pupuk kimia.
Demikian uraian yang disampaikan dalam sesi tersebut. Penulis setuju dengan pandangan Prof. Reginawanti. Menurut pandangan penulis, riset dasar dan aplikasi penggunaan pupuk saja belum cukup untuk merebut hati petani.Â
Penting untuk ada kebijakan, kolaborasi riset berbagai disiplin ilmu dan pendampingan intensif dalam jangka waktu yang lebih panjang untuk membersamai petani. Perlu adanya komitmen dalam jejaring untuk solusi permasalahan ini.
Dalam kesempatan forum ini beliau mengajak para peneliti untuk memperkuat barisan terutama peneliti multidisiplin ilmu sains dan teknologi, sosial dan ekonomi.
Masalah pupuk hayati ini adalah masalah kita bersama karena sangat berdampak luas pada rantai pangan, kesehatan masyarakat dan keseimbangan lingkungan. Akankah kita semua masih menutup mata dan berujar "ah.. itu kan urusan petani, urusan peneliti itu".
Lebih lengkapnya diskusi dapat disimak pada menit ke-32 dalam kanal Youtube yang terlampir pada referensi. Terima kasih sudah membaca.