Mohon tunggu...
DIANIRA MILLA ASTRI
DIANIRA MILLA ASTRI Mohon Tunggu... Lainnya - MAGISTER AKUNTANSI MERCUBUANA / ACCOUNTANT

MATAKULIAH : MANAJEMEN PAJAK NIM: 55522120034 - Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2 Manajemen Pajak_Dampak Kepatuhan Manajemen Pajak Terhadap Pemeriksaan Pajak

14 November 2023   10:27 Diperbarui: 14 November 2023   10:34 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan Kepatuhan Manajemen Pajak, dengan Mekanisme Pemeriksaan Pajak

Kepatuhan Pajak

Pajak adalah iuran atau kontribusi yang wajib dibayarkan oleh individu atau badan kepada negara, sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Pajak merupakan kewajiban yang bersifat memaksa, yang harus dipenuhi tanpa menerima imbalan atau jasa timbal balik secara langsung dari pemerintah. Uang yang ditarik melalui pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan keperluan negara, dengan tujuan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Pajak menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

Sementara, Penerimaan pajak merujuk pada pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah dari pajak yang dipungut dari individu dan perusahaan. Upaya meningkatkan penerimaan pajak sangat bergantung pada peran aktif yang dimainkan oleh pemerintah dan kewajiban wajib pajak. Tanpa kesadaran dan ketaatan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, peningkatan penerimaan pajak akan sulit dicapai. Oleh karena itu, untuk meningkatkan penerimaan pajak, perlu juga meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Penerimaan pajak memiliki peran sentral dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kepatuhan pajak adalah kemampuan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain, kepatuhan pajak mencakup kemampuan wajib pajak untuk membayar pajak mereka dengan benar dan tepat waktu.

Pemeriksaan pajak adalah alat yang digunakan oleh otoritas pajak untuk memverifikasi tingkat kepatuhan wajib pajak. Dalam pemeriksaan, petugas pajak akan memeriksa catatan keuangan, dokumen, dan keterangan wajib pajak untuk memastikan bahwa mereka telah mematuhi aturan perpajakan. Selain memverifikasi kepatuhan, pemeriksaan pajak juga berfungsi sebagai alat pencegahan terhadap pelanggaran perpajakan. Wajib pajak yang tahu bahwa mereka bisa diperiksa cenderung lebih berhati-hati dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Pemeriksaan pajak juga dapat menggali potensi pelanggaran perpajakan yang mungkin terjadi. Jika dalam pemeriksaan ditemukan indikasi pelanggaran, tindakan lebih lanjut dapat diambil oleh otoritas pajak.

Sistem Pemungutan Pajak

Terdapat tiga system pemungutan pajak yang lumrah digunakan antara lain :

  1. Official Assessment System

Sistem ini memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Dalam sistem ini, wajib pajak memiliki peran yang lebih pasif, dan pajak dihitung dan ditentukan oleh pihak fiskus. Untung pajak baru timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. Dalam hal ini, wajib pajak tidak memiliki kendali langsung atas perhitungan atau pembayaran pajak mereka.

  1. Self Assessment System

Sistem ini memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang setiap tahun sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan tanggung jawab dalam menghitung, melaporkan, dan membayar pajak sepenuhnya ada di tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu melakukan semua proses perpajakan ini secara mandiri dan bertanggung jawab atas kewajiban pajak mereka.

     3. Withholding System

Sistem ini memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus atau wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Pihak ketiga ini biasanya adalah pemberi kerja atau lembaga keuangan yang mengumpulkan pajak atas nama wajib pajak dan meneruskannya ke pemerintah. Dalam sistem ini, pihak ketiga memiliki peran penting dalam pengumpulan dan pembayaran pajak.

Pada kasus Indonesia, saat ini, sistem pemungutan pajak yang berlaku adalah Self Assessment System, di mana wajib pajak memiliki peran aktif dalam memenuhi kewajiban pajak mereka. Pemerintah hanya melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pemenuhan pajak wajib pajak melalui prosedur pemeriksaan. Self Assessment System memiliki keuntungan dalam meningkatkan partisipasi aktif wajib pajak dalam proses perpajakan, namun juga memerlukan peran pemerintah yang kuat dalam pengawasan untuk memastikan kepatuhan wajib pajak. Dalam sistem ini, penyuluhan dan pelayanan yang baik kepada wajib pajak juga dianggap penting untuk mendukung kepatuhan pajak.

TRA dan TPB factor yang Memotivasi Kepatuhan Pajak


Bagaimana teori-teori ini dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia dalam konteks kepatuhan pajak. Dapat dilihat kaitkannya aspek-aspek dalam TRA dan TPB dengan kepatuhan manajemen pajak:

  1. Attitudes (Sikap)

Pada TRA, sikap individu terhadap suatu perilaku memainkan peran penting dalam memprediksi perilaku tersebut. Dalam konteks kepatuhan pajak, sikap individu terhadap membayar pajak dan patuh terhadap peraturan perpajakan akan memengaruhi sejauh mana mereka mematuhi kewajiban pajak. Jika seseorang memiliki sikap yang positif terhadap membayar pajak sebagai kewajiban warganegara, mereka mungkin lebih cenderung untuk mematuhi peraturan perpajakan.

  1. Norms (Norma)

TRA juga mencakup norma sosial, yaitu norma-norma yang ada dalam masyarakat dan dapat memengaruhi perilaku individu. Dalam konteks kepatuhan pajak, norma sosial dapat mencakup pandangan masyarakat tentang pentingnya membayar pajak dan mematuhi peraturan perpajakan. Jika norma sosial mendukung kepatuhan pajak, individu mungkin merasa tekanan untuk mematuhi peraturan perpajakan.

  1. Intentions (Niat)

Baik TRA maupun TPB menekankan peran niat individu dalam memprediksi perilaku. Dalam hal kepatuhan pajak, niat individu untuk mematuhi peraturan perpajakan adalah langkah awal menuju kepatuhan. Jika seseorang memiliki niat yang kuat untuk mematuhi peraturan perpajakan, mereka lebih cenderung untuk melakukannya.

  1. Control Beliefs (Percaya pada Kendali)

TPB menambahkan aspek ini, yang merujuk pada keyakinan individu tentang sejauh mana mereka memiliki kendali atas perilaku mereka. Dalam konteks kepatuhan pajak, control beliefs dapat mengacu pada keyakinan individu tentang kemampuannya untuk memenuhi kewajiban perpajakan, termasuk kemampuan untuk menghitung dan membayar pajak dengan benar.

  1. Perceived Power (Percaya pada Kemampuan)

TPB juga membahas perceived power, yaitu faktor-faktor yang memengaruhi sejauh mana individu merasa mampu melakukan perilaku tertentu. Dalam hal kepatuhan pajak, perceived power dapat mencakup faktor-faktor seperti pemahaman aturan perpajakan, dukungan yang tersedia, dan sumber daya yang diperlukan.

  1. Perceived Control (Percaya pada Kendali)

Konsep ini mencakup sejauh mana individu merasa memiliki kendali atas perilaku mereka. Dalam konteks kepatuhan pajak, perceived control mencerminkan sejauh mana wajib pajak merasa memiliki kendali atas pemenuhan kewajiban perpajakan mereka, termasuk kemampuan untuk menghindari kesalahan perpajakan.

Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang mencakup pengumpulan dan pengolahan data, keterangan, atau bukti secara objektif dan profesional berdasarkan suatu sumber pemeriksaan. Kegiatan ini bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak dapat mencakup pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Tujuan pemeriksaan pajak, dapat dibagi menjadi dua yaitu:

  1. Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

Pemeriksaan pajak bertujuan untuk memeriksa dan memastikan bahwa wajib pajak telah mematuhi kewajiban perpajakan mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Ini mencakup pengumpulan data dan bukti yang relevan untuk menentukan apakah wajib pajak telah membayar pajak dengan benar, melaporkan pendapatannya dengan akurat, dan memenuhi kewajiban perpajakan lainnya.

  1. Tujuan Lain dalam Rangka Melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pajak

Selain untuk menguji kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan pajak juga dapat memiliki tujuan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.Contohnya, pemeriksaan pajak dapat dilakukan dalam rangka pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, penentuan kompensasi kerugian, dan tujuan lainnya yang ditetapkan oleh peraturan perpajakan.

Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

  • Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tanggal 7 Januari 2013 tentang Tata cara Pemeriksaan.
  • Peraturan Dirjen Pajak NO PER - 22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa
  • Pasal 31 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 (peraturan disempurnakan di 184/PMK.03/2015
  • Pasal 30 UU KUP RI Nomor 28 Tahun 2007
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE -- 28/PJ/2013. Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak mengatur tentang kebijakan umum pemeriksaan, ruang lingkup, hingga pada pembatalan hasil pemeriksaan pajak.
  • UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Prosedur dan pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Prosedur dan pelaksanaan Pemeriksaan Pajak menurut UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Langkah awal dari proses Pemeriksaan Pajak adalah pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) oleh wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Pajak (Kapenpa). SPT merupakan alat pertanggungjawaban wajib pajak terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perpajakan. Jumlah pajak yang dilaporkan dalam SPT menjadi obyek pemeriksaan. Setelah wajib pajak melaporkan SPT, langkah selanjutnya adalah melakukan penelitian (compliance audit). Penelitian ini bertujuan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya. Penelitian dilakukan untuk memeriksa apakah SPT tersebut memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Jika ditemukan kesalahan dalam SPT atau jika SPT memenuhi kriteria tertentu, maka proses Pemeriksaan Pajak akan dilanjutkan.

Apabila dalam penelitian ditemukan kesalahan dalam SPT atau jika SPT memenuhi kriteria tertentu (seperti adanya kelebihan pembayaran pajak, ketidaksesuaian dengan norma penghitungan, adanya kerugian, perubahan tahun buku, penggabungan usaha, dll.), maka proses Pemeriksaan Pajak akan dilanjutkan. Pemeriksaan pajak melibatkan pengumpulan dan pengolahan data, keterangan, dan bukti secara objektif dan proporsional untuk memeriksa kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakan. Ruang lingkup pemeriksaan pajak mencakup berbagai kriteria, seperti wajib pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, SPT yang menyatakan lebih bayar atau rugi, perubahan tahun buku, penggabungan usaha, keberatan yang diajukan oleh wajib pajak, dan banyak kriteria lainnya.

Pemeriksaan pajak menurut lokasinya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan di kantor DJP atau KPP, sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan di lokasi usaha wajib pajak, tempat tinggal wajib pajak, atau tempat lain yang dianggap perlu. Jenis pemeriksaan yang dipilih akan tergantung pada sifat kasus dan tujuan pemeriksaan. Mekanisme pemeriksaan pajak menurut ruang lingkupnya terbagi menjadi dua tahap, yaitu pemeriksaan pajak sederhana dan pemeriksaan pajak lengkap. Tahap pertama, pemeriksa pajak mengirimkan surat panggilan kepada wajib pajak, yang kemudian diminta datang ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang ditentukan. Selanjutnya, pemeriksa menjelaskan tujuan pemeriksaan dan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Pajak. Hasil pemeriksaan disampaikan secara tertulis kepada wajib pajak, yang juga diberi petunjuk tentang penyelenggaraan pembukuan dan kewajiban perpajakan. Buku, catatan, atau dokumen yang dipinjam dari wajib pajak harus dikembalikan dalam waktu tujuh hari, dan seluruh informasi pemeriksaan harus dirahasiakan.

Sementara itu, pada ;  saat melakukan pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan dijelaskan kepada wajib pajak, dan setelahnya, pemeriksa membuat Laporan Pemeriksaan Pajak yang kemudian disampaikan secara tertulis kepada wajib pajak. Wajib pajak diberi petunjuk tentang pembukuan dan kewajiban perpajakan. Buku, catatan, dan dokumen lain yang dipinjam harus dikembalikan dalam waktu 14 hari (atau satu bulan untuk dokumen elektronik). Hasil pemeriksaan harus dirahasiakan. Jangka waktu pemeriksaan adalah dua bulan dan dapat diperpanjang menjadi delapan bulan jika diperlukan. Setelah selesai, pemeriksa membuat berita acara pemeriksaan yang harus ditandatangani oleh wajib pajak.

Tujuan utama dari Pemeriksaan Pajak adalah menguji kepatuhan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakan dan memastikan bahwa jumlah pajak yang dilaporkan sesuai dengan yang seharusnya dibayar dan dilaporkan. Pemeriksaan juga dapat dilakukan untuk tujuan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Proses Pemeriksaan Pajak bertujuan untuk memeriksa kesesuaian wajib pajak dengan ketentuan peraturan perpajakan, baik dari segi aspek material maupun aspek yuridis formal. Dalam menjalani Pemeriksaan Pajak, wajib pajak harus memastikan bahwa mereka mematuhi kewajiban perpajakan mereka dengan benar. Pemeriksaan pajak dapat dihindari jika wajib pajak memenuhi kewajiban mereka dengan benar Pemeriksaan pajak juga merupakan alat pengawasan oleh Direktorat Jenderal Pajak terhadap wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Jika ditemukan pelanggaran, tindakan hukum dapat diambil terhadap wajib pajak.

Kriteria Pemeriksaan
Terdapat 2 (dua) kriteria yang merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan, yaitu:

  1. Pemeriksaan Rutin

 Kriteria pertama adalah Pemeriksaan Rutin. Ini merupakan pemeriksaan yang dilakukan sebagai bagian dari pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan secara berkala tanpa ada indikasi khusus ketidakpatuhan perpajakan. Contoh alasan-alasan untuk Pemeriksaan Rutin termasuk kasus di mana Wajib Pajak menyampaikan SPT dengan klaim restitusi, klaim kompensasi, terlibat dalam transaksi yang signifikan, atau tidak menyampaikan SPOP PBB.

  1. Pemeriksaan Khusus

Kriteria kedua adalah Pemeriksaan Khusus. Pemeriksaan Khusus melibatkan pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, berbeda dari pemeriksaan rutin yang bersifat berkala. Ada dua jenis Pemeriksaan Khusus, yaitu:

  • Audit Based on Data (Berbasis Data): Pemeriksaan Khusus berdasarkan audit berbasis data dilakukan terhadap Wajib Pajak berdasarkan data konkret yang menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
  • Risk-Based Audit (Berbasis Analisis Risiko): Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko yang menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

SE/15/PJ/2018
SE/15/PJ/2018

 

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak 

Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak adalah periode waktu yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan nomor 18/PMK.03/2021 dan didasarkan pada Pasal 31 ayat (2) dari Undang-Undang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Pasal ini mengatur bahwa pemeriksaan pajak harus memiliki batasan waktu. Walaupun konsep ini memiliki dasar hukum, beberapa pihak tidak sepakat dengan adanya batasan waktu ini, terutama karena proses pengumpulan data untuk pemeriksaan seringkali bergantung pada pihak eksternal. Sebagai contoh, untuk mendapatkan izin membuka rahasia perbankan, seringkali memerlukan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan jawaban, atau konfirmasi dari pihak ketiga di luar negeri yang bisa memakan waktu bertahun-tahun. Awalnya, pada Undang-Undang No. 16 Tahun 2000, tidak ada ketentuan tentang jangka waktu pemeriksaan. Konsep jangka waktu pemeriksaan baru muncul dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, meskipun masih berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000. Baru pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2007, yaitu di Pasal 31 ayat (2), konsep jangka waktu pemeriksaan masuk ke dalam hukum perpajakan.

Jangka waktu pemeriksaan kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu jangka waktu pengujian dan jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan. Pembagian ini diperlukan untuk menghindari situasi di mana pemeriksa pajak memberikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) di akhir jangka waktu pemeriksaan, yang kemudian diikuti oleh periode pembahasan yang lebih lama. Jangka waktu pengujian mengacu pada waktu yang diperlukan selama proses pengumpulan data dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa pajak. Jangka waktu ini bervariasi tergantung pada jenis pemeriksaan dan dapat diperpanjang dalam beberapa situasi, seperti ketika pemeriksaan melibatkan transaksi transfer pricing atau konfirmasi dari pihak ketiga.

Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan pelaporan adalah periode setelah SPHP diterbitkan, di mana pihak wajib pajak memiliki kesempatan untuk membahas hasil pemeriksaan dan menanggapi temuan tersebut. Jangka waktu ini lebih singkat daripada jangka waktu pengujian. Dalam kasus restitusi pajak, ada batas waktu yang berbeda yang mengatur kapan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak setelah menerima permohonan restitusi. Prinsip yang berlaku adalah jangka waktu mana yang lebih dulu akan diterapkan: jangka waktu pemeriksaan atau jangka waktu restitusi pajak, tergantung pada situasi dan kapan permohonan restitusi diterima oleh DJP.

Proses Pemeriksaan Pajak

Proses pemeriksaan terhadap pelanggaran pajak melibatkan serangkaian tahapan yang harus diikuti dengan cermat. Proses awal pemeriksaan dimulai dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengusulkan pemeriksaan atau memberikan data normatif kepada Kantor Wilayah Pajak. Setelahnya, Kantor Wilayah Pajak mengeluarkan Lembar Penugasan Pemeriksaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, yang kemudian membuat nota dinas dan menunjuk tim pemeriksa. Nota dinas ini menjadi dasar bagi tim pemeriksa dalam mempersiapkan dan merencanakan pemeriksaan pajak. Selanjutnya, Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan yang akan digunakan oleh tim pemeriksa saat melaksanakan pemeriksaan.

Selain tahap awal, prosedur pemeriksaan pajak juga melibatkan langkah-langkah yang harus diikuti dengan seksama. Petugas pemeriksa harus membawa Surat Perintah Pemeriksaan dan menunjukkannya kepada Wajib Pajak yang sedang diperiksa. Wajib Pajak yang sedang diperiksa harus bekerjasama dengan menyediakan buku catatan, dokumen, atau informasi lain yang berkaitan dengan pajak. Selanjutnya, jika Wajib Pajak memiliki kewajiban merahasiakan, kewajiban ini ditiadakan dalam konteks pemeriksaan.

Terkait dengan standar pelaksanaan pemeriksaan pajak, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.03/2013 memberikan panduan lebih rinci. Persiapan yang baik adalah kunci, termasuk pengumpulan dan analisis data Wajib Pajak, perencanaan pemeriksaan, dan penyusunan program pemeriksaan. Selama pemeriksaan, tim pemeriksa harus mengikuti metode dan teknik yang sesuai dengan program pemeriksaan yang telah ditetapkan. Temuan hasil pemeriksaan harus didasarkan pada bukti yang kompeten dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Tim pemeriksa pajak terdiri dari supervisor, ketua tim, dan anggota tim, dengan kemungkinan ketua tim merangkap sebagai anggota tim dalam situasi tertentu. Dalam hal diperlukan, tim pemeriksa dapat dibantu oleh tenaga ahli yang memiliki keahlian tertentu. Pemeriksaan bisa dilakukan bersama-sama dengan tim dari instansi lain jika diperlukan. Proses pemeriksaan dapat dilakukan di berbagai lokasi, selama jam kerja, dan bahkan di luar jam kerja jika diperlukan. Penting untuk mencatat seluruh proses pemeriksaan dalam bentuk Kartu Kendali Pemeriksaan (KKP) untuk pengawasan yang lebih baik.

accounting.binus.ac.id
accounting.binus.ac.id

 

Tata Cara Dokumentasi dan Pelaporan Hasil Pemeriksaan Pajak

 

Standar Pemeriksaan adalah seperangkat pedoman yang harus diikuti dalam menjalankan pemeriksaan pajak guna memastikan bahwa pemeriksaan tersebut berjalan secara obyektif, profesional, dan efisien. Standar ini mencakup sejumlah elemen kunci, termasuk persiapan yang matang sesuai dengan tujuan pemeriksaan, penggunaan metode dan teknik yang sesuai dengan program pemeriksaan yang telah direncanakan, penyusunan temuan berdasarkan bukti yang cukup dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, serta pelaksanaan pemeriksaan oleh tim pemeriksa pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan anggota tim. Dalam situasi tertentu, ketua tim dapat juga berperan sebagai anggota tim. Standar ini juga memungkinkan keterlibatan tenaga ahli yang memiliki keahlian khusus dan dapat mencakup pemeriksaan yang dilakukan bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain. Lokasi pemeriksaan dapat beragam, termasuk kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau tempat lain yang dianggap relevan oleh Pemeriksa Pajak. Seluruh proses pemeriksaan harus didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) sebagai bukti bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku.

 

Pasal 9 dan Pasal 10 pada PMK No 17/PMK.03/2013 adalah dua peraturan yang membahas prosedur dokumentasi dan pelaporan hasil pemeriksaan pajak dalam konteks menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Pasal 9 menyebutkan bahwa setiap tahap pemeriksaan pajak harus didokumentasikan dalam Kartu Kendali Pemeriksaan (KKP). KKP memiliki beberapa peran penting, termasuk menjadi bukti pelaksanaan pemeriksaan yang sesuai dengan standar, bahan untuk pembahasan akhir dengan Wajib Pajak, dasar pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), sumber data untuk penyelesaian keberatan atau banding, dan referensi untuk pemeriksaan berikutnya. Selain itu, KKP juga harus memberikan gambaran lengkap tentang prosedur pemeriksaan, data, bukti, pengujian yang dilakukan, serta simpulan dan informasi relevan lainnya terkait pemeriksaan.

 

Pasal 10, di sisi lain, mengatur tata cara penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). LHP harus disusun dengan ringkas dan jelas, mencakup ruang lingkup pemeriksaan, simpulan pemeriksa pajak berdasarkan temuan yang kuat, serta informasi tambahan yang relevan. LHP harus mencantumkan informasi seperti penugasan pemeriksaan, identitas Wajib Pajak, detail pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak, pemenuhan kewajiban perpajakan, data yang ditemukan, buku dan dokumen yang digunakan, materi yang diperiksa, hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terutang, dan usulan dari pemeriksa pajak. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan berkaitan dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang akan disampaikan kepada Wajib Pajak. LHP harus disusun dengan jelas dan merinci ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Selain itu, LHP harus memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung oleh temuan-temuan yang kuat, menyajikan informasi tentang kepatuhan atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, serta mengungkapkan informasi relevan lainnya yang berkaitan dengan pemeriksaan. Ini mencakup tujuan pemeriksaan, identitas Wajib Pajak, pembukuan, pemenuhan kewajiban perpajakan, data dan informasi yang digunakan, bukti-bukti yang diperoleh, hasil pemeriksaan, penghitungan pajak terutang, dan usulan dari Pemeriksa Pajak. LHP dirancang untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada Wajib Pajak mengenai temuan dan hasil pemeriksaan, serta memberikan landasan yang kuat untuk pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan langkah-langkah selanjutnya dalam penyelesaian kewajiban perpajakan.

 

Implementasi Kepatuhan Manajemen Pajak dan Mekanisme Pemeriksaan Pajak 

Kepatuhan Manajemen Pajak dan Mekanisme Pemeriksaan Pajak memiliki hubungan yang erat dalam konteks perpajakan. Kepatuhan Manajemen Pajak adalah upaya perusahaan atau individu untuk mematuhi peraturan perundang-undangan pajak, melibatkan perencanaan, pelaporan, dan pembayaran pajak yang akurat dan tepat waktu. Praktik Kepatuhan Manajemen Pajak yang efektif membantu perusahaan atau individu mengurangi risiko ketidakpatuhan, mengoptimalkan manfaat pajak yang sah, dan menjaga reputasi baik dalam mata perpajakan.

Di sisi lain, Mekanisme Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian prosedur yang digunakan oleh otoritas pajak untuk memeriksa dan menilai tingkat kepatuhan pajak Wajib Pajak. Pemeriksaan pajak dapat melibatkan penyelidikan, pengumpulan data, pengujian, dan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diberikan kepada Wajib Pajak. Pentingnya hubungan antara Kepatuhan Manajemen Pajak dan Mekanisme Pemeriksaan Pajak adalah bahwa Kepatuhan Manajemen Pajak yang kuat dapat mengurangi risiko pemeriksaan pajak. Perusahaan atau individu yang telah memastikan pelaporan dan pembayaran pajak yang sesuai memiliki peluang lebih kecil untuk mendapat pemeriksaan pajak mendadak atau yang intens. Selain itu, mereka dapat menjalani pemeriksaan dengan lebih tenang dan yakin, dengan kemampuan untuk memberikan bukti dan penjelasan yang dibutuhkan tanpa ketakutan akan konsekuensi pajak yang merugikan.

Otoritas pajak dapat menggunakan pengetahuan informasi tingkat Kepatuhan Manajemen Pajak sebagai salah satu faktor dalam menentukan siapa yang akan diperiksa lebih intensif dan spesifik. Perusahaan atau individu yang terkenal rajin dan taat dalam pengelolaan pajak mereka mungkin mendapatkan perhatian yang lebih sedikit dalam pemeriksaan rutin. Dalam rangka mencapai ketaatan pajak yang lebih baik dan mengurangi potensi masalah pajak di masa depan, kerjasama erat antara Kepatuhan Manajemen Pajak dan Mekanisme Pemeriksaan Pajak sangat penting dalam konteks perpajakan.

Refrensi :

PMK No.17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan PMK No.184/PMK.03/2015;

Pemeriksaan Pajak. (2021, 25 Agustus). Binus University Accounting. https://accounting.binus.ac.id/2021/08/25/pemeriksaan-pajak/

Waluyo, T. (2020). Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Tidak Menyampaikan SPT: Ketentuan dan Pemilihannya Sesuai SE-15/PJ/2018. Dalam Simposium Nasional Keuangan Negara 2020 (hlm. 677-1115).

Republik Indonesia. (2013). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.

Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.

Monitor Tangerang. (2019, 14 Oktober). Penting bagi Wajib Pajak untuk Memahami Tahapan Proses Pemeriksaan Pajak Daerah. https://monitortangerang.com/penting-bagi-wajib-pajak-untuk-memahami-tahapan-proses-pemeriksaan-pajak-daerah/

Agus, R. (2018, 19 Februari). Mencari Keadilan Hasil Pemeriksaan Melalui Lembaga Keberatan Pajak. https://aguspajak.com/2018/02/19/mencari-keadilan-hasil-pemeriksaan-melalui-lembaga-keberatan-pajak/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun