Mohon tunggu...
Dee Latif
Dee Latif Mohon Tunggu... Administrasi - Sulung dari 5 bersaudara

Pecinta kucing, suka merajut sambil dengerin musik atau nonton drakor n k show

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Weekend Santai di Pantai Puncak Guha, Garut

3 Agustus 2017   15:01 Diperbarui: 4 Agustus 2017   03:39 1660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang yang terang benderang dan super hangat di Tanjung Priok Jakarta Utara tidak menyurutkan langkah saya untuk tetap nge-bolang ke Garut, karena sudah direncakan jauh hari sebulan sebelumnya. Sungguh tergiur ingin menatap langsung pemandangan pantai yang tampak indah seperti dalam foto seorang teman di Facebook. Dia bilang, aslinya pantainya lebih indah. Makanya saya pengen banget main ke sana. Akhirnya, teman tersebut mengatur open trip ke pantai yang katanya indah itu, dia pun merelakan dirinya untuk menjadi host merangkap guide dalam trip kali ini.

Melalui grup temporer di Whatsap, kami tentukan waktu keberangkatan pada hari Minggu (30/7/2017) pukul 4 subuh, dengan meeting poin di rumah sang ketua rombongan yang berlokasi di Jalan Raya Genteng, Cilawu Garut. Destinasi utama adalah pantai Puncak Guha, sedangkan tujuan kedua adalah Pantai Cicalobak. Dengan catatan, kami tidak terlalu lama menghabiskan waktu di Puncak Guha. Posisi kedua pantai ini masih sejalur, sama-sama di pesisir selatan Garut. Di sepanjang jalurnya banyak pantai lain yang sudah lebih dulu terkenal dan ramai dikunjungi sebagai tempat wisata.

Sebelumnya kami merencanakan keberangkatan lebih awal sekitar jam 2 atau 3 pagi, supaya bisa mengejar sunrise di Puncak Guha.  Meski belum tahu di mana spot yang bagus buat menyaksikan terbitnya sang surya di area tersebut, menurut yang pernah ke sana kondisi geografisnya relatif masih asli dan agak berbahaya karena berada di atas tebing curam. Kalau tidak hati-hati bisa jatuh terperosok ke bawah jurang yang langsung menjorok ke tepian laut. Dijamin, apapun yang jatuh akan langsung tertelan oleh ombak yang dahsyat, yang selalu deras dan bergulung cukup tinggi.

Awal perjalanan kami tempuh dengan tenang dan damai, diiringi alunan musik dari lagu-lagu pop Indonesia maupun barat yang cukup familiar, berasa sedang dalam ruangan karaoke.

Namun, kedamaian ini tidak bertahan lama, ketika sudah memasuki jalur utama sepanjang pesisir selatan Garut kondisi jalannya kurang mulus dan terdapat banyak tikungan pendek yang membuat kendaraan jadi lebih cepat berkelok-kelok, entah berapa ratus belokan? Rasanya seperti sedang menaiki wahana Tornado di Dufan, Halilintar dan Kicir-kicir sekaligus, mantap. Kondisi perjalanan yang berkelok-kelok membuat empat belas orang peserta trip dalam mobil travel elf  merasakan pusing dan mual luar biasa, bahkan ada yang tumbang memuntahkan isi perutnya.

Sekitar pukul setengah sepuluh pagi rombongan tiba di sebuah tebing yang hampir dipenuhi hamparan rumput hijau, namanya Puncak Guha. Dinamakan Puncak Guha karena memang di lokasi ini terdapat sebuah goa vertikal yang tampak misterius, masih dihuni oleh kelelawar, dihiasi lumut dan tumbuhan rambat di sekeliling dindingnya. Terlihat pula dasar goa yang dipenuhi bebatuan dan terdapat celah yang memungkinkan ombak dari laut menyelinap ke dalam goa.

Meskipun unik, tapi saya tidak betah berlama-lama menatap ke dalam goa, tidak bisa ambil foto yang bagus dan menangkap semua pemandangan di dalam maupun dasar goa, nyali saya tertekan dengan rasa ngeri terpeleset. Selain itu, hawa di tempat ini juga beda, agak panas dan tidak berangin seperti bagian tebing yang lainnya.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Fasilitas di Puncak Guha lumayan memadai, setidaknya ada warung buat beli minum atau cemilan dan 2 pintu toilet yang dikenakan biaya Rp 2000,-. Tidak hanya itu, ada juga beberapa saung untuk duduk ngariung, bahkan ada lapangan rumput yang cukup untuk dijadikan tempat camping.

Acara benar-benar bebas sesuka hati, peserta dipersilahkan menikmati pemandangan eksotik Puncak Guha dengan caranya masing-masing. Ada yang selfie, wefie atau hanya menikmati pemandangan yang eksotis atau menyantap late breakfast-nya, juga ada yang memenuhi panggilan alam di toilet.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Menurut ketua rombongan, saat dia datang ke lokasi ini tiga tahun yang lalu, kondisinya masih sangat asri dan alami, belum ada pagar besi yang melindungi sekeliling sisi tebing, juga belum ada bangunan-bangunan kurang penting yang menghalangi pemandangan sekitar. 

Dulu saat dia berbaring di hamparan rumput, matanya bisa menangkap semua pemandangan sekitar tebing dan pantai, jadi lebih terasa keeksotisannya. Makanya dia langsung kecewa dan kurang bersemangat untuk melihat-lihat lagi. Tapi bagi kami, para peserta yang kebanyakan orang kota, menyaksikan alam di Puncak Guha ini masih menimbulkan rasa amazing tersendiri, seperti sedang berada dalam dunia fantasi yang menakjubkan sekaligus mengerikan.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Puas menikmati keindahan Puncak Guha kami tidak jadi mampir ke pantai Cicalobak, pertimbangan dari segi waktu, maka ketua rombongan mengalihkan kami untuk ke Pantai Santolo saja karena jaraknya lebih dekat dari Puncak Guha, masih sama-sama di wilayah Pamengpeuk Garut Selatan.

Di sini kami puas main air karena terjangan ombaknya cukup deras dan sangat menepi, ngeri-ngeri seru rasanya. Tidak hanya tiga orang peserta balita yang riang gembira main pasir dan air, peserta yang sudah dewasa tante-tante dan emak-emak pun riangnya sama. Kami bisa puas foto-foto segala gaya karena tidak perlu berebut background dengan pengunjung lain, sebab di lokasi ini pengunjungnya belum terlalu ramai.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dalam hal pemandangan sebenarnya pantai Santolo sama aja dengan pantai laut selatan lainnya di Indonesia, ciri khasnya ada di ombak. Tetapi, berhubung kegiatan santai di pantai bukanlah kegiatan rutin harian, maka kami sangat menikmatinya dengan suka cita, seperti kembali ke masa kanak-kanak yang tanpa beban kehidupan.

Di pantai ini juga saya membuat beberapa nama yang digoreskan di atas pasir, semuanya menjadi oleh-oleh bagi teman-teman yang tidak jadi dan tidak bisa ikut kesini. Sangat menyenangkan memotret sambil berkejaran dengan waktu datangnya ombak. Hasilnya tidak dapat diprediksi, ada yang langsung berhasil ada juga yang harus dibuat berkali-kali. Rasanya sangat menyenangkan saat foto-foto itu dikirimkan kepada yang punya nama lalu mereka mengungkapkan rasa sukanya.

Selesai di pantai Santolo, selesai pula trip ke Garut kali ini. Lelah, lapar, ngantuk dan bahagia bercampur jadi satu. Mungkin ini bukan perjalanan yang ideal, tapi lebih dari cukup untuk menjadi sumber energi bagi jiwa kami untuk memulai hari-hari biasa ke depan.

Menjelang senja, kami kembali ke meeting point di Genteng, setelah kelar berkemas dan menunaikan ibadah shalat ashar, peserta bergegas kembali ke dalam mobil travel untuk diantarkan ke Terminal Garut. Dari Terminal Garut semuanya berpencar menuju bus ke arah rumahnya masing-masing. Sedihnya hanya bisa bersama sebentar, namun kebersamaan yang singkat ini tetap memiliki makna tersendiri dalam catatan nge-trip kami.

Sampai jumpa di trip-trip yang lainnya ya.... please stay happy and healthy ^_^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun