Mohon tunggu...
Diandra Mayla Valiza
Diandra Mayla Valiza Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perpeloncoan sebagai Tradisi dalam OSPEK untuk Menyambut Perubahan Status Baru dalam Masyarakat

25 Oktober 2023   21:57 Diperbarui: 26 Oktober 2023   03:03 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam dunia pendidikan fenomena perundungan sering terjadi khususnya di dunia pendidikan Indonesia. Kata perundungan atau “bullying” dalam bahasa Inggris diambil dari kata “bull” artinya “banteng” yang suka menyerang dengan tanduknya. “Bulyying” ini dilakukan oleh individu atau kelompok untuk menunjukan kekuatan atau kekerasan dalam tujuan mengintimidasi korban secara berulang-ulang.

Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA) mengatakan bahwa kekerasan merupakan situasi dimana pelaku meyalahgunakan kekuatan maupun kekuasaan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Pelaku yang melakukan perundungan tidak hanya kuat dalam artian fisik saja melainkan kuat secara mental dan financial.

Data pengaduan terbaru dari KPAI mencatat bahwasannya sampai April 2023 ada 58 anak yang  menjadi korban kekerasan. Pelakunya mulai dari kalangan dewasa hingga anak-anak. Sementara dari data SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) menatat bahwa pada di 2022 terdapat 1.665 kasus kekerasan pada fisik/ psikis terhadap anak. (KPAI https://www.kpai.go.id/publikasi/tiada-toleransi-bagi-kekerasan-terhadap-anak, akses 21 April 2023).

Media massa kini sering memberitakan tentang kejadian peristiwa pembullyan di dunia pendidikan sehingga berdampak pada image bahwa wajah pendidikan di Indonesia penuh dengan kekerasan. Tak terkecuali pada kegiatan Orientasi Studi dan Pengenalan Lingkuangan Kampus atau yang akrab dia sebut dengan OSPEK. Pada kegiatan ini acapkali media menyorot adanya kasus perpeloncoan/ perundungan yang dilakukan oleh mahasiswa senior ke mahasiswa baru untuk menunjukan eksistensi kultur dari kelompok itu sendiri. Kultur seperti ini lah yang dapat menjerumus pada tindak kekerasan.

Contohnya pada kasus kematian Cisilia Puji Rahayu mahasiswa baru Peternakan di UNDIP yang kematiannya diduga akibat pelaksanaan ospek (Ari 2002: 13). Kasus bullying antarmahasiswa juga dapat terjadi di luar kampus seperti pada contoh kasus bullying di asrma sebuah Universitas, yakni adanya perundungan dalam bentuk non verbal seperti mengintimidasi, mengujarkan kata-kata yang bersifat seksual harassement dan dalam bentuk verbal sepeti pemukulan, yang lebih parahnya lagi korban dipaksa untuk menenggak minuman keras lalu ditelanjangi dan disuruh untuk mandi di waktu tengah malam (Simbolon 2012: 233 – 243).

Pengertian dari kebudayaan menurut Tayler merupakan kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istriadat, serta kebiasaan-kebiasaan bermasyarakat. Kebiasaan ini yang menciptakan sebuah ritual-ritual unik dari kelompok masyarakat tertentu untuk memasuki fase  kehidupan baru. Seperti contohnya pada ritual “matatah”  di Bali atau disebutnya dengan upacara pemotongan gigi yang dilakukan oleh umat Hindu yang telah menginjak usia remaja atau akil balig. Ritual ini sebenarnya tidak benar-benar seperti memotong gigi pada umumnya melainkan hanya mengikir dua gigi taring dan empat gigi seri rahang atas. Setelah melakukan potong gigi peserta diminta untuk mencobai enam rasa (pahit, asam, asin, manis, pedas dan sepat). Rasa pahit dan asam sebagai simbol harapan kuat dan tabah dalam menjalani kehidupan sehari hari, rasa asin merupakan simbol dari kebijaksanaan untuk mengambil langkah dengan hati-hati, rasa manis sebagai simbol kebahagiaan yang akan diterima dalam kehidupan, rasa pedas sebagai simbol agar senantiasa diberikan kesabaran dalam melawan amarah yang bergejolak, dan yang terakhir rasa sepat diharapkan untuk senantiasa menaati norma-norma kehidupan dimanapun.

Dalam konsep budaya di dunia pendidikan juga memiliki ritual tersendiri dalam menyambut perubahan status baru dari siswa SMP menjadi siswa SMA dan dari siswa SMA menjadi seorang mahasiswa. Ritual perubahan status masyarakat dalam dunia mahasiswa memiliki banyak sebutannya namun yang lebih akrab disebut dengan nama OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Lingkuangan Kampus). Essensi dari ospek ini sebenarnya untuk mengenalkan lingkungan kampus beserta ciri khas dari kampus hingga prodi itu sendiri, ada berbagai macam nilai-nilai yang didapar dari acara ospek seperti pengenalan diri dalam mencari minat bakat, pendisiplinan, pengembangan kepemimpinan dan masih banyak lagi. Tapi tak jarang essensi OSPEK sering berbelok dari arah tujuan. Adapun budaya senioritas yang sudah melekat di masyarakat bahwa yang tua lebih harus dihormati oleh yang muda dan perbedaan kodrat lelaki yang memiliki sifat patriarki terhadap kaum perempuan. Dalam pelaksanaan ospek terlihat seperti arena pertarungah antara senior dan junior (Noviana 2010: 3). Senior akan menunjukan dominasi dari kekuasaanya dengan memberikan kekerasan stigma maupun psikologis kepada junior sehingga ritual yang tidak diakui di masyarakat dan tidak terkendali dapat menjadi sebuah perpeloncoan. Terkadang ada beberapa kampus yang membentuk essensi dari ospek untuk membangun kekuatan mental sekaligus fisik untuk persiapan memasuki dunia perkuliahan. Hal ini justru memberi stigma negatif pada tata pengawasan kampus yang kurang tegas.

HASIL TEMUAN PEMBAHASAN

Perundungan dengan berbagai macam tindakannya

Perundungan menurut Smith et al, (2003) adalah suatu tindakan negatif untuk mengintimidasi atau menyelakai orang lain. Tindakan dari perundungan dapat berdampak pada kerusakan fisik maupun non fisik korban. Dari beberapa faktor tindakan bullying dapat di kelompokan menjadi 3 faktor yaitu bullying fisik, bullying non-fisik dan bullying mental.

1. Bullying secara Fisik, tindakan kekerasan yang menyakiti korban secara fisik seperti memukul, mencubit, menginjak bagian tubuh korban, melempar benda kepada korban, meludahi bagian tubuh korban, menarik rambut korban.

2. Bullying secara non-Fisik, merupakan tindakan yang menyakiti perasaan korban seperti mengatakan ujaran rasism pada korban, meneriaki, menghina, mencaci maki, memfitnah, menyoraki korban di depan kerumunan.

3. Bullying secara Mental atau Psikologi seperti menatap dengan tatapan sinis, memandangan dengan tatapan mengancam, mendiamkan tanpa alasan, mengucilkan dari sebuah kelompok.

4. Cyber Bullying, merupakan perundungan melalui media smart digital (hp, laptop, PC, dll) dimana pelaku dapat mengintimidasi korban dengan ancaman-ancaman dalam video, rekaman suara, panggilan suara dan pesan teks.

Sebenarnya kasus kejadian perundungan dapat ditemukan dimana saja salah satunya di dalam lingkungan kampus. Berikut ciri-ciri perundungan antara senior dan junior pada tingkat perkuliahan:

  • Pelakunya beragam (senior, junior, teman sebaya)
  • Aksi ini biasanya dilakukan oleh senior kepada juniornya secara turun temurun dibeberapa fakultas
  • Keinginan untuk menunjukan sifat dominasi untuk eksistensinya
  • Sifat merasa bahwa kelompoknya lebih unggul
  • Melakukan tindakan kekerasan fisik/ non-fisik dalam konteks perundungan untuk menakuti juniornya seperti mengintimidasi hingga berujung pada perkelahian

Dampak terhadap korban

Dampak dari pengaruh bullying ini tidak secara langsung datang. Awalnya pelaku akan membuat korban merasa tidaknyamanan di sisi pelaku namun lama kelamaan pelaku akan terus gencar untuk mengusiknya hingga dapat melakukan kekerasan secara fisik. Dampak yang terjadi pada korban kekerasan:

  • Korban akan merasakan rasa cemas berkepanjangan

Efek samping yang dirasakan oleh korban tentu mengalami trauma yang mandalam seperti kecemasan, terlalu banyak fikiran, hingga dapat menimbulkan stress pada korban.

  • Mendapatkan trauma yang mendalam

Akibat dari bullying korban mengalami luka pada mental dan psikologis nya dan luka ini perlu ditangani oleh psikolog namun juga dapat hilang dengan sendirinya tetapi perlu memakan waktu lama untuk sembuh

  • Merasa tidak nyaman

Rasa tidak nyaman yang timbul ini seperti merasa selalu diawasi saat berada di luar rumah atau tempat yang korban rasa lebih aman disbanding beraktifitas di luar

  • Merasa tidak berdaya

Korban akan merasa bahwa dirinya tidak mampu melawan sebab beberapa perundungan bersifat tradisi sehingga korban tidak berani untuk melawan.

  • Sering mengalami tekanan secara psikologis

Hal ini membuat korban sedikit menjauh dari bersosialisasi akibat bullying yang dialaminya. Korban juga dapat terus-terusan menyalahi dirinya atau yang disebut dengan “Self-blaming” sebab korban merasa hal itu terjadi karena dirinya sendiri.

  • Korban sering merasa tidak enakan ketika meminta bantuan dari orang lain

Efek dari trauma ini membuat korban sulit untuk bersosialisasi seperti sebelumnya.

  • Merasa dirinya selalu direndahkan dan tidak memiliki wibawa

Perasaan korban yang tak mampu menolong dirinya sendiri akan berefek pada “self-blaming” atau timbul dendam pada pelaku hingga emosinya tak terbendung hingga korban dapat membalas dendam nya itu dengan kekerasan.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan perundungan

Menurut (Jan & Husain, 2015) salah satu faktor yang menyebabkan  perundungan  di  lingkungan kampus apabila ada mahasiswa  yang  merasa  paling  kuat. Beberapa faktor-fakor yang dapat menimbulkan perundungan:

  • Faktor tingkatan

Mahasiswa tingkat atas merasa bahwa kelompok mereka lebih superior dibanding mahasiswa baru/ tingkat bawah. Sifat ini dapat memicu seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan aksi se-enaknya terhadap angkatan bawahnya. Sifat ini pun bisa timbul akibat rasa dendam terhadap perilaku kaka tingkat sebelumnya yang pelaku luapkan ke adik tingkatnya.

  • Keluarga

Keluarga merupakan landasan dari kepribadian seseorang dapat terbentuk, kurangnya perhatian dari keluarga, pola asuh yang keras, kurangnya keharmonisan dalam keluarga dapat menjadi acuan seorang anak untuk memberontak atau mencari perhatian lain diluar rumah. Sebagai pelampiasan terhadap kekesalannya oleh orang dirumah, pelaku akan meluapkan emosinya kepada orang lain sehingga korban yang tidak bersalah harus menanggung emosi si pelaku.

  • Bisikan dari kawan lain

Apabila dalam sebuah kelompok pertemanan ada salah satu dari mereka tidak suka atau memiliki masalah dengan satu orang maka kawannya yang lain turut tidak suka dengan orang itu sehingga dari ketidaksukaan ini dapat terjadi adanya pembullyan. Hubungan pertemanan yang toxic secara tidak sadar akan berdampak pula pada kepribadian diri sendiri. Pertemanan juga dapat dianggap sebagai wajah dari sifat asli diri seseorang sebab pertemanan terbentuk sebab ketika individu itu merasa memiliki kesamaan atau  satu frekuensi dengan yang lainnnya.

  • Kurangnya empati

Sifat kemanusiwian yang kurang dari seseorang bisa disebabkan oleh kurangnya pendidikan yang mengajarkan kita untuk mengerti perasaan orang lain saat disakiti. Hidup individualis juga menjadi faktor seseorang kurang memiliki sensitivitas terhadap sekelilingnya yang membuat seseorang itu acuh pada permasalahan sosial seperti bullying.

  • Kesalah pahaman

Apabila ada masalah yang ditangkap menggunakan emosi bukan secara logis dapat menjadi pemicu terjadinya bullying.

  • Tradisi

Ketika sebuah kelompok melakukan ritual yang bersifat negatif dan dilakukan secara turun temurun namun tidak disadari bahwa kegiatan itu mengarah pada hal negatif, maka akan menjadi sebuah dendam para korban untuk melakukan tindakan yang sama kepada untuk dilakukan kepada kelompok selanjutnya. Hal ini tak akan pernah hilang apabila salah satu kelompok menyadari akan buruknya tradisi itu terhadap essensi dari kegiatan itu.

Solusi agar perundungan tidak terjadi lagi

Hal yang perlu disadari oleh setiap orang bahwa budaya perundungan sudah meluas di pendidikan di Indonesia. Butuh kesadaran dari diri masing-masing untuk menghapus sifat ini dari lingkungan pendidikan maupun diluar pendidikan. Dampaknya begitu parah bagi si korban bahkan bisa sampai melukai pelaku apabila emosi korban sudah memecah. Beberapa hal yang bisa kita terapkan untuk mengurangi perundungan dalam perkuliahan:

  • Membangun pertemanan yang baik antara senior dengan junior atau dengan teman sebaya. Hal ini dapat diwujudkan dengan membuat acara-acara seperti makrab (malam keakraban) yang di isi dengan acara-acara seru yang dapat menyatukan satu sama lain.
  • Membuat badan Anti-Bullying di dalam kampus. Sebagai sarana pengaduan apabila mahasiswa melihat aksi pembullyan di area kampus untuk segera dilaporkan pada badan Anti-bullying. Badan ini juga dapat membuat program rutin seperti mengadakan webinar mengenai pencegahan pembullyan yang dapat membuka wawasan mahasiswa untuk lebih empati terhadap kejadian pembullyan
  • Memperketat pengamanan di titik-titik lokasi yang rawan untuk melakukan aksi kekerasan. Hal ini dilakukan agar warga kampus  merasa aman di tempat yang memang seharusnya aman untuk mereka belajar dan berkegiatan diluar pelajaran.
  • Membuat aturan yang kuat untuk menindak bagi siapa saja yang melakukan pembullyan maupun kekerasan di dalam kampus maupun program diluar kampus dengan selalu memberikan laporan dan evaluasi dari kegiatan.

 

SIMPULAN

Dari hasil pencarian dapat disimpulkan bahwa pembullyan dapat terjadi di lingkungan perkuliahan dan dapat dilakukan oleh siapapun sehingga hal ini dapat mempengaruhi kedamaian pada lingkungan kampus. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembullyan di dalam kampus yaitu faktor tingkatan, faktor keluarga, bisikan dari kawan lain, kurangnya empati, terdapat kesalahpahaman, dan tradisi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian pembullyan di kawasan kampus yaitu dengan cara membangun pertemanan yang baik, membuat badan Anti-Bullying oleh pihak kampus, memperketat keamanan, membuat perturan yang kuat tentang bullying di kampus. Dengan dilakukannya upaya tersebut diharapkan dapat meminimalisir hingga menghapus adanya pembullyan di dalam kampus. Sehingga menciptakan kampus sebagai ruangan yang aman dan nyaman bagi mahasiswa yang ingin menuntut ilmu.

 

DAFTAR PUSTAKA.

Asnawi, Mualiyah Hi. "Pengaruh Perundungan Terhadap Perilaku Mahasiswa." Jurnal Sinestesia 9.1 (2019): 33-39.

Siregar, LYS (2013). Kekerasan Dalam Pendidikan. Logaritma: Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Sains , 1 (01).

Noviana, A. (2010). Ospek dan fenomena kekerasan (studi fenomenologi tentang pelaksanaan ospek pada mahasiswa di FKIP UNS tahun ajaran 2008/2009).

Dasalinda, Mawani S. 2017. Pengaruh Bullying Terhadap Tingkat Percaya Diri Siswa Kelas Iv Sdn Jati Jaya Parung Bogor Jawa Barat. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun