"Ya, Mah. Berapa?"
"Dua karung," jawab Ibu.
Padahal, satu karung beras beratnya 10 kilogram.
Selang sehari Ibu bertanya, "Minyak goreng masih ada?
"Masih 1 botol, Mah."
"Beli lagi, ya. Tiga botol. Beras juga beli lagi," detik-detik Ibu mulai menyetok sembako.
"Mah, itu kemarin udah beli 2 karung, satu karung lagi masih ada di bagasi mobil."
Ibu juga mengingatkan kami untuk menambah telur. Padahal rak telur di kulkas masih penuh.
Kekhawatiran akan terjadi kelangkaan barang-barang jelas ada di benak ibu. Kami menyaksikan di berita televisi bagaimana langkanya masker bedah di awal-awal virus Covid19 masuk Indonesia. Kalaupun ada harganya melangit. Kami sendiri membuktikan masker dan hand sanitizer habis di seluruh mini market dan apotek di lingkungan kami. Bahkan, cairan pemutih ikut-ikutan habis. Orang-orang mencari cairan pemutih sebagai pengganti cairan disinfektan.
Kepanikan Belanja
Ibu Mertua kami adalah saksi hidup bagaimana prihatinya kehidupan di kala krisis moneter 1998. Wajar saja Ibu Kembali mengalami ketakutan dan kekhawatiran akan kembalinya krisis di musim korona ini. Termasuk kekhawatiran langkanya bahan makanan. Naluri seorang Ibu menunjukkan, apapun kondisinya, yang penting keluarganya tetap bisa makan.