Mohon tunggu...
Diana PutriArini
Diana PutriArini Mohon Tunggu... Psikolog - Diana Putri Arini

Penyuka filsafat hidup, berusaha mencari makna hidup agar dapat menjalani hidup penuh kebermaknaan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sadar Sehat Mental atau Glorifikasi Gangguan Mental?

4 Agustus 2021   07:05 Diperbarui: 4 Agustus 2021   07:29 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dua kejadian ini membuat saya sedikit berpikir nakal, apakah ini bentuk kesadaran kesehatan mental ataukan suatu trend? ataukah menjadi pasar baru bagi masyarakat. Pertanyaan saya terjawab ketika saya menemukan tulisan dari the New York Times mengenai kegelisahannya terhadap marchandise bertema kesehatan mental yang dianggapnya meromantiskan gangguan kejiwaan. 

Penulis sangat terganggu dengan penggambaran media terhadap gangguan kejiwaan. Gadis pengidap gangguan kesehatan mental yang cantik punya kepribadian rapuh ditolong oleh pria dengan kehidupan yang baik begitupula sebaliknya. Tren mengklaim diri mengalami gangguan kesehatan mental atau berpura-pura sangat tidak dianjurkan karena berbeda sekali dengan kenyataannya. 

Jika bertanya apa dampak dari romantisasi gangguan kejiwaan, dampaknya adalah melakukan diagnosis secara mandiri sehingga penangangannya berbeda. 

Beberapa temuan riset melaporkan orang-orang dengan diagnosis mandiri seringkali mengakses obat tanpa resep dokter sehingga mendekatkan mereka pada penyalahgunaan zat. Selain itu karena adanya efek romantisasi ini mengakibatkan mereka tidak membutuhkan mencari pertolongan dengan tenaga ahli karena menganggap mereka cukup mampu untuk berjuang menghadapi kondisi luka tragis yang indah ini. 

Gangguan mental adalah hal serius! 

Tidak bisa didiagnosis dengan sendirinya, seorang ahli untuk bisa mendiagnosis harus memiliki latar belakang pendidikan psikologi/psikiatri, melanjutkan sekolah keprofesian dibidang psikologi klinis/psikiatri dan melakukan praktek dilapangan. Selain itu ada pedoman dan pengalaman untuk mendiagnosis simtom. 

Anggapan untuk dapat dimaklumi atau menarik simpati orang lain karena kamu mengalami gangguan mental akan membuatmu dianggap bermasalah dilingkungan sosialmu. 

Kamu tidak bisa terus-terusan mengklaim kamu melakukan kesalahan atau menyakiti orang lain karena simtommu bermasalah. Oleh karena itu kamu butuh penanganan dari tenaga profesional bukan belas kasihan dari orang lain meski itu membuatmu nyaman. 

Sumber bacaan: 

Giles, D.,& Newbold, J. (2010). Self and Other Diagnosis in User Led Mental Health Communitues. Qualitative Health Research 21 (419),420-428. DOI: 10.1177/1049732310381388.

James, R.P. (2018). Please Stop Merchandising Mental Illness. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun